Sheila terpukau dengan kecantikan putrinya menggunakan gaun itu, dan ia pun langsung membayar dan membawanya pulang. Selama diperjalanan, Anggi diserang dengan rasa kantuk memutuskan untuk tidur sejenak dalam mobil.
"Anggi, bangun sayang!" seru Sheila menepuk bahu putrinya, Anggi mengerjap pelan memandang sekitarnya yang tampak asing didepan matanya.
"Ini kita di mana Mi?"
"Di restoran, kan udah Mami bilang, kalau kita mau kesini,"
"Tunggu, langsung? Aku belum mandi loh Mi," Rasa kantuk yang dirasakannya seketika menguap begitu saja, ya ampun Maminya ini malah membawanya datang ke perertemuan penting tanpa menyempatkan dirinya mandi. Dan kini ia sadar, jika sekarang ia sudah mengenakan gaun yang sempat dibeli tadi.
"Nggak papa, lagian kamu nggak bau juga pun,"
"Astaga Mi, ya ampun disaat orang tua lain mengomel nyuruh mandi, lah Mami malah santai kalau aku nggak mandi,"
"Hahahaha, kalau kamu mandi bisa-bisa sampai tua pun nggak bakalan selesai, jadi langsung aja Mami bawa kesini," seloroh Sheila membuat Anggi tak habis pikir. Biasanya jika ada pertemuan penting, pasti setiap perempuan akan selalu membersihkan dirinya sebelum pergi kemana-mana.
"Haduh, kalau gitu aku makai parfum dulu Mii, Mami duluan aja masuk," ucapnya mengambil kotak kosmetik yang sudah memang tersedia dalam mobil. Ia sengaja meletakkan barang-barang itu disana karena bisa saja ia terjebak dalam situasi darurat, contohnya seperti hari ini.
Sheila menggeleng pelan. "Nanti kamu kabur, Mami nggak mau itu terjadi lagi,"
Anggi yang sibuk memoleskan bedak diwajahnya seketika berhenti dan menoleh curiga kearah Sheila. "Tunggu, jangan bilang sekarang Mami ingin..."
"Iyaa, dan kamu harus menerimanya," sela Sheila membuat Anggi bernapas pelan.
"Mami, kan udah aku bilang, aku sedang tidak ingin mendekatkan diri pada cowok. Perjalananku masih panjang Mi, aku nggak mau—"
"Mami tau, tapi setidaknya coba dulu kenal dia. Huft dengar Anggi, Mami nggak mau kamu tidak bahagia nanti, Mami ingin yang terbaik untukmu. Karena itu, Mami terus berusaha mendekatimu dengan pria lain."
"Aku tau Mi, tapi nggak terlalu cepat menjodohkanku sekarang? Bahkan aku belum menyelesaikan pendidikanku Mi," ucapnya pelan, tetapi berusaha untuk tidak menyakiti hati wanita disampingnya itu. Ia sangat begitu menyayanginya.
"Ya sudah, coba saja dulu temui. Suka nggak suka nanti kamu aja yang putuskan, deal?" ucap Sheila mengalah.
Anggi tersenyum tipis lalu mengangguk. "Deal."
"Mami, masuk duluan. Kamu nyusul aja nanti yaa," ucapnya sambil menyandang tas kecilnya, ia mengelus rambut Anggi lalu melenggang keluar. Anggi mengangguk lega lalu kembali melanjutkan berdandan.
***
Anggi berjalan pelan mencari meja Maminya, sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Maminya ia malah ditatap lekat oleh beberapa pria berhidung belang yang membuatnya tidak nyaman. Ia mengumpat dalam hati ingin mencolok mata-mata pria keranjang berani menatap tubuhnya.
Anggi bernapas lega, saat melihat sosok Maminya tidak jauh darinya berdiri. Dengan cepat ia berjalan menuju Maminya.
"Maaf Mi telat, aku tadi tersesat pas masuk," ucapnya pelan.
"Nggak papa sayang, nah duduk sini," ucap Sheila tersenyum, Anggi mengangguk lalu duduk disamping Maminya.
"Cantik yaa anaknya," ucap seseorang membuat kepala Anggi mendongak kearah orang itu. Ia tersenyum kikuk menanggapi ucapannya.
"Ahahaha terimakasih Haura, kita harap bisa jadi besan," seru Sheila pada wanita cantik yang sebaya didepannya itu. Anggi menghela napas dalam, ia melirik pria yang ada didepannya ini, tampan sih tapi pria itu tampaknya susah didekati dan juga bukan tipenya.
"Anggi, gimana suka nggak?" tanya Sheila berbisik ditelinga Anggi. Anggi tersenyum tipis sambil mengedik bahu sebagai jawabannya. Anggi bisa tahu jika pria didepannya itu tampak malas dengan pertemuan ini, sama seperti dirinya.
"Haura, kalau mereka cocok. Kita bisa nikahi mereka secepatnya." seru Sheila yang sama dengan umurnya dengan wanita yang bernama Haura. Haura menoleh kearah putranya.
Anggi terkekeh pelan, melihat pria itu menghela napas kasar, lalu menatap jengah kearahnya dan Sheila dan tak lupa Papi Anggi yang baru saja datang. Tetapi, sepertinya pria itu mengetahui jika Anggi tidak menyukai pertemuan ini.
Senyum pria melengkung sedikit, membuat Anggi penasaran apa yang akan dilakukan pria itu. "Maa, aku boleh bicara dengan dia sebentar?" pamit pria itu menunjuk kearah Anggi. Gadis itu menyerngit bingung, lalu menoleh kearah kedua orang tuanya.
Haura seketika tersenyum, ia merasa anaknya sudah mulai membuka diri untuk mengenal lebih jauh gadis didepannya ini.
"Ya sudah sana, pergilah kalian," usir Haura senang begitu juga dengan calon besannya yang turut senang dengan tindakan mereka berdua.
Anggi berjalan mengikuti pria itu dari belakang, ia tertegun saat pria itu mendadak berhenti ditempat yang lumayan sepi.
"Lo nggak suka perjodohan ini kan?" tanyanya membuat Anggi mendongak heran menatapnya.
Anggi menggeleng cepat, lalu mendongak keara pria itu. "Dengar yaa pria tinggi, lo emang tampan tapi bukan tipe gue. Pacar gue lebih keren dari lo," cercanya menatap tajam kearah Alze.
"Huh, lo juga bukan tipe gue. Jadi kita sama-sama nggak suka kan? Kalau lo mau keluar dari jeratan ini, gue ada rencana untuk semua ini," ucapnya tersenyum miring.
Anggi melipat tangannya didada, menyipit matanya tajam menatap pria tampan didepannya ini. "Nggak buat kita tambah terjebak kan? Awas kalau lo malah buat kita nikah,"
"Cih, belum gue ngomong apa-apa lo udah nethink mulu,"
"Ya lo buat gue takut, Jangan buat gue terjebak yaa, gue dah capek," keluhnya pelan.
Pria itu berdecak pelan, gadis didepannya ini sungguh tidak bisa diajak kerja sama. Ia seketika tidak yakin, rencananya akan berhasil jika bersama dengan gadis itu.
"Cepetan, lo mau ngomong apa sih? Gue mau pulang!" desaknya.
"Cih, nggak jadi. Lo nggak bisa diajak kerja sama," ketusnya meninggalkan gadis itu sendirian disana.
"Mending gue pulang aja lagi," serunya langsung berjalan keluar. Namun, langkah berhenti saat pria itu kembali memanggilnya.
"Ck, sorry gue butuh bantuan lo." ucap pria itu, Anggi berbalik menatap datar kearahnya.
"Lo butuh apa? Kita sama sekali nggak kenal,"
"Huh, benar juga gue Alze, salam kenal,"
"Salam kenal, gue Anggi. Apa yang harus gue lakukan?"
"Cih, lo emang nggak bisa basa-ba..."
Ucapan Alze terhenti lantaran suara ponsel Anggi berbunyi nyaring, Anggi langsung mengangkat telepon itu. "Halo, Bita. Wah, tumben lo nelpon gue?"
"Anjiir iya, catatan lo masih ada sama gue. Besok gue kasih ke lo yaa,"
"Maaf...maaf, gue janji traktir lo besok. Okee bye," ucapnya menutup teleponnya lalu mendongak kearah Alze. "Maaf, sampai mana tadi?"
"Lo kenal Bita?" tanya Alze langsung dianggukan Anggi.
"Kenal, kenapa? Tunggu sebentar...muka lo nggak asing gitu," gumamnya memperhatikan wajah Alze, lalu matanya membulat sempurna saat menyadari jika pria didepan ini adalah pria yang selalu diincar kaum hawa.
"Astaga, ternyata kita satu kampus, anjir dunia begitu sempit. Lo sekelas sama Bita kan?"
"Hm, berkat dia gue ada ide untuk perjodohan ini," gumamnya tersenyum samar.
Dahi Anggi berkerut, apa maksud pria itu sebenarnya? Apa ada kaitannya dengan Bita? Sepertinya ia harus hati-hati dalam mengambil keputusan.
"Gue suka sama dia," ucap Alze pelan.
Anggi terdiam, pikirannya mendadak kosong setelah mendengar pernyataan pria itu. Apa dia tidak salah dengar? Pria tampan ini menyukai Bita? Wow sungguh diluar dugaan.
"Dan gue mau lo bertukar tempat dengan dia saat ijab qabul nanti. Lo kan sahabatnya, jadi gue minta tolong carikan data-datanya untuk nikah gue besok, sepertinya itu saja. Ini nomor gue," jelas Alze menyerahkan secarik kertas nomornya. Bahkan Anggi tidak bisa berkata-kata mendengar rencana gila pria itu.
"Sepertinya obrolan kita cukup, gue cabut dulu." ucapnya meninggalkan Anggi yang masih melongo dengan apa yang terjadi barusan.
"Gilaa, dia pria gilaa!!" cercanya tak habis pikir, bagaimana bisa pria itu dengan entengnya menyuruhnya untuk menyatukan Bita dengan pria jahanam itu. Sungguh pernyataan itu masih belum masuk logikanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments