Bab 3.
Sejumlah anggota satuan pengamanan Rumah Sakit Adyaksa, Jakarta Timur melarang wartawan meliput di areal rumah sakit. Hal ini dilakukan, menyusul adanya kasus bunuh diri artis cantik Zara Angel, yang dilarikan ke rumah sakit ini.
Untuk berada di areal rumah sakit saja sudah mendapat perlakuan sinis. Apalagi untuk mengambil gambar, hal itu sangat dilarang.
Salah satu oknum Satpam melarang wartawan menjalankan tugas jurnalistiknya, “Jangan ambil gambar dulu ya, Pak,” kata dia seraya menghalangi kamera. Sebab rumah sakit berwenang untuk membuat kebijakan dan larangan untuk tidak mengambil foto atau video di lingkungan ini. Upaya bentuk larangan ini adalah untuk melindungi hak privasi dari semua pasien, termasuk melindungi rahasia medis pasien.
“Pak bisa di luar saja dulu,” titah salah seorang satpam yang lain mendorong tubuh mereka.
“Apa sudah ada kabar terbaru mengenai Artis Zara Angel?” seorang wartawan tetap menodongkan kamera berikut perekam suara.
“Kurang tahu saya. Tugas kami di luar,” jawab dia lagi.
Sementara di dalam, Zara masih berada dalam penanganan. Kondisinya dinyatakan kritis akibat mengonsumsi obat-obatan yang berlebih. Namun beberapa penanganan sudah dilakukan oleh para dokter. Yakni memasukkan tabung pernapasan, memompa perut untuk mengeluarkan zat dari dalamnya, memberikan cairan infus untuk membantu mempercepat pembuangan zat dari tubuh, berikut memberikan obat penawar agar Zara bisa segera kembali pulih.
Grace sendiri lega karena beberapa jam kemudian, Zara sudah dipindahkan ke ruang rawat. Menunggu atasannya tersebut sadarkan diri.
“Ada-ada saja, ya. Pakai bunuh diri lagi, nggak mikirin aku gimana nanti,” gumam Grace, lelaki setengah perempuan yang biasa mengatur semua jadwal aktivitas Zara selama ini. “Orang bisa mengira aku yang menyiksanya dengan memberikan jadwal yang terlalu padat.”
“Permisi,” ujar suara pria dari dekatnya membuat Grace sontak mendongak untuk melihatnya lantaran orang tersebut mempunyai tubuh sedikit lebih tinggi darinya. Dia berada di depan lift setelah membeli makanan dari bawah karena lapar yang tak tertahankan.
“Lah, Ustaz Ray. Jadi kamu yang menghubungi aku tadi?”
Rayyan menganggukkan kepala
“Kamu kok bisa masuk ke sini?”
Namun Rayyan mengabaikan pertanyaan Grace barusan, karena justru menanyakan hal lain yang lebih penting, “Gimana keadaan Zara sekarang?”
“Gimana kamu bisa masuk, sedangkan wartawan saja nggak bisa,” Grace masih saja bingung dengan kemunculan Rayyan yang secara tiba-tiba di hadapannya, “oh, iya, Zara sudah dipindahkan ke ruang perawatan.”
“Memangnya dia belum sadar?” tanya Rayyan sedikit panik.
“Belum,” jawab Grace lesu, “doakan dia, ya. Semoga lekas sadar. Kasihan. Dia pasti tertekan sekali dengan berita atau gosip-gosip yang beredar. Aku harap semua orang nggak menyalahkannya.” Grace menjawab demikian karena sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sebelum menemukan Zara terkapar di lantai kamar rumahnya.
“Apa keluarganya ada di dalam?” Rayyan bertanya lagi.
“Keluarga yang mana?” kata Grace agak menyentak, “nggak ada keluarga yang peduli sama dia, kecuali hartanya. Semua orang juga tahu, masa kamu enggak?” sadar suaranya terlampau tinggi, Grace kemudian merendah, “maaf, aku selalu emosi kalau bahas keluarga dia yang nggak tahu diri itu.”
“Apa kamu bisa menemani saya untuk menjenguknya?”
“Sebenarnya aku bingung kamu sepeduli ini sama dia—tapi ya, sudah, kalau Ustaz memang mau lihat saya antar. Tapi ingat, hanya sebentar,” tegas Grace memperingatkan.
Rayyan mengangguk, “Baik, terima kasih.”
Keduanya lantas masuk menuju ke ruang rawat VVIP. Di sana, Zara sedang terbaring di atas brankar dengan bibir pucat.
“Siapa yang membawanya ke sini tadi?” Rayyan bertanya setelah duduk di sofa yang di sediakan.
“Aku yang membawanya,” jawab Grace menunduk lesu, “aku nggak bisa bayangin kalau aku datang terlambat. Pasti Zara nggak akan tertolong.”
“Apa kamu tahu penyebab dia melakukan ini?” tanya Rayyan untuk memastikan dugaannya sendiri, apakah benar?
“Mana aku tahu? Awalnya, aku ke rumah Zara hanya ingin mengantarkan pakaian untuk pemotretan besok, tapi tahu-tahu pas datang, rumahnya sepi. Nggak lama setelah itu aku dengar gelas pecah di kamar. Dan kondisinya sudah seperti itu, mulutnya berbusa. Nggak nunggu lama aku langsung panggilkan ambulans ke sini,” papar Grace dengan runtut, “ributlah orang kompleks. Langsung viral berita Zara bunuh diri. Wartawan sudah nunggu aku buat klarifikasi di depan rumah sakit. Tapi aku abaikan. Biar saja sampai mereka capek, nanti kalau lapar juga pulang.”
Grace mengusap rambut panjangnya. Terus-terang dia amat frustrasi dengan kabar berita simpang siur Zara yang sedang beredar. Mungkin andai dia manajer lain, orang tersebut akan membuat gimmick untuk mencari simpatisan netizen dengan melakukan pembohongan publik supaya netizen tak terus-terusan membuly artisnya. Namun Grace tidak demikian, dia memilih untuk tak mengambil kesempatan ini karena yakin, semua berita akan redam dengan sendirinya.
Menurutnya, banyak klarifikasi akan menimbulkan banyak masalah lain—apalagi, kalau sampai salah berbicara. Toh, belum tentu mereka akan percaya. Yang ada ... masalah malah justru semakin bertambah runyam. Sebab pasti selalu ada saja media yang menggoreng beritanya.
Grace mengambil makanan yang dibelinya barusan, lalu mengunyah di depan Rayyan, “Sorry ya, aku nggak nawarin kamu makan juga. Nggak ada soalnya.”
“Nggak papa,” jawab Rayyan, “aku juga mau langsung pulang. Aku hanya mau memastikan saja bagaimana keadaannya. Syukur-syukur, secepatnya nanti ada kabar baik.”
“Makasih doanya,” jawab Grace agak bergumam karena mulutnya sedang penuh.
Usai Rayyan pergi, Grace pun kembali bergumam sendiri, “Kalau cinta ya bilang cinta, kalau sayang ya bilang sayang. Jangan bohongin diri sendiri. Kalau sudah punya tunangan ya, harus komitmen. Pastikan dan pilih salah satu. Nggak yang alim, nggak yang bad boy, semua sama aja. Aku dah pengalaman!”
🌺🌺🌺
Zara bangun karena tersedak oleh ludahnya sendiri. Pada saat membuka mata, dia langsung mendapati wajah Grace di sampingnya.
“Syukurlah kamu sudah sadar,” ujar Grace pada Zara yang membuka mulut hendak mengucapkan sesuatu.
“Kenapa aku masih hidup?”
“Jangan gila, deh. Masa cita-cita kepengen mati.”
“Aku memang sudah gila, Grace.”
“Hanya berita seperti itu saja kamu mau bunuh diri. Maaf, kalau aku bilang kamu itu bodoh. Justru namamu akan semakin bersinar kalau kamu tetap tenang dan tabah menghadapi berita ini. Buktikan ke mereka bahwa semua berita buruk ini nggak benar. Kamu percaya, kan? Semua bisa berubah, bahkan dalam sekejap sekalipun kalau Tuhan mau.”
‘Bukan itu saja masalahnya, Grace ... kamu nggak akan tahu bagaimana rasanya dibenci oleh orang yang kita cintai.’
Sejenak Zara tertegun. Hah? Cinta?
Ya, hatinya telah lancang melabuhkan hati kepada pria tersebut. Entah sejak kapan. Dia tidak tahu. Mungkinkah semenjak pertama kali mereka bertemu?
Beberapa menit kemudian, dokter dan suster datang memeriksa kondisi Zara setelah Grace menekan bel panggilan khusus yang terletak di atas kepala Zara.
“Tadi Ustaz Rayyan datang menanyakan keadaanmu,” ucap Grace memberitahu Zara yang langsung melebarkan mata bahagia. Namun hanya beberapa saat, karena beberapa detik berikutnya, Zara kembali meredup. Dia teringat ucapan Rayyan siang lalu yang melarangnya untuk menyebut namanya lagi—dan yang lebih menyakitkan, dia memintanya untuk melupakannya dan menganggapnya untuk tak pernah saling mengenal.
Sepertinya, mulai sekarang dia harus belajar melupakan. Karena Rayyan malu berteman dengan manusia buruk seperti dirinya.
***
Bersambung....
lanjut lagi gak?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Purnama
Ini terinspirasi van***a Angel ya?
2022-11-05
0
auliasiamatir
sumpah ini keren
2022-08-22
0
𝓐𝔂⃝❥hanny👈🏻
rayyan ini dipanggilnya ustadz, apa dia ustadz kondang di tv / ustadz yg sering kasih kajian di majelis biasa ?
kenapa juga gampang banget kemakan isu, meskipun seandainya isu yg menerpa Zara itu benar sikap Rayyan tdk bisa dibenarkan, hrs nya sbg ustadz dia bisa berbicara lebih santun dan baik.
2022-06-27
0