Episode 05

...•••••...

Ravendra keluar kamar dengan tampang kusut. Ajeng berdiri dua meter darinya sambil bersedekap. Ravendra memicingkan mata. Agak kesal juga, mengapa adik yang sering dibelanya itu justru memihak cewek yang akan dijodohkan dengannya.

"Kenapa? Kamu mau memastikan supaya aku nggak ke mana-mana, iya?" tanya cowok itu sarkas.

Ajeng menggeleng. Membenahi anak rambutnya yang terjatuh. "Aku tahu Kak Raven nggak se-drama itu kok." Dia tersenyum. "Aku cuma mau memastikan kalau Kak Raven udah ganteng aja gitu. Bentar lagi datang kok, lima menitan. Tadi Ibu dapat telepon dari Tante Nadya."

"Oh, jadi Tante Nadya itu calon mertuaku, gitu?" sekadar bertanya tanpa minat, Ravendra menuruni anak tangga terlebih dahulu.

Di ruang tamu, Ayah dan Ibu sudah siap dengan pakaian yang lebih rapi. Melihat kedatangan Ravendra dan Ajeng, keduanya tersenyum. Ibu mendatangi Ravendra, mendudukkan anak cowoknya itu di salah satu sofa.

Melihat gelagat sang ibu, Ravendra bergeming. Ibu kayaknya bahagia banget ya? Padahal ini baru perjamuan kecil lho, dan Ibu udah se-bahagia ini?

Ravendra melirik Ayah, ayahnya itu juga tidak kalah senangnya. Kalau begini, bagaimana Ravendra akan bertanya apakah keluarga cewek yang akan dijodohkan dengannya itu punya utang atau tidak?

Lalu bagaimana jika dia akan tetap menikah dengan cewek yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali? Bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Gianna?

Jauh di lubuk hatinya, dia sangat mencintai Gianna. Hanya cewek itu yang mampu merebut hatinya tanpa permisi. Tidak mungkin dia pergi begitu saja setelah hatinya sudah dirantai dengan baik oleh sosok Gianna.

Lima menit berlalu begitu cepat. Sebuah mobil Ertiga putih memasuki pekarangan keluarga Birusna. Ravendra mengernyit. Kalau keluarga ini punya mobil sebagus itu, nggak mungkinlah alasan perjodohannya karena utang.

Seorang wanita dengan rambut pendek yang tergerai turun dari kursi penumpang. Ravendra bisa menyimpulkan, dari auranya saja sudah terlihat bahwa wanita itu benar-benar anggun.

Sekarang, dia hanya perlu melihat anak cewek dari wanita menawan itu keluar dari pintu yang satunya.

"Dia?"

...•••••...

"Kamu gugup?" tanya Mama Nadya diselingi tawa kecil.

Hantara meringis. Baginya, perjalanan menuju kediaman Birusna berlalu begitu cepat dikarenakan kegugupan yang melanda. Jujur saja, dia tidak pernah segugup ini.

Okelah, alasan perjodohan memang sudah menggetarkan sekujur tubuhnya melebihi apa pun. Tapi masalahnya ... dia tahu betul siapa yang akan ditemuinya.

Ravendra Birusna. Cowok yang dikenalnya saat dia menjadi gebetan Seno. Satu tambahan lagi, Ravendra itu selalu bersikap formal padanya. Seakan-akan cowok itu menunjukkan bahwa Hantara bukan seseorang yang akan didekati lebih jauh. Hanya dua orang asing yang saling menyapa kemudian melupakan satu sama lain.

Lalu, membayangkan dirinya menikah dengan Ravendra, tinggal satu atap, dan menghabiskan waktu selamanya? Itu bukan sesuatu yang bisa mendamaikan hatinya setelah urusannya dengan Seno selesai.

Apalagi, Ravendra punya pacar. Yang katanya Sagara, pacarnya Ravendra itu menantu idaman kalangan atas. Ravendra merupakan salah satu cowok beruntung karena mampu menggaet hati Gianna Rosalinda.

Setelah pertemuan ini, yakin sekali kalau dirinya akan dianggap sebagai si pengganggu pasangan sempurna.

Astaga ... itu gelar yang sangat tidak berkelas.

Hantara cuma mau harinya kembali tenang. Menjalani perkuliahan dengan sebebas-bebasnya, terlebih dalam hal gebetan. Dia mau mencari gebetan lebih banyak lagi.

Mama menyikut lengannya pelan. Hantara mendongak. Pekarangan indah dengan berbagai jenis tanaman dan dua kolam ikan. Di belakangnya berdiri rumah bercat cokelat tua nan menjulang yang berhasil membawa Hantara masuk ke dalam dunia dongeng.

Hantara tidak berbohong. Rumah yang berada di hadapannya ini sangatlah indah dan menakjubkan. Sekarang, Hantara malah minder. Apa penampilannya sudah pantas sebagai tamu di rumah ini atau belum? Dia merasa kerdil sekali.

"Selamat datang, Nadya!"

Seorang wanita dengan gelungan kecil, menghampiri dengan senyum merekah. Hantara mengenalinya sebagai Tante Lusi yang pernah bertemu tempo hari. Di belakangnya, berdiri sang kepala keluarga yang---kata Mama---bernama Om Hendra.

"Perjalanannya lancar, Nadya?" tanya Om Hendra kepada Mama. Kebetulan, Om Hendra dulu merupakan kakak kelas mamanya saat SMA. Dan Tante Lusi sendiri merupakan sahabat Mama yang berjodoh dengan Om Hendra di kemudian hari.

"Iya, lancar, beruntung banget kamu menyarankan Mas Sopir ini ke aku, Ndra." Mama beralih menatap anak cewek yang berdiri di samping kiri Tante Lusi. "Ini Ajeng? Anak perempuanmu yang baru masuk kuliah itu kan?"

Ajeng menyalami Mama Nadya, lalu Hantara. Diam-diam, Hantara mencari keberadaan Ravendra. Alangkah lebih baik jika cowok itu tidak hadir. Alasan sakit perut dan dipanggil dosen tampaknya akan sangat membantu Hantara.

"Oh iya, Ravendra! Sini, Nak! Sapa dulu Tante Nadya dan Hantara!" Seru Tante Lusi dengan riangnya.

Hantara memejamkan mata sejenak. Ravendra ada. Dan itu berarti, dia tidak bisa lolos dari apa pun. Astaga naga! Hantara memekik dalam hati.

Dia bertatapan dengan Ravendra!

Tatapannya begitu dingin dan menusuk. Hantara serasa berada dalam musim dingin yang lebih dingin dari Denmark---dia pernah berwisata ke negera tersebut tahun lalu. Tubuhnya menegang. Dia menjadi lebih waspada entah karena apa. Apa mungkin ... Ravendra akan melemparinya sepatu? Huhuhu konyol banget pikiranku!

Kini Ravendra berada tepat di hadapan Hantara. Cowok itu mengenakan setelan kasual yang lebih rapi ketimbang hari biasa di kampus. Mau seberapa besar menyangkal, Hantara mengakui bahwa cowok itu cukup tampan.

Hah! Ini mah dia santai aja ganteng banget. Apalagi kalau dirapiin kayak gini.

"Ketemu lagi rupanya," ucap cowok itu, tidak lupa dengan tatapan mautnya. Hantara menelan ludah, dia tidak boleh tampak lemah. Selama ini, dia selalu terlihat kuat dan tangguh. Tiap bertemu dengan Ravendra pun, dia merasa bahwa dunia berada dalam genggamannya.

Namun kali ini, apa karena judul pertemuan dua keluarga ini ya? Jika biasanya dia bertemu dengan Ravendra sebagai dua orang asing, kini mereka bertemu dengan dedikat baru. Calon pasangan. Calon jodoh. Calon suami dan calon istri. Mau menikah. Mengerikan!

Hantara tak bisa mengelak, kesannya berbeda. Sangat berbeda.

Mendengar ucapan Ravendra, empat orang lainnya menyahut. Tante Lusi mendekat, "Kalian kayaknya udah pernah ketemu ya? Cukup akrab kah?"

Hantara menoleh pelan. Berusaha untuk tersenyum dan menggeleng. "Eng---"

"Enggak, Bu. Kami memang pernah ketemu, tapi nggak se-akrab itu. Gampangannya papasan lah!" Ravendra sudah mengambil alih jawaban terlebih dahulu.

Hantara menggerutu dalam hati. Papasan?! Heh, monyet! Nggak ingat apa, lo pernah duduk di samping gue pas diskusi sama Sagara?! Sok keren banget cowok ini!

Tante Lusi mengangguk. "Ah, ya wajar sih ya, Ravendra sekarang kan juga jarang ke kampus ya. Palingan juga, datang cuma buat ketemu sama Sagara."

"Lho, Sagara juga temannya Ravendra, Lusi? Eh, tapi yang punya nama Sagara ada banyak. Kalau aku dan Tara, kenalnya Sagara Yudhasoka." tanya Mama, yang memang mengenal Sagara karena Sagara dan Lia sering berkunjung untuk mengajak jalan-jalan Hantara dan sebagainya.

"Wah, iya, Sagara Yudhasoka. Kamu juga kenal Sagara, Nadya? Dia itu tetangga kami lho, rumahnya yang catnya hijau tua sendiri itu." Balas Tante Lusi.

"Oh, tetangga ya? Kalau aku kenal Sagara karena Sagara ini temannya Tara. Kadang, datang sama temannya Tara yang lain juga barengan." Sambung Mama.

"Kalau begitu," Om Hendra memecah obrolan sebelum mengular. "Mari kita masuk dan berbicara lebih detail lagi mengenai pembahasan penting kita."

Mulai detik itu, nutrisi Hantara seolah-olah terserap habis. Kakinya melemas. Malas jalan. Dia tidak mau masuk ke rumah megah tersebut. Tapi, apa boleh buat? Tidak mungkin tiba-tiba dia berlari keluar dan membuat malu Mama kan? Dia bukan anak se-kurang ajar itu.

"Hantara ...."

Cewek itu tercekat. Ravendra berdiri dalam posisi membelakanginya. Namun jelas sekali, cowok itu tadi menyebutkan namanya---dengan intonasi yang menyebalkan.

"A-apa?!"

"Saya cuma mau peringatkan, saya ini punya pacar."

Cih! Mulai kan!

Sisi feminin yang penuh kegugupan tadi pun sirna. Berganti oleh kekesalan tiada berujung yang membuat cewek itu harus kembali menjadi sosok Hantara yang kuat dan tangguh.

"Heh! Gue juga tahu!" Hantara berkacak pinggang. "Lo pikir, gue datang ke sini karena kemauan gue sendiri gitu? Cih! Gue ke sini karena menuruti permintaan Mama."

Masih dalam posisi yang sama, Ravendra melanjutkan. "Biarpun kamu menuruti permintaan Tante Nadya, tapi kamu pasti tahu tujuan pertemuan ini kan?"

"Iya, gue tahu! Gue nggak bego!"

"Kalau begitu, cobalah berbuat sesuatu supaya perjodohan ini nggak berlanjut. Saya punya pacar, dan saya cinta sama dia. Nggak ada istilahnya saya meninggalkan dia cuma buat cewek lain."

"Iya, gue juga tahu! Gue cewek biasa yang kualitas diri dan materi nggak sebanding sama pacar lo itu. Gue juga nggak mau berakhir nikah sama lo! Gue masih mau cari pacar dan menikmati hidup."

Hantara menahan diri agar tidak berteriak. Kekesalan benar-benar memenuhi benaknya. Tak ingin mengundang tanda tanya dari empat orang lainnnya, Hantara berlari kecil mengikuti Mama.

Cih! Kenapa juga gue sempat ketipu kalau cowok itu bakal lebih lembut ke cewek?! Yang ada malah kayak diktator gitu. Emang deh, Ravendra itu ngeselin minta ampun!

...••••...

^^^bersambung ....^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!