Jangan Sebut Namaku
Bab 1.
Diduga Terkait Prostitusi Online, Polisi Tangkap Artis Berinisial ZA di Hotel Mewah Jakarta Pusat – Breaking News.
Dari informasi yang didapat, ketiga tersangka diduga dua orang muncikari dan seorang artis berinisial ZA.
Hingga detik ini, belum ada keterangan dari polisi terkait kabar berikut.
Rayyan meletakkan ponselnya di meja setelah membaca berita viral baru-baru ini dan wara-wiri muncul di beranda sosial medianya. Dia pun tak habis pikir, wanita yang beberapa hari belakangan ini dekat dengannya itu, ternyata adalah seorang ....
Ya, sedemikian buruknya wanita berinisial ZA yang dia kenal baik-baik, walau pengetahuan agamanya cukup minim.
“Nggak aku sangka, ternyata kamu seperti itu. Aku pikir, kamu wanita baik-baik. Ternyata bukan. Salah kalau aku sedikit berharap bahwa kamu sudah berubah.”
Agak kesal, pria berusia 26 tahun kemudian mengemas buku-bukunya yang ada di meja untuk segera pergi dari tempat itu. Tepatnya di cafe milik keluarganya sendiri. Dia memang suka belajar di sana karena suasananya lebih menyenangkan dibandingkan di rumahnya sendiri. Sebab, ia selalu terganggu oleh suara berisik ketiga adik-adiknya.
Tapi saat ia beranjak keluar, wanita yang baru saja diberitakan demikian, justru muncul di hadapannya. Dia adalah Zara Angel Purnawirawan, kerap disapa Zara oleh orang-orang termasuk dirinya. Usianya hampir menginjak 30 tahun, usia yang sudah sangat dewasa bagi seorang perempuan. Tetapi masih sangat kekanakan dan mempunyai hidup tak terarah karena kurangnya kasih sayang dari orang tuanya.
Zara berpakaian tertutup memakai selendang yang hanya di sampirkan di kepalanya. Rayyan yakin, dia berpenampilan demikian hanya saat berada di hadapannya saja. Karena berdasarkan foto-foto yang beredar, Zara selalu memakai pakaian biasa saat melakukan syuting.
“Assalamualaikum, Ustaz,” sapanya tersenyum.
“Waalaikumsalam.”
“Aku tahu Ustaz pasti di sini, lagi belajar buat kajian nanti malam. Aku mau ngembaliin ini.” Wanita yang berinisial ZA tersebut mengulurkan buku fiqih wanita yang dipinjamkannya beberapa waktu yang lalu, “Aku sudah membacanya sampai habis dan hampir menghafal semuanya. Makasih, ya!”
“Kamu simpan saja,” jawab Rayyan enggan menerimanya.
“Oh, ini buat aku?” tanya wanita itu memastikan dan melihat pria di hadapannya tersebut menganggukkan kepala, “ya sudah, sekali lagi makasih. Next aku akan baca-baca lagi kalau aku lupa. Kamu mau pulang?”
“Sudah, kan?” tanya Rayyan, “apa ada lagi yang mau kamu bicarakan?”
Senyum di wajah Zara langsung memudar, pria yang selama ini di kenalnya ramah itu tiba-tiba berubah menjadi dingin dan berbeda. Apa aku pernah berbuat salah? Batinnya menduga-duga.
“Nggak ada,” jawab Zara menundukkan kepala. Dari wajahnya, wanita itu terlihat sedikit kecewa.
“Ya, sudah. Saya mau pulang,” ujar Rayyan melangkahkan kaki meninggalkan wanita yang tengah terdiam kebingungan.
Tak ingin di dera rasa penasaran, Zara pun mengejarnya dan refleks memanggilnya tanpa menyematkan sebutan, “Rayyan!”
Rayyan sontak berhenti dan menoleh.
“Tunggu.”
“Aku pikir, kita tidak punya urusan. Kalau kamu mau memahami ilmu agama lebih jauh, kamu bisa masuk ke pesantren atau kalau bisa datangi kajian di mana pun ada. Jangan mengejarku seperti ini, seolah aku punya hutang sama kamu.”
“Ngejar?” tanya Zara tak habis pikir. Pertemuan mereka selama ini Zara yakini bukan karena dia mengejarnya—tetapi hanyalah sebuah kebetulan.
“Aku nggak ngejar kamu. Aku cuma mau ngembaliin buku ini.” Zara menunjukkan buku yang masih ada di tangannya. “Maaf kalau aku membuatmu kurang nyaman.”
Tak kunjung mendapatkan respons, Zara kembali berkata, “Ray, kalau aku punya salah, aku minta maaf.”
Rayyan menatapnya sekilas. Terdengar decakan halus setelah pria itu menggelengkan kepalanya serupa orang yang tengah keheranan melihat perilaku yang tidak menyenangkan, sebelum akhirnya kembali melangkah pergi.
“Rayyan!” panggil Zara tak suka diabaikan seperti itu. Tapi kali ini, Rayyan menoleh dengan rahang yang mengeras. Terlihat pria itu menahan semburat amarah yang membuat Zara semakin bingung. Apa yang salahnya?
Agak lama Rayyan terdiam, sebelum kini ia berujar dengan suara pelan, namun begitu menekan, “Jangan pernah sebut namaku lagi, apalagi di depan umum.”
DEG....
Bagaikan dipelintir. Air mata Zara langsung luruh sepersekian detik setelah mendengarkan pernyataan itu.
“Aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah sebut namaku,” Rayyan mengulang dengan tegas.
“Tapi apa salahku? Kalau ada, beritahu supaya aku bisa introspeksi.”
“Anggap saja kita tidak pernah mengenal.”
“Kenapa?” tanya Zara dengan lelehan air mata yang tidak lagi dapat ia bendung, “apa kamu takut reputasimu sebagai seorang ustaz akan hancur kalau mereka tahu kamu berteman dengan pendosa sepertiku?”
Rayyan terlihat menelan salivanya, namun tidak berkeinginan untuk membuka suara apa pun selain pergi dari hadapannya. Hingga kemudian, berlalu begitu saja. Meninggalkan Zara yang masih berdiri di tempat tadi.
‘Apa aku serendah itu di matamu?’ batin Zara amat nyeri, ‘semua orang pun akan malu berteman denganku karena berita murahan itu.’
Pada saat terjadi penggerebekan, kebetulan Zara memang berada di sana untuk urusan pertemuan dengan seseorang. Tetapi malah di duga sebagai salah satu tersangka. Dia baru menyadari bahwa dirinya dijebak oleh orang-orang setelah dia tahu, orang yang dijanjikan tidak kunjung datang.
Zara dilepaskan setelah terbukti tidak bersalah. Namun, berita sudah terlanjur tersebar, dan namanya sudah terlanjur buruk. Terlebih selama ini Zara dikenal sebagai artis kontroversial. Membuat apa yang dilakukannya selalu salah dan panen hujatan. Mungkin bernapas saja salah, pikirnya.
Dari beberapa kasus, ada yang paling dikecam; meng-endorse kosmetik palsu, operasi plastik, silang pendapat dengan netizen, perseteruannya dengan artis lain, dan yang terakhir, terlibat kasus prostitusi. Celakanya, semua orang malah justru mengira ia membayar orang-orang berseragam tersebut untuk membebaskannya.
Usai Rayyan pergi dari hadapannya, Zara pun kembali masuk ke dalam mobilnya yang ada di tempat parkir. Dia menangis di dalam sana sejadi-jadinya. Entah kenapa dia begitu sedih hari ini. Perkataan Rayyan barusan yang terdengar begitu menyakiti hatinya. Dan dia menyadari ada perasaan lain yang mulai tumbuh—lebih dari sekadar teman.
“Kenapa semua orang membenciku? Apa aku nggak pantas berteman dengan siapa pun?”
Zara kemudian menyetir mobilnya ke sebuah apotek. Memakai masker dan kerudung agar tak dikenali oleh orang-orang, dia pun turun untuk membeli paracetamol sebanyak mungkin. Sesampainya di rumah, dia pun menenggaknya dalam satu waktu secara bersamaan.
Banyak sekali beban dan masalah yang dia pikirkan. Entah sebuah ide konyol dari mana—tetapi ia yakin cara ini bisa mengakhiri semua penderitaannya selama ini. Ya, dia harapnya demikian.
Hingga beberapa menit kemudian, wanita itu menunjukkan tanda-tanda atau reaksi yang dia harapkan. Sakit perut, mual, diare, kemudian nyeri dada yang teramat sangat. Sampai akhirnya, tubuhnya mulai lemah dan ambruk di lantai kamar dengan mulut berbusa.
***
Selamat datang di cerita terbaruku, semoga suka. Jangan lupa tekan like, love, komen dan share sebagai bentuk dukunganmu terhadap cerita ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
ANNTIE
/Smile/
2024-08-23
0
lili
mampir kak
2022-09-19
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
hadir ka meliani.....karya terakhirmu yg lagi ku baca nih..... janjiku lunas ya... ngebuttttt bacayaaa loh..... 4 novel dalam 1 bulan.... lemes deh blm drakor on going blm tiktok bts... ampun kerjaaan emak yg bikin happy
2022-09-18
0