Setelah kata-kata itu di jatuhkan, semua bulu kuduk Dwarf sekitar berdiri. Mendengarnya saja, membuat para Dwarf ngeri dan takut, pasalnya ular yang di katakan Dwarf pedagang itu bukanlah seekor ular biasa dan mudah di tangan seperti ular yang lain, yang selalu mereka temui. Mereka semua saja tidak sanggup melawannya. Apalagi putri Nerissa yang sepertinya ingin melawan.
Semua wajah pucat, seperti sudah kehilangan darah, dan kegembiraan di dalam hidupnya. Mereka menunduk lesu. Keramaian tadi; suara-suara Dwarf yang menawar, kini sudah menghilang, seperti di hapuskan oleh angin dalam sekejap mata.
Selain takut, mereka semua juga malu, karena tidak bisa mengalahkan ular itu. Yang seharusnya mereka taklukan di jauh-jauh hari. Walaupun semua wajah lesu, putri Nerissa tidak memperdulikannya. Dia tetap pada pendiriannya.
Dapat di lihat dari ekspresi wajahnya yang sedikit bersemangat setelah mendengar itu. Walaupun ia tidak secara terang-terangan ingin melawan ular itu, semua Dwarf tahu apa yang akan di lakukannya.
Tentu saja jika bisa mengalahkannya akan mendapatkan sesuatu yang seimbang seperti sumber daya alam yang melimpah di gua itu. Sebagai seorang pandai besi, sumber besi adalah hal yang sangat di inginkan. Tanpanya mustahil membuat senjata berkualitas.
Selain itu, orang yang bisa mengalahkannya akan hidup kaya sepanjang hidupnya, tapi jika di pikir-pikir lebih baik mencari uang baru membeli senjata.
“tunggu sampai matahari terbit, aku akan kembali. Pada saat sebelum itu, kau menjualnya, maka bersiap-siaplah memandang Kematian anggota keluargamu.” Ucap putri Nerissa, lalu pergi.
“hey! Tuan Putri apa anda bercanda!?” ujar Ferdinand yang tidak percaya apa yang di dengarnya. Ia berlari sembari mengatakannya dan membawa dua tas besar. Seakan Ferdinand memiliki tenaga lebih, ia berlari dengan kecepatan tinggi layaknya orang yang tidak membawa apa-apa.
...****...
“tuan putri... A-aku ingin pergi sebentar.” Pita Ferdinand sembari menyembunyikan rasa takut dan kekawatirannya setelah melihat mulut gua di depannya.
Gua itu tidak mengeluarkan suara-suara seram, tapi Ferdinand merasakan rasa panas yang tinggi menyentuh kulitnya. Ia berpikir, jika dari sini saja suda panas, bagaimana dengan di dalam? Oleh karena itu, ia berencana menunggu putri Nerissa di luar.
Selain ada hawa panas yang tinggi, dari mulut gua terlihat cahaya terang di dalam gua, yang membuat membuat di sekitar gua bercahaya.
Meski Ferdinand penasaran, ia lebih memilih untuk tidak masuk.
Namun putri Nerissa tidak membiarkannya. Baru beberapa meter melangkah setelah menaruh dua beban beratnya, tiba-tiba saja kakinya tidak dapat di kendalikan, dan kembali ke dekat putri Nerissa.
“tuan putri kasihan hewan peliharaanmu ini.”
Putri Nerissa tidak memperdulikannya.
Saat beberapa menit berjalan, akhirnya Ferdinand tahu sumber panas. Yang ternyata berasal dari kolam larva yang berada di tengah-tengah jalan.
Meski mengetahuinya, tetap saja itu tidak membuatnya senang, malahan tambah tidak senang. Selain karena panas, perutnya lupa ia isi, al hasil berbunyi merdu, tapi lagi-lagi putri Nerissa tidak memperdulikannya.
Pluk. Argg!!
Setelah putri Nerissa melempar batu, dengan segera muncul ular raksasa berwarna hitam yang memiliki kepala sembilan dengan permata berkilauan di kepalanya. Sembilan kepalanya berteriak keras, yang membuat siapa saja akan pecah gendang telinganya—jika tidak memiliki ketahanan yang tinggi. Lidah-lidahnya menari-nari kala mulutnya terbuka sembari menyemburkan air liurnya ke segala arah.
Tubuh Ferdinand seketika bergetar hebat. Keringat dingin mulai keluar. Bulu-bulu merenggang, dan terakhir giginya berdetak tiada henti-hentinya.
“ini, bunuh dia.” Kata Putri Nerissa tenang seperti tidak menyadari ketakutan Ferdinand. Dengan acuh tak acuh ia melemparkan Ferdinand pedang.
“tuan putri, ini kan pedang, mengapa kau menginginkan pedang yang bagus? Kita kan tidak memerlukan.”
Putri Nerissa tidak memperdulikannya.
Dengan tangan gemetaran, Ferdinand mengambil pedang itu. Seberapa kuat ia berusaha menahan tangannya, tetap saja bergerak mengambil pedang di depanya. Ia ingin mengutuk putri Nerissa, akan tetapi mulutnya tidak bisa terbuka, seperti ada lem yang kuat di mulutnya.
Dengan cepat Ferdinand melompat ke atas salah satu Kepala ular yang semakin mendekati tebing. Ferdinand tidak menyangka, ia bisa melompat setinggi itu, apalagi jika ia tidak pernah berolahraga. Ia mulai memikirkan pasti setelah kejadian ini, ia akan kesakitan.
“jangan mengecewakanku.” Kata Putri Nerissa sembari melepas kendalinya.
“dasar putri setan!” geram Ferdinand sembari menyeimbangkan tubuhnya.
“ular yang baik, bisakah kau....uwahh!” salah satu Kepala ular menyerang Ferdinand. Dengan refleks ia menghindar. Melompat-lompat dari satu Kepala ke kepala lainya.
Namun ular itu tidak henti-hentinya menyerang Ferdinand. Al hasil mau tidak mau Ferdinand berusaha melompat-lompat sembari berteriak ketakutan.
Hal itu berlanjut beberapa detik. Meski ular itu memiliki banyak Kepala, ia tidak dapat menyentuh sekali pun tubuh Ferdinand.
Sepertinya ini adalah hari keberuntungannya. Walaupun begitu, ia tidak pernah menggunakan padang di tangannya, seolah pedang itu tidak berguna baginya.
Putri Nerissa yang melihat itu, menghela nafas kesal sembari mengatakan, bodoh di dalam hatinya.
“Tuan putri...! Jika anda tidak menyelamatkanku, anda akan kehilangan hewan peliharaan anda yang imut ini!” ujar Ferdinand sembari memanjat di tubuh ular yang perlahan-lahan tenggelam ke dalam larva.
Setelah menyadari itu, putri Nerissa tanpa berpikir langsung mengambil alih kendali tubuh Ferdinand, dan menghempaskannya dengan kasar.
Putri Nerissa mengeluarkan pedang, lalu melompat ke tubuh ular itu, dan ikut masuk ke dalam larva yang panas.
“eh? Apakah aku sudah bebas?” tanya Ferdinand Kepada dirinya sendiri sembari melihat larva yang tidak ada pergerakan apa pun.
“Ferdinand, hidupmu memang beruntung.” Gumam Ferdinand gembira, kemudian ia hendak pergi, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Tiba-tiba saja larva itu bercahaya putih terang, membuat Ferdinand tidak bisa melihat apa pun di depannya. Beberapa detik cahaya itu mengganggu, akhirnya perlahan-lahan meredup, kemudian di iringi rasa dingin yang mencekam seperti musim dingin.
Tubuh Ferdinand menggigil seketika, karena kedinginan. Tidak beberapa lama, akhirnya, ia bisa melihat dengan jelas.
Sepanjang Ferdinand memandang, tidak ada lagi larva yang panas itu! Semuanya telah di gantikan dengan es putih berkilauan. Putri Nerissa berdiri di depannya sembari membawa pedang, kemudian mendekati Ferdinand. Memegang tangannya, kemudian pergi.
...****...
“ini, sesuai ucapanku.” Kata Putri Nerissa sembari menyerahkan kepala ular yang di inginkan. Putri Nerissa menyembunyikan kepala ular dengan sihir teleportasi, sehingga ia tidak membawanya dari tadi.
Ferdinand yang tidak mengetahui sihir, ingin bertanya apa terjadi di gua saat mereka mencari pedagang senjata tadi. Namun rasa takut menahannya, sehingga ia hanya bisa menahan rasa penasarannya.
Tapi sekarang ia mengetahuinya. Tidak dengan nama sihir, ia memberinya nama keajaiban, dan akan menanyakan bagaimana cara melatihnya setelah ini.
Pedagang Dwarf itu terlihat terkejut, setelah mengetahui 9 Kepala ular bermunculan, dan menggelinding ke sana ke mari.
“Di mana pedangnya.” Kata Putri Nerissa, seperti tidak ingin berlama-lama di tempat ini.
“t-tunggu sebentar.” Jawab Dwarf Itu, lalu bergegas ke dalam rumahnya mencari senjata yang di inginkan.
“ini, nona, terima kasih telah membunuh ular itu. Jika tidak ada anda, mungkin kami tidak akan menikmati sumber daya yang ada di sana.”
Putri Nerissa tidak menjawabnya, ia menarik pedang tadi, sekilas melihat pantulan wajahnya di bilang pedang itu, kemudian memasukkannya kembali.
“aku pergi.”
“Nona..tung...” Dwarf itu ingin menanyakan beberapa hal mengenai putri Nerissa. Namun putri Nerissa tetap dengan sikapnya yang dingin.
“tuan putri... Bisakah kita...” Saat mengatakannya, perutnya berbunyi parau, seperti juga ingin bertanya kepada putri Nerissa.
Putri Nerissa mengangguk.
Setelah itu, mereka memutuskan makan sebentar, lalu melanjutkan perjalanannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments