Hai perkenalkan, namaku Embun!
Hari ini aku resmi menjadi anak SMAN 5 di kota kecil yang bernama Ruteng, di daerah Manggarai NTT.
Bagaimana aku bisa sampai di sini? Dulunya aku adalah anak metropolitan. Tetapi ibu tiri aku yang kejam itu melemparkan aku kesini dengan alasan supaya aku mandiri.
Saat kedatangan awalku ke sini dan berkeliling kota tanpa minat, aku kira akan mengalami depresi. Tidak ada Mal besar seperti di Jakarta, yang ada hanya beberapa supermarket di tengah kota.
Aku yang dulunya sering di antar jemput sopir ke mana-mana, akhirnya harus merasakan naik angkot ke sekolah. Tidak ada Taxi ataupun ojek online.
Yang membuatku lebih terheran-heran adalah kota ini tidak memiliki gedung bioskop atau tempat nongkrong seperti cafe. Jam 8 malam kota ini sudah sepi, semua orang tinggal berdiam di dalam rumah karena udara yang sangat dingin menusuk tulang.
Gila ! Gila ! Aku nangis 3 hari 3 malam karena stres.
Untung di rumahku wifi nya kenceng setidaknya aku bisa nonton film di rumah, walaupun kadang wifi nya bermasalah.
Aku tidak bisa membayangkan kemana anak-anak sekolah yang pacaran mejeng.
Hari ini adalah hari ke tiga aku masuk sekolah. Sebelum menginjakkan kakiku di gerbang sekolah, aku melihat ke arah sepatu sekolah yang kupakai.
' Better Lah'.
Aku sedang menunggu temanku, namanya Elisabet. panggilannya Elsa.
Sejak masa orientasi banyak siswa yang selalu melirik ke arahku seperti penasaran. Hanya Elsa yang berani berkenalan dan mengajakku berteman karena kami juga sekelompok selama orientasi.
" Embun… udah sampai dari tadi?", Elsa menepuk bahuku pelan.
" Hai. . . Baru saja kok", Aku tersenyum ramah ke arah Elsa.
" Yuk.. kayaknya sudah mulai doa bersama di lapangan. Nanti kita dimarahi kalau telat", Elsa menarik tanganku.
Aku berjalan beriringan dengan Elsa sambil bercerita tentang ini dan itu. Elsa orang yang menyenangkan, baru beberapa hari bersama sudah terlihat bahwa dia anak yang baik hati. Aku suka berteman dengannya.
Benar saja, banyak siswa sudah berkumpul di lapangan sekolah. Mulai dari kelas 1 sampai kelas 3. Aku dan Elsa berjalan menuju kelas untuk menaruh tas. Saat akan kembali ke arah lapangan beberapa orang kakak kelas berjalan di belakang kami dengan ributnya.
Elsa menarik tanganku untuk menyingkir ke dekat tembok agar gerombolan kakak kelas itu bisa lewat.
Seseorang yang berjalan paling belakang menghentikan langkahnya tepat di depanku.
" Oh..kelas kamu di sini ? 1 C ya? ", sebuah suara yang pernah ku dengar entah di mana.
Aku mengangkat wajahku. Juan berdiri di hadapan kami sambil melihat ke arahku tanpa berkedip.
" Hai... Kukang... apa kabar? ", Juan sang kakak kelas menyeringai.
Aku kaget tapi berusaha tenang sambil terus berdempetan dengan Elsa.
Sepertinya Elsa tampak takjub pada paras Juan tapi sekaligus takut padanya. Dan aku tentu saja takut setengah mati tapi ku tahan dengan segala kemampuanku.
' Ya Tuhan, masa dia dendam karena kejadian waktu itu, tolong jauhkan yang jahat dari hadapanku ', aku berdoa didalam hati. Enggan bermasalah dengan yang berstatus kakak kelas.
" Oi Juan… ayo.. ", salah seorang teman Juan berteriak.
" Duluan saja… aku lagi ada urusan penting ", Juan balas berteriak tanpa menoleh.
" Ha… ai. .k...ak", aku menyapa takut-takut.
"Nyali kamu gede juga ya…. KU...KANG..Nama kamu kukang kan ?!", Juan membaca name tag di baju seragamku.
Aku nyengir canggung " Bukan. Oh udah mulai doa. Ayo Elsa", aku menarik tangan Elsa dengan cepat dan terbirit-birit menuju lapangan tanpa menoleh sama sekali.
Saat sampai di lapangan Elsa memegang dadanya karena sesak. " Gila kamu… dia kan … preman sekolah kita… kamu ada masalah apa ... sama dia?", Elsa terbata-bata.
Aku yang juga ngos-ngosan hanya menepis tangan ke udara kosong " udah pokoknya... yang penting... selamat dulu. Paling ...besok dia lupa".
Elsa mengangguk mengiyakan perkataanku.
***
Apa yang terjadi tidak sejalan dengan perkataan kita, selalu seperti itu.
Entah kenapa aku malah jadi lebih sering bertemu dengan Juan dan gengnya. Di kantin, dalam perjalanan ke toilet, saat mau ke ruang guru, bahkan entah kenapa jam olahraga kami sama di hari jumat pagi.
Setiap bertemu Juan, dia selalu memanggil dengan teriakan
" Kukang"
" Hai.. Kukang.. ".
" Eh ada Kukang.. ".
" Ku..kang.. kang bakso... kang cilok"
"K U K A N G...".
Tentu saja itu membuat semua orang yang bersamanya melihat ke arahku dengan penasaran.
Suatu pagi yang cerah di tengah kekhusyukan aku berdoa di lapangan, entah bagaimana dia bisa berada di barisan anak kelas 1 dan dengan entengnya berbisik di belakang tengkukku.
" Morning Kukang.. doanya lama banget".
Aksi itu membuatku terkejut dan menyebabkan kepalaku tanpa sengaja menghantam hidungnya. Kejadian itu membuat perselisihan di antara kami semakin menjadi-jadi.
Karena kejadian itu juga, aku harus kucing-kucingan bersembunyi bahkan memutar arah saat melihat Juan. Elsa yang selalu bersama aku pun kena getahnya ikut main petak umpet guna menghindari Juan.
Suatu hari Elsa yang tidak tahan karena di bawakan roti terus olehku biar tidak ke kantin jadi protes.
" Embun kenapa kita ngumpet mulu sih. Kan Juan tidak ngapa-ngapain ".
Aku cemberut " aku rasa kalau ketemu sama dia seperti ketemu malaikat pencabut nyawa tau gak. Matanya itu loh kalau ngeliat aku, kayak ada dendam kesumat gitu".
Elsa menggigit rotinya " loh bukannya mata kak Juan bagus banget ya. Tatapannya itu tajam, alisnya tebal, garis wajahnya keras. Laki banget ", Elsa memainkan tangannya seolah-olah sedang menggambar di langit.
" udah gila ya. . rasanya sebentar lagi dia bakal jadiin aku tempe penyet kalau ketemu dalam jarak dekat".
" Eh mungkin dia gak dendam… mungkin dia penasaran sama kamu. Karena katanya yang aku dengar sih yaa... denger-denger kamu cewek pertama dan junior pertama yang bilang ' kakak bukan tipe saya'. Wibawanya sebagai anak tertampan sepanjang dia sekolah langsung tercoreng", terang Elsa.
Aku berjengit mendengar kata-kata Elsa yang aneh itu " dia emang bukan tipe aku sih. Tipe aku itu kayak Chris Brown. Manis-manis legit".
Elsa menggeleng mendengarkan perkataanku. Lalu mulai mengunyah satu rotinya lagi.
***
Di siang panas bolong saat semua kelas sudah boleh pulang dan kelasku harus ada les tambahan, aku bertemu Juan tanpa sempat berlari atau bersembunyi.
" Embun tolong dong ambil spidol lagi di TU. Bentar lagi bu Merry mau masuk", ketua kelas meminta tolong kepadaku.
" Oke ", aku melihat berkeliling mencari teman untuk ke TU.
Semuanya sibuk dengan makan dan tidur-tidur ayam di meja mereka. Semua sama malasnya ikut pelajaran tambahan ini.
Pada akhirnya aku berjalan sendiri dengan penuh percaya diri tanpa memikirkan saat itu kelas 3 juga mulai sering mengikuti pelajaran tambahan.
Dengan santai aku berjalan sambil membalas chat di ponselku dan sampai saat itu aku lupa bahwa untuk bisa sampai ke TU aku harus melewati ruang kelas 3 Jurusan IPS dan Bahasa.
Ketika melewati ruang kelas yang cukup ramai karena banyak siswa yang bersantai di depan kelas, aku memasukan ponselku ke kantong seragam dan mempercepat langkahku.
" Juaaaaannnn…. Ini gebetan kau lewaaatttt….. mo kita apakan?".
Saking kerasnya suara kakak kelas itu aku sampai menengok ke samping dan Juan berdiri di sana. Sepertinya dia berlari keluar kelas karena panggilan itu.
Aku menatap Juan bego, belum sadar apa yang terjadi. Siapa yang jadi gebetan Juan? Beberapa detik kemudian aku tersadar kalau mereka lagi membicarakan diriku.
Juan berdiri menghalangi jalanku dengan tatapan angkuh nan sombong.
" Mau kabur ke mana lagi?", Juan berbicara kepadaku yang hendak putar balik.
Aku diam saja sambil tetap berjalan balik ke arah kelasku. Juan mengikuti dari belakang.
" Kamu mau ke TU kan? Kalau kamu putar balik kamu harus keluar gerbang sekolah, jalan muter trus masuk lewat gerbang belakang baru bisa sampai TU. Kamu mau aku antar pakai motor?", Juan mengoceh di belakangku.
Aku berhenti. Lalu memutar badan kembali berjalan ke arah kelas Juan tanpa berkomentar sedikitpun, hanya langkah kakiku di percepat.
" Keputusan bagus. Memang jalan paling cepat ke TU harus lewat kelas IPS kok. Ya udah hati-hati di jalan ya, abang tungguin di sini", Juan berhenti didepan kelasnya sambil melambai kepadaku yang setengah berlari ke TU.
Saat akan kembali ke kelas rasanya aku ingin melewati gerbang belakang sekolah, tapi jauh sekali bisa-bisa aku sampai saat kelas sudah selesai.
Aku mengintip dari balik tembok berusaha melihat apakah anak IPS 3 masih berkumpul di sana.
" Syukurlah sudah sepi", aku bergumam.
" Apa yang sepi?", sebuah suara membuatku terlonjak.
Aku yang kaget, hampir mengeluarkan kata makian langsung menutup mulut karena Juan berada tepat di belakangku.
" Kamu…. Ngomong jorok ya? Kamu ngatain aku?", Juan menuding.
" Gak kok. Lagian ngapain kakak kagetin aku seperti itu", aku membela diri lalu berjalan meninggalkan Juan.
Juan mengikuti dari belakang " kamu tadi ngomong jorok ke aku ya? Aku kayak denger kamu bilang apa ya tadi?", Juan berbicara sambil mengikuti aku.
" Gak. Kakak salah dengar".
" Iya aku denger. Kamu berani ya sama senior".
Aku mempercepat langkahku. Saat melewati kelas Juan salah seorang teman Juan menegur dari jendela kelas.
" Eh sapi, mau ke mana kau?".
" Antar adik kelas ini. Takut diganggu orang di jalan", Juan seenaknya menjawab sambil terus mengikuti langkahku di belakang.
Aku diam saja, terus berjalan. 'Dari semua penghuni sekolah ini , kau itu yang paling mengganggu', aku membatin.
" Hei Kukang, kamu tinggal di mana?", Juan bertanya serius.
" Di rumah ", jawabku cepat sambil terus berjalan.
Juan terus membuntuti di sampingku " emmm… rumah siapa? Rumah papa, mama, kakek, nenek atau kepala sekolah?".
Aku menghela napas tidak menjawab sambil mempercepat langkahku. Pintu kelasku sudah terlihat tapi kok ya kayak jauh banget.
" Kang… kamu bisu ya?", Juan terus bertanya.
" Gak, lagi radang tenggorokan aja kak. Uhuk", aku beralasan.
" Oh kasihan. Kamu harus berobat tuh, biar cepat sembuh. Trus bisa jawab pertanyaan aku ", Juan ngoceh tidak jelas.
Akhirnya sampai di depan kelas. Aku cepat-cepat masuk dan ternyata pelajaran sudah dimulai. Aku meletakan spidol di atas meja guru dan buru-buru duduk tanpa melihat ke arah Juan.
" Selamat siang bu Merry", Juan menyapa bu Merry guru kimia dan tentu saja itu membuat seisi kelas mendongak dan aku kaget.
" Eh selamat siang Juan. Kamu tidak ada kelas tambahan? Kenapa kesini", Bu Merry bertanya kepada Juan yang berdiri di depan pintu.
" Ada bu, nanti jam 3. Tadi saya habis tolongin adik kelas yang itu. Dia tersesat habis dari TU", Juan menjawab enteng sambil menunjuk ke arahku
" Oh begitu. Makasih ya Juan sudah bantuin adik kelasnya", Bu Merry tersenyum ramah.
Beberapa anak bertepuk tangan heboh. Aku yang mendengar itu melotot ke arah Juan dengan tidak senang. Juan cuek.
" Kalau begitu permisi ya bu", Juan berpamitan dengan sopan.
Bu Merry mengangguk lalu melanjutkan pelajaran. Sedangkan Juan berlalu dengan santainya meninggalkan kedongkolan di hatiku.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Sri Mawarti
q bacanya sambil senyum-senyum sendiri 😄😄
2023-07-12
1
Octa Febian Nii
😅😅😅bisa ae juaan
2022-07-28
0