Bab 2.
Rayyan baru saja tiba di rumahnya. Di sana, dia langsung disambut oleh mamanya di depan pintu.
“Waalaikumsalam, Nak,” jawab beliau begitu Rayyan mengucapkan salam. Kemudian, mencium tangan ibundanya yang masih cantik di usia hampir lima puluh tahunan tersebut.
“Tumben sepi, pada ke mana, Ma?” ujar Rayyan bermaksud menanyakan ketiga adik-adiknya.
“Lagi pada pergi semua, ada yang tugas kuliah, ada yang lagi main sama teman-temannya, ada yang pergi sama Papa beli makanan di luar.”
Setelah duduk, pria itu langsung disuguhi dengan minuman hangat di depannya. Dia paham, kalau sudah seperti ini, pasti mamanya akan menyampaikan sesuatu. Terlebih, beliau sudah duduk di sebelahnya sekarang.
“Ada apa, Ma?” tanya Rayyan agar mamanya langsung mengatakannya sekarang juga.
“Kamu selalu tahu kalau Mama punya unek-unek,” Vita tersenyum dan mengusap pundak putranya, “ya, memang ada hal yang ingin Mama sampaikan sama kamu. Ini soal kamu sama Zara.”
Rayyan sempat terkesiap saat mamanya menyebut nama itu. Wanita cantik yang belakangan ini menghiasi hari-harinya.
“Sejauh apa hubunganmu dengannya?”
“Kami nggak pernah ada hubungan apa-apa, Ma,” jawab Rayyan membuat mamanya bernapas lega.
Bukan tanpa sebab Vita bertanya demikian. Dia sering melihat foto-foto putranya dan juga wanita itu di program atau acara yang sama. Bahkan tak sedikit komentar-komentar yang menjodohkan keduanya dan berharap Rayyan dapat mengubah Zara menjadi lebih baik. Vita seorang yang sangat perasa dan sangat mengenali anaknya melebihi dirinya sendiri. Ada tatapan berbeda ketika mereka sedang berbicara berdua.
Ini yang dia khawatirkan, Zara adalah seorang publik figur yang tak mempunyai prestasi selain kontroversi. Dia tidak setuju jika anaknya bersanding dengan wanita seperti itu. Ada banyak perempuan baik di luar sana yang bisa Rayyan pilih.
Semua orang tua hanya menginginkan yang terbaik. Dia sudah lelah dalam mengurusnya siang dan malam, mendidiknya dengan penuh ke hati-hatian, membiayainya sekolah di luar negeri. Rasanya kalau bisa menentukan, bukan demikian menantu yang dia inginkan. Terlebih—usia Zara jauh lebih tua dibandingkan dengan putranya. Ya—meskipun andai dilihat-lihat cocok dan sebaya dengan Zara Angel. Sudah menjadi rahasia umum, seorang artis pasti mempunyai perawatan mahal dibalik penampilan sempurnanya.
“Maaf ... tidak seharusnya Mama bertanya seperti itu. Tapi terus-terang, ini yang kami khawatirkan semenjak kemarin.”
“Nggak papa, Ma,” jawab Rayyan tersenyum memandang wanita pertama yang dicintainya.
“Bagaimana hubunganmu dengan Hamidah?” tanya Vita lagi.
Hamidah adalah wanita yang sudah disematkan cincin pertunangan beberapa bulan lalu dari perjodohan kedua orang tuanya. Ya, mereka saling mengenal dan berteman cukup baik. Yudha dan Vita sendiri tidak pernah memaksa anaknya untuk menerima. Sebab andai tidak pun, mereka tidak masalah. Mereka hanya khawatir, di usia yang sudah sejauh ini, anaknya belum pernah terlihat dekat dengan seorang perempuan.
Namun pada saat itu Rayyan menyetujui karena yakin, orang tuanya tahu yang terbaik untuk dirinya—dan cinta, pasti akan datang kalau sudah terbiasa.
Tetapi hingga saat ini, Vita dan Yudha melihat hubungan mereka masih abu-abu. Keduanya tidak terlihat sungguh-sungguh untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
“Apa sudah tidak bisa diperbaiki lagi?” Vita khawatir, putranya menjadi sosok pengecut yang tidak mau bergerak untuk membuat semua ini menjadi jelas.
“Dia sendiri yang memutuskan tali silaturahmi dengan memblokir kontak ponselku, tanpa aku tahu penyebabnya. Saat aku temui, keluarganya selalu bilang nggak ada. Aku nggak tahu harus apa.”
“Mama minta kamu cepat selesaikan masalahmu. Jangan dibiarkan seperti ini, harus ada kejelasan.”
“Tapi untuk sementara ini aku belum bisa. Masih sibuk, Ma. Masih banyak urusan yang harus aku selesaikan. Nggak enak kalau harus terus bolak-balik ke rumahnya. Nggak dihargai itu malu.”
“Iya, Mama tahu,” kata Vita akhirnya mengerti kegundahan hati putra pertamanya. Keduanya berbicara banyak hal tentang kegiatan mereka hari ini dan apa saja rencana adik-adik mereka ke depannya dengan membiarkan TV di depan mereka tetap menyala.
“Umar mau S2 di Yaman. Zunaira tetap di sini, tapi kalau Mauza mau langsung menikah saja katanya,” ujar Vita membuat Rayyan terkekeh.
“Masih kecil, sudah punya cita-cita menikah.”
“Dia sudah malas sekolah atau mikir lagi. Dia ingin punya suami seperti papanya atau kakaknya katanya, biar tidak perlu susah-susah sekolah. Jadi kalau mau tahu banyak hal, tinggal belajar saja dari suaminya.”
“Semoga saja begitu.”
“Mauza memang beda. Kembar itu sama bar-barnya seperti opa kalian. Kalau Zunai mode kalem. Mama sama Papa hati-hati sekali kalau bicara sama dia. Dia itu hatinya lembut sekali. Gampang tersentuh. Duh, Mama sama Papa nggak rela kalau Zunai berjodoh sama orang kasar. Ke depannya kalau mau menerima lamaran orang harus selektif.”
Rayyan hanya tersenyum dan menganggukkan kepala menanggapi ucapan mamanya. Tapi kali ini pembicaraan mereka terhenti sebab mendengar berita yang tak lain dari layar televisi. Yang menerangkan bahwa:
“Diduga bunuh diri, artis bernama Zara Angel tenggak 17 tablet obat hingga overdosis. Zara ditemukan terkapar di lantai kamar rumahnya sendiri dengan kondisi mulut berbusa. Kondisinya saat ini masih dalam keadaan kritis dan sudah dibawa di rumah sakit Adyaksa.”
“Ya Allah ... Innanilah,” ujar Vita terkejut menatap televisi dengan mengatupkan kedua tangannya. Tak menyangka, bahwa artis yang sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini karena kasusnya, kini memilih untuk mengakhiri hidup.
Demikian yang dirasakan oleh Rayyan. Dia pun sama-sama syok meski pria itu tak menunjukkannya. Padahal beberapa jam yang lalu, mereka baru saja bertemu. Sontak ia merasa begitu bersalah karena pertemuan mereka barusan sangat buruk.
‘Ya Rabb ... apa ucapan dan perlakuanku terhadapnya barusan terlalu berlebihan?’
“Semoga saja dia masih selamat, ya,” ujar Vita lagi, “pasti dia depresi berat karena kabar berita kemarin. Entah itu benar atau tidak, tapi kasihan juga, sih. Mungkin semua orang punya dosa, tapi kalau aibnya diketahui semua orang pasti sedihlah.”
Rayyan dilema. Ingin menjenguknya, namun takut beritanya muncul di media dan mengira mereka ada hubungan. Tapi kalau tidak menjenguk, dia merasa bersalah.
“Aku mau masuk ke dalam dulu, Ma,” kata Rayyan sangat terburu-buru dan segera masuk ke dalam kamar. Di sana, dia langsung mencari kontak ponsel Zara untuk menghubunginya. Dia yakin Zara sedang bersama asisten atau manajernya sekarang.
“Iya, siapa ini?” sahut suara dari seberang begitu telepon tersambung.
“Apa tidak ada namaku di sana?”
“Hanya ada huruf R di sini.”
“Namaku Ray, aku hanya salah satu teman laki-lakinya yang ingin mengetahui bagaimana kabar Zara sekarang.”
“Zara masih berada di IGD, untuk kabarnya sendiri saya pun belum bisa memastikan,” tegasnya.
“Apa saya bisa menemuinya?”
“Maaf, untuk beberapa hari ini belum bisa. Ada lagi yang mau dibicarakan? Kalau tidak ada, saya tutup.”
“Baik, terima kasih.”
Telepon ditutup. Dia mengusap wajahnya frustrasi, “Ya Allah, maafkan aku yang terlalu sombong ini ... pasti dia syok dengan perkataan ku.”
Oleh karenanya, Rayyan segera bersiap. Mengambil kunci motor dan menuju ke rumah sakit tempat Zara ditangani tanpa peduli Grace menolaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Arin
lagian jdi orng terllu percya dngn apa yg orng bilang...terkdng isi itu ngga sm dngn kulitny
2022-12-26
0
auliasiamatir
lah... cemas juga ray
2022-08-22
0
🎤🎶 Erick Erlangga 🎶🎧
LG mantau 🧐
2022-06-08
0