Dua hari yang lalu
"Sayang, yakin kamu mau pulang sendiri?" tanya Bian lembut pada Miana.
Miana menyapu pandangan pada parkiran sekolah yang sudah tinggal beberapa motor di sana. Bisa di pastikan, hampir seluruh siswa sudah pulang dan tinggal beberapa motor milik tenaga administrasi sekolah yang masih stay di sana.
Waktu telah menunjukkan pukul 14.00 WIB, tapi Miana masih enggan untuk pulang karena rasa setia kawan pada Riska, sahabatnya yang masih mencari referensi tugas yang diberikan oleh guru mapel IPA tadi pagi.
Miana memasukkan laptop pada ranselnya. Ia mengangguk mantap pada lelaki di depannya yang sudah duduk di kap mobil. Sedangkan Miana sedang duduk di kursi sisi taman dekat parkiran sekolah, mengemas beberapa alat tulis. "Aku nungguin Riska, Yang. Nggak apa, khan?" tanya Miana seraya menutup resleting ranselnya.
"Kamu selalu setia kawan, yah. Itu kenapa, Riska selalu mementingkan kamu daripada Bayu yang notabennya adalah pacarnya."
Bian turun dari kap mobilnya lalu mendekat pada Miana. Ia mengacak poni tipis pada kepala Miana yang masih sibuk memasukkan kelengkapan alat tulisnya yang masih tersisa.
"Terang aja kamu belain Bayu, dia sohib kamu!" Miana mencurutkan mulutnya.
Bian diam memerhatikan Miana yang kini tengah mencari-cari sesuatu di dalam backpacknya. Setelahnya, ia tersenyum karena kekasih yang di pacarinya dari tiga bulan yang lalu begitu menggemaskan saat menemukan kesukaannya, permen lollipop.
Miana tersenyum hingga terlihat barisan giginya yang rapi. "Mau?" tawar Miana. Ia menyodorkan satu lolipop yang lain untuk Bian yang di hadiahi gelengan kepala dari Bian.
"Mau, tapi yang ada di mulut kamu."
"Aduh." Bian mengaduh karena bahunya menjadi sasaran cubitan dari Miana. Tentu saja itu hanya upaya Bian untuk meminta perhatian Miana. Namun, yang ada ia malah mendapat cubitan kecil dari kekasihnya itu. Meski begitu, Bian selalu suka kelakuan Miana yang jahil ini.
Miana yang menjadi pelakunya hanya terkekeh tanpa rasa bersalah, lalu menjulurkan lidahnya.
"Awas aja. Nakal sekali lagi, aku cium, kamu." Bian menggertak pada Miana, berusaha untuk membuat candaan.
"Silakan, aku bilangin sama Papa!" Miana melirik jahil pada Bian.
Bian selalu mendengar Miana yang sangat menyayangi papanya. Bian juga penasaran kenapa jika ia selalu mendapat larangan jika ia ingin berkunjung ke rumah Miana. Jika di tanya, selalu Miana menjawab jika papa akan marah, anaknya berani berpacaran. Padahal itu hanya alasan Miana agar menjaga perasaan Sisil.
Perbincangan receh kedua siswa-siswi itu berakhir ketika Riska datang. Bian memaksa keduanya untuk ikut bersama Bian di mobilnya. Lalu meninggalkan sekolah.
Di atas rooftop sekolah, seseorang sedang meremas tali ranselnya, seolah meluapkan rasa kesalnya pada pemandangan di parkiran sana.
☘️☘️☘️
Sampai di rumah, Miana yang melintas di ruang keluarga segera menyapa Papa dan Mama yang sedang berbincang. Tidak lupa ia mencium tangan orang tuanya itu. Miana selalu menantikan kedatangan Surya, papanya. Pekerjaan Surya yang sering ke luar kota untuk peninjauan proyeknya selalu membuat Miana bersedih. Intensitas bertemunya dengan papa selalu kurang.
"Jam segini baru pulang, kemana saja?" tanya Mama Miranti ketus.
Ia melirik Papa yang juga terlihat menunggu jawabnya. "Tadi nungguin Riska cari referensi di perpus, Ma," jawab Miana.
Lalu ia melirik Sisil yang berjalan ke ruang tengah dan mendaratkan bokongnya pada sofa tunggal di samping mama.
"Pacaran terus, dia, Pa," cicit Sisil.
Hal itu tentu mendapatkan tatapan menelisik dari Surya, membuat Miana menundukkan wajahnya. Ia sedikit merasa bersalah untuk hal ini, karena papa selalu melarangnya untuk pacaran. Papa ingin kedua anaknya fokus pada sekolahnya.
Tidak mau berlama-lama di sana, Miana pamit untuk ke kamarnya. Ia tidak ingin keributan terjadi antara ia dan Sisil.
Ia membuka room chat dengan Riska. Beberapa pesan dari Riska membuat ia membulatkan matanya. Setelah membaca keseluruhan pesan, ia bergegas untuk mandi. Tidak lama, Miana sudah bersiap dengan rok klok di atas lutut. Ia balut tubuhnya dengan tank top berwarna coklat, dengan jaket berwarna kuning. Sesuai permintaan Riska.
Sedikit terkekeh melihat pantulan dirinya dalam kaca besar di kamarnya. Beberapa hari yang lalu Riska iseng memesan baju kembar untuknya yang sama persis dengan milik Riska. Kekompakan keduanya bahkan seperti saudara. Padahal, dengan Sisil yang benar-benar saudaranya saja kini tidak sedekat itu.
☘️
Riska dan Miana pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana mereka sengaja menghabiskan waktu bersama, sekedar melihat-lihat tanpa membeli satu barangpun. Terkadang ia menghampiri baju atau barang yang menurutnya sangat lucu. Dan memutuskan untuk membelinya.
Riska dan Miana begitu bahagia dengan kebersamaannya. Ia sengaja tidak menghubungi Bian dan Bayu agar keduanya dapat menikmati waktu bersama. Tertawa kecil hingga terbahak jika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
Seperti saat ini, keduanya hanya terkekeh melihat meja di belakangnya yang sedikit berisik. Terlihat sepasang kekasih sedang ribut kecil. Bukan menertawakan keributan orang lain melainkan tubuh oversize si cewek sangatlah kontras dengan tubuh proporsional cowoknya.
Miana dan Riska segera berlari ketika si cewek yang ia tertawakan melotot tajam pada keduanya dan berniat menghampiri keduanya tapi segera di tahan oleh cowoknya.
Tawa renyah Miana hingga memegangi perutnya, di susul timpukan singkat pada bahunya oleh Riska.
"Lucu, banget, sumpah," ucap Miana di sela tertawanya. Begitu juga dengan Riska yang masih mengendalikan tawanya.
"Padahal cowoknya, cakep baget. Tapi ceweknya, ...." cicit Riska dan kembali tertawa kompak.
Miana mendadak menghentikan tawanya saat matanya mengenali sosok yang berada di meja food court masakan Jepang. Sejurus kemudian ia melirik Riska, dan ternyata Riska juga menatap kepada objek yang sama, Sandi–papa dari Riska.
Tanpa di duga Riska melangkah lebar menuju ke meja ayahnya. Menggebrak meja itu hingga Sandi yang sedang merangkul mesra wanita di sampingnya membelalakkan matanya. Orang yang sedang bermesraan dengan ayahnya bukan bundanya. Hal itu membuat Riska merasa terbakar. Papanya telah bermain api di belakang mamanya.
Perdebatan tidak dapat di hindari antara Sandi dan Riska. Bapak-anak itu saling mengumpat karena Riska terlalu sakit melihat papanya tega mengkhianati mamanya.
"Hanya karena ja**ng ini, papa tega menduakan mama," ucap Riska.
Tanpa di duga wanita yang sedari tadi diam itu hendak melayangkan satu gelas vanilla blue ice pada Riska. Namun, Riska tidak merasakan basah pada tubuhnya. Ketika ia menoleh, Mianalah yang menghalanginya dan berakhir Miana yang tengah basah kuyup di badannya.
Riska segera mengajak Miana pergi dari pemandangan yang membuatnya jijik itu. Mereka ke toilet untuk menghilangkan lengket pada tubuh Miana. Udara malam di tambah pendingin Mall semakin dalam menusuk pori-pori kulit Miana.
Miana terpaksa melepaskan jaket yang membalut tubuhnya agar tidak membuatnya kedinginan.
Saat keluar dari toilet Riska segera di seret oleh Sandi dan mengabaikan teriakan Miana. Ia mengejar Riska tanpa perduki lalu-lalang pengunjung mall yang sedang ramai. Ia tidak sengaja menabrak seseorang pria paruh baya berpakaian rapi, hingga membuatnya terhuyung nyaris terjatuh.
Hal itu segera di manfaatkan oleh orang-orang yang sejak tadi memerhatikan Miana dan Riska, yang tanpa sengaja tertangkap di netra keduanya. Pose seorang pria paruh baya dengan Miana itu sungguh membuat dua gadis seumuran Miana itu memekik dan segera mengaktifkan mode kamera pada HP nya.
..._to be continue_...
Jangan lupa untuk tekan like dan komentarnya, ya, pren 🤗. Boleh sekali kasih penilaian buat karya ini, di sampul TCM , di barisan rate. Matur nuwun 🙏😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Widya Ekasari
ohh pantes
2022-10-21
2
Zeyn Seyi
haha mau
2022-09-30
2
MEMEY
hadir lagi kak
2022-07-19
2