bab 4 mencari senjata

Saat dinding itu terbuka, terlihat pemandangan yang sangat indah bagaikan surga terpendam di dalam bumi. Sebuah kota dengan luas yang Tidak terhingga dengan beberapa titik lubang di langit-langitnya sebagai pencahayaan. Dan dari lubang itu muncul buih-buih salju berjatuhan.

Bangunan-bangunan tinggi menjulang menghiasi setiap sudut kota yang ada di hadapan Ferdinand. Ada beberapa bangunan-bangunan khas abad pertengahan dengan cerobong asap ke atas. Terlihat beberapa cerobong itu mengeluarkan asap.

Ferdinand yang melihatnya tidak bisa berkata apa-apa. Apalagi ada tiga patung yang sangat tinggi berwarna putih. Yang paling kanan patung seorang wanita tengah merentangkan tangannya ke atas dengan matahari di tangannya.

Tengah-tengah seorang gadis cantik memakai gaun indah tengah merentangkan kedua tangannya seolah-olah sedang menangkap sesuatu. Di tengah-tengah kedua telapak tangannya ada pohon yang besar dan menjadi tertinggi di antara ketiga patung tersebut.

Dan yang terakhir ada patung wanita dengan pose yang sama, hanya saja menggunakan satu tangannya dengan bulan sabit di tangannya.

Ketiga patung tersebut Memiliki ukuran di luar nalar manusia. Seperti dibuat oleh ribuan orang dengan kemampuan matematika yang luar biasa.

Di atas pegunungan ada menara jam besar sebagai penunjuk waktu dan musim yang sedang berlangsung. Menara itu akan berbunyi setiap tiga kali sehari: pagi, siang dan malam.

“wow Apakah ini kota yang hilang?” Tanya Ferdinand dengan mata berbinar-binar kepada Marcello.

“Kota hilang katamu!? Jelas-jelas ini tempat tinggalku.” Pekik Marcello.

Sementara itu, Putri Nerissa hanya memandang sekilas kota megah di depannya, kemudian berkata, “cepatlah, aku tidak ada waktu mendengarkan ocehan kalian.”

Marcello mengangguk, lalu mengambil pedang dua ganggangnya. “heh, bocah ingusan, lihatlah ini.” Setelah mengatakan itu, Marcello mengayunkan pedangnya kemudian melompat dengan kecepatan yang tinggi di atasannya. Bahkan Ferdinand tidak menyadarinya melompat.

“hey! Pria kerdil bisakah kau menjemputku!” ujar Ferdinand seraya melihat Marcello yang sudah ada di bawahnya dan mendarat dengan aman. Walaupun Ferdinand bingung bagaimana Marcello bisa melakukannya, itu tidak penting baginya, yang terpenting sekarang ia bisa menikmati kota megah di hadapannya.

“jangan panggil aku seperti itu!” jawab Marcello lalu bergegas pergi.

“dasar pria kerdil jika kau tidak menjemputku, aku akan terus memanggilmu pria kerdil.”

“pria kerdil, pria kerdil...Pria kerdil...!” ujar Ferdinand, tapi Marcello tidak memperdulikannya. Akhirnya ia menoleh ke arah putri Nerissa, Lalu berkata, “putri...hehehe bisakah kau menolongku untuk ke bawah.” Ucapnya dengan nada memelas.

Putri Nerissa tersenyum dingin seperti ingin merencanakan hal buruk, tapi Ferdinand yang tidak mengetahuinya, dan menganggap itu senyuman biasa.

Putri Nerissa lalu mendekati Ferdinand, dengan tanpa basa-basi ia langsung menendang Ferdinand dengan keras.

eh? Uwahhhh! Bomm!

Ferdinand langsung jatuh Menabrak tanah kasar, kemudian di susul oleh putri Nerissa, tapi bedanya putri Nerissa turun dengan lembut.

“Aduh... Dasar putri sialan, akan ku balas dua kali lipat dari ini. Tunggu saja!” gerutu Ferdinand sembari mengusap kening dan kakinya yang terluka akibat benturan tanah yang keras.

“jangan banyak bicara, buktikanlah.” Putri Nerissa Langsung bergegas mengikuti arah Marcello pergi. Ferdinand yang terikat kontrak dengannya, mau tidak mau harus mengikutinya. Meski tubuhnya masih sakit, dia tetap mengikutinya. Bukannya dia mau, Tetapi tubuhnya seperti bergerak sendiri seolah di gerakan oleh sesuatu yang tidak terlihat.

Tidak beberapa lama akhirnya Ferdinand dan Putri Nerissa memasuki pemukiman Para Dwarf yang saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Beberapa terlihat membuat senjata, membuat pakaian hingga membuat rumah. Ferdinand yang melihatnya tidak bisa menahan kekagumannya. Awalnya ia pikir Marcello Adalah manusia yang memiliki kelainan, tapi ternyata memang tubuhnya hanya tumbuh sampai seperti itu.

Yang paling membuatnya kagum adalah semua para Dwarf itu seperti sudah ahli dalam melakukannya, dan Bahkan melampaui kemampuan manusia yang selalu membuat Ferdinand kagum, terutama arsitektur-arsitektur istana kerajaan.

Beberapa kali Ferdinand menghampiri beberapa tempat yang membuat dirinya tertarik, yang membuatnya seperti anak kecil yang baru mengenal dunia luar. Putri Nerissa yang merasa jengkel, kemudian menggunakan sihirnya untuk menahan pergerakannya dan hanya memerintahkan untuk mengikutinya.

“Tuan putri, bisakah kau membebaskanku? Aku ingin melihat-lihat sekeliling lagi?” pinta Ferdinand dengan nada memelas.

“Aku tidak ada waktu.”

“Dasar putri sialan!”

Beberapa menit berjalan, akhirnya mereka tiba di tempat tiga patung megah itu berdiri. Ferdinand yang melihatnya sampai-sampai tidak sadar sudah beberapa lama ia menengadah dan membuka mulutnya. Patung itu memang sangat besar dan megah dengan ketinggian di luar nalar manusia.

“Patung yang paling kanan bernama Dewi matahari atau sun goddess. Patung itu merupakan simbol keagungan matahari yang selalu memberikan kehangatan dan kehidupan di kota ini. Pada saat bumi berada di selatan dan Matahari berada di Utara, maka cahaya akan masuk dari lubang itu.” Tutur Dwarf perempuan yang menghampiri Ferdinand dan Putri Nerissa sembari menunjuk lubang di atas langit-langit.

“Maka pada saat itu, kami akan mengadakan ritual penyembahan dengan berbagai acara dan persembahan.”

Dwarf itu, kemudian menjelaskan lagi, patung di tengah-tengah bernama dewi bumi, sosok gadis cantik dengan pohon yang besar di atasnya. Pohon itu melambangkan kehidupan, kesejukan, dan gadis itu melambangkan kegembiraan hidup, rasa ingin tahu dan selalu ingin belajar yang harus di pertahankan selama hidup.

“Untuk kesedihan?” tanya putri Nerissa.

Setelah mendengar itu, Dwarf perempuan menghela nafas seperti tidak ingin menjawab pertanyaan itu. “ untuk kesedihan tidak ada. Meski di bumi ini ada kesedihan, kami berusaha menghilangkannya dan menganggapnya tidak ada. Kesedihan hanya akan membawa kita ke hancuran.”

Wanita Dwarf itu melanjutkan, untuk yang paling kiri bernama sang penguasa bulan, yang selalu mereka puja kala bulan penuh. Mereka percaya sang penguasa bulan akan mengendalikan air, sehingga membuat alam seimbang tanpa kelebihan air sedikit pun.

Setelah menyelesaikan semua hal mengenai ketiga patung tersebut, Dwarf wanita itu meninggal Ferdinand dan Putri Nerissa tapa berpamitan seperti ia marah dengan mereka berdua.

“ah, akhirnya aku menemukan kalian!” ujar Marcello mendekati Ferdinand dan Putri Nerissa. Sebenarnya ia sudah dari tadi tiba, tapi melihat Dwarf wanita itu menjelaskan sesuatu yang pentingnya membuatnya enggan dan memutuskan untuk menunggunya sampai selesai.

Di kedua tangannya sudah ada dua tas besar yang ia persiapkan untuk Putri Nerissa. Semuanya perlengkapan makan dan minum ada.

“aku memerlukan senjata.” Kata Putri Nerissa setelah melihat dua tas itu tidak ada senjata apa pun.

“untuk siapa? Jika itu untuk hewan peliharaanmu, maaf aku tidak bisa memberikannya.” Jawab Marcello tegas. Walaupun tatapan putri Nerissa tajam, ia tidak peduli. Apa yang ia katakan tidak bisa di tarik semudah itu.

“Dasar pria kerdil! Tadi kau tidak mau menurunkanku, sekarang tidak mau memberikan senjata, apakah kau membenciku?” Ferdinand yang sedari tadi diam akhirnya berucap.

“tidak, tapi aku tidak akan menarik kata-kataku lagi.”

Ferdinand ingin menjawab, tapi ia di dahului oleh putri Nerissa

“jika begitu keputusanmu, maka aku akan mencari senjataku di lain tempat.” Setelah mengatakan itu putri Nerissa pergi dengan Ferdinand yang mengekorinya setelah mengambil dua tas dari Marcello.

“tunggu aku tua kerdil!” celoteh Ferdinand sebelum akhirnya pergi.

Marcello Yang melihatnya hanya bisa menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka putri angkatnya sedingin itu.

...****...

Setelah pergi, Ferdinand dan Putri Nerissa berjalan-jalan menelusuri kota yang luas itu. Jika sebelumnya Ferdinand sangat antusias memeriksa berbagai tempat, maka, sekarang itu tidak bisa di lakukan lagi, sebab di kedua tangannya sudah ada dua tas besar yang berat, membuatnya kesulitan dalam bergerak.

Ia juga menyarankan untuk menggunakan sihir agar dapat lebih mudah membawanya akan tetapi putri Nerissa tidak menjawabnya, meski Ferdinand memanggil beberapa kali.

Hal itu berlanjut hingga mereka melihat kerumunan orang yang sedang menyaksikan sebuah pertunjukan di tengah jalan dan menjadi pusat perhatian mereka, tidak kecuali Ferdinand dan Putri Nerissa.

“ kawan-kawanku sekalian, hari ini adalah hari keberuntungan kalian, hari ini kami akan menjual sebuah senjata yang berharga dan hanya ada satu saat ini.”

Seorang Dwarf menjelaskan sebuah senjata yang ingin ia jual. Beberapa kali ia terlihat mengangkat dan menguji senjata itu. Senjata itu tidak lain sebuah pedang panjang dengan warna besi yang mengkilat.

Dengg!

“dengan senjata ini, kami pastikan tidak akan ada monster, pohon, dan batu yang bisa menahan kekuatannya. Pedang ini terbuat dari besi pilihan dengan ganggang yang menawan. Namun kuat. Dengan 1000 lebar uang pengrajin kalian sudah bisa membawanya pulang, tanpa takut rugi atau pun tertipu.” Ujar Dwarf itu setelah menancabkan pedang itu ke tanah dan mengeluarkan suara khasnya.

Setelah kata-kata itu terjatuh, semua Dwarf di sekitar berbisik-bisik. Ada yang mengatakan itu terlalu mahal, pedang tidak berguna, lebih baik membeli senjata yang lain dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang keluar. Walaupun lebih banyak yang berkomentar negatif, Dwarf penjualan itu tetap tersenyum sembari memandang sekitarnya.

Seorang pedagang yang berpengalaman, jelas tentu tahu apa yang di katakan para Dwarf yang menonton. Selain ingin membuat mental penjual jatuh, itu juga akan membuat harga turun, tapi pedagang pedang itu sepertinya sudah berpengalaman. Meski berbagai komentar negatif yang berjatuhan, ia tetap percaya diri.

“Apakah ada cara lain untuk membayarnya?” akhirnya putri Nerissa berucap dan maju ke depan.

Saat putri Nerissa maju semua Dwarf berbisik-bisik. Bagaimana bisa ada seorang manusia di kota mereka? Namun mereka tidak berani mengusiknya dan hanya bisa berbisik-bisik.

“tentu nona, tapi aku sarankan kau lebih baik membayarnya, karena cara lain itu sangat berbahaya. Setahuku hanya dua puluh persen kemungkinan untuk berhasil.”

“Katakan.”

Dwarf itu terkejut, kemudian memandang wajah Putri Nerissa, melihat-lihat apakah ada rasa keragu-raguan darinya. Namun setelah beberapa detik yang hening itu tidak ada keragu-raguan di wajah Putri Nerissa. Dengan terpaksa dwarf itu mengatakannya.

“Ada ular kepala sembilan yang tinggal di gua yang berada di sudut kota ini. Jika kau berhasil membunuhnya, aku berjanji akan memberikan pedang ini secara gratis.”

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!