Merpati Kertas
" Kalian Yang benar dong. Masa baris berbaris saja tidak bisa. Niat dikit kalau lagi ngerjain sesuatu. Kalian kira , kalian doang yang kepanasan, aku juga kena matahari dan haus ".
Seorang senior berteriak dengan noraknya dari bawah naungan pohon di pinggir lapangan.
Keringatku menetes dengan heboh. Sialan, kepanasan apanya sih. Kau saja berteduh di bawah pohon aku misuh-misuh dan tentu saja itu didalam kepalaku.
Memangnya masih jaman ya masa orientasi sekolah di suruh seperti ini. Mana hari ini panas banget lagi, padahal kota tempatku bersekolah ini termasuk dalam jajaran kota dengan cuaca dingin.
" Heh kamu. . . Yang dari tadi bengong. Maju sini. Masih pagi kok ngantukan", senior yang tadi menunjuk ke arah siswa baru di sampingku.
Siswa baru yang dipanggil tadi papan namanya tertulis ' My name is Kutu', berdecak pelan seperti sama kesalnya denganku.
Dia maju ke depan dan di hukum menyanyikan lagu balonku ada lima dengan aturan huruf a diganti e. Memang pada norak banget kan ini senior, nyebelin.
Aku menutup wajahku dengan tangan karena panas matahari benar-benar menusuk kulit wajahku padahal ini masih jam 10 pagi.
Aku mengedarkan pandangan ke pinggir lapangan. Melihat banyak senior Osis berkumpul di sana. Malah ada yang pacaran juga. Tanpa sadar aku berdecak cukup keras. Beberapa teman sampai menoleh ke arahku.
" Siapa itu? Siapa yang berdecak? udah bosan dengan kegiatan ini ? Kamu ya?. . Kenapa berdecak ? Gak suka saya kasih arahan ? Sini maju", senior norak itu menunjuk tepat ke wajahku.
Sial... kena deh.
Padahal bentar lagi kelar, kenapa harus kena sekarang sih. Dengan niat yang di buat-buat akhirnya aku maju ke depan. Aku berdiri terdiam di sebelah siswa baru yang tadi menyanyikan lagu balonku ada lima.
Senior yang dari tadi dipanggil Junet oleh temannya mulai memperhatikanku dari ujung rambut sampai ujung kaki, sembari memasang tampang ' aku adalah senior ' yang jelas sekali tidak keren.
" Kamu tidak suka saya kasih arahan? ", Junet berkata sambil melipat tangan di dadanya.
" Maaf kak ", Aku menjawab singkat, berharap itu menyelesaikan masalah yang entah kenapa jadi heboh.
" Kamu dari SMP mana? ", Teman Junet menimpali lebih ramah.
" SMP Negri 1 Jakarta ", aku menjawab.
" Wah jauh juga ya", kata Junet sok paham. " Karena kamu tadi buat kesalahan, sekarang kamu saya tugaskan untuk melakukan sesuatu", si Junet berbicara lagi.
'Ah ! apalagi ini ', perasaanku mulai tidak enak.
" Kamu lihat cowok blasteran yang di pinggir lapangan sana? Namanya Juan. Dia kakak kelas 3 Ips2, dulunya adalah mantan ketua Osis kita", Junet menjelaskan yang tentu saja menyiratkan kekaguman, maklum si Junet ini sedikit kewanitaan. " Sekarang kamu ke sana dan nembak dia. Bilang kamu suka dia dan tanya mau tidak dia jadi pacar kamu", perintah Junet.
Aku melihat ke arah senior itu melongo, tidak percaya dengan isi titah yang sedang disampaikannya. Si Junet setan ini mau menghukum sambil mempermalukan aku. Seumur-umur aku tidak pernah menyatakan perasaanku pada cowok manapun dan dengan alasan apapun.
" Kamu tidak mau? Ya udah tidak apa-apa, tapi sebagai gantinya kamu dan teman-teman kamu harus menanggung hukuman bersama. Lari keliling lapangan 30 kali putaran", Junet berkata sok serius.
Aku menatap Junet kesal. 'Sial, dia mikir apa sih '.
Aku melihat ke arah teman-teman kelompokku yang berharap cemas. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan ke arah para senior itu dengan kepangan rambut pita warna warni, baju SMP dan kaos kaki bola warna kuning dan merah dengan sedikit sumpah serapah yang ku ucapkan dengan pelan dan penuh niat untuk Junet.
" Semoga waktu pulang kau kesandung batu gede trus pinggangnya encok...", aku menyumpahi Junet sambil berjalan menyebrangi lapangan dengan malas. Kalau udah kelar masa orientasi ini bakal aku sepak-sepak muka si Junet itu.
Senior yang dimaksud sedang duduk di pinggir lapangan dengan kelompok gengnya. Di lihat dari arah manapun jelas banget tertulis di kening mereka, kalau mereka anak kelas 3.
Aku mendekati kelompok itu. Jantungku berdegup tak beraturan karena malu, takut dan kesal. Aku menelan ludah karena rasanya tenggorokanku sangat kering lalu hendak menyapa mereka. Tapi suaraku hanya sampai di tenggorokan dan parahnya mereka cuekin aku.
" Hai kak, aku siswa baru. Ada yang namanya kak Juan di sini ?", aku berusaha sekuat tenaga mengeluarkan suara.
Mereka semua menoleh ke arahku. Mata mereka seolah-olah berkata 'berani lo sama kakak kelas'. Aku menelan ludah lagi.
" Iya ", salah seorang dari mereka berdiri.
Juan tampak menjulang di depanku. Parasnya memang tidak bisa di pungkiri dan membuat hati perempuan mana saja langsung meloncat keluar dari tempatnya, suaranya berat dan berwibawa masuk ke telingaku seperti lagu dari band-band Indie yang sering kudengar.
Tapi sayang Juan bukan tipeku. Itulah yang membuat hatiku tetap diam di tempatnya tidak meloncat ke mana-mana.
" Ada apa? Nama kamu siapa? Lagi di hukum ya?", Juan menanyakan pertanyaan sambil melihat ke arah Junet di tengah lapangan.
" Iya", aku menjawab dengan singkat.
" Si Junet sialan itu masih saja kayak anak-anak. Dia nyuruh kamu nembak aku kan?", Juan menebak.
Aku mengangguk cepat 'duh ngomong mulu sih cepat dengerin aja napa, gue udah haus banget lagi'.
" Nama kamu .... Kukang ? panggilannya apa nih? kung atau kang aja? ", Juan melihat papan nama gede milikku.
"Kukang tolong bilang sama Junet, aku tidak tertarik sama kamu dan aku tolak pernyataan cinta dari kamu ", Juan berkata pelan sambil tersenyum dingin.
Jleb… rasanya ada tombak dengan tulisan DIPERMALUKAN langsung menancap di dadaku.
'Sial dia nolak gue sebelum gue ngomong apa-apa, udah gila ya', aku meruntuk di dalam hati.
Aku melihat ke arah Juan yang hendak berbalik. Entah datang dari mana malaikat keberanian yang kurang ajar ini, tiba-tiba aku nyeletuk dengan cukup keras.
" Lagian kakak bukan tipe saya ", aku berkata cukup keras.
Juan berhenti dan berbalik melihat ke arahku dengan heran bercampur syok. Dari reaksinya aku tau dia sepertinya belum pernah di tolak.
Teman-temannya juga melihat ke arahku. Suasana canggung tiba-tiba berubah menjadi teriakan dari teman-teman Juan. Mereka tertawa dan bertepuk tangan dan aku berdiri dengan begonya tanpa tau apa yang terjadi.
" Kamu bilang apa barusan ?", Juan bertanya sambil mendekat.
Aku diam saja. Juan membungkuk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.
" Anak baru, tadi kamu bilang apa?".
Aku menarik napas panjang " Kakak bukan tipe saya. Dan saya juga tidak ada niat apa-apa buat nembak atau apalah itu, kalau bukan karena dihukum kakak osis. Udah ya permisi", aku berbalik meninggalkan Juan.
Saat berjalan kembali ke tengah lapangan, punggungku rasanya seperti terbakar. Saat aku melihat ke belakang, Juan berdiri melihatku dengan mata elangnya.
Aku berjalan dengan cepat dan melapor dengan mengarang bahwa aku ditolak Juan biar si Junet ini senang. Lalu aku kembali duduk ke posisi sebelumnya.
Aku melirik ke arah tempat Juan dan teman-temannya tadi berada, mereka masih tertawa dan Juan sepertinya membuat ekspresi wajah tidak senang.
Sekilas aku melihat Juan melihat ke arahku, dengan cepat aku berpaling dan berusaha fokus mengikuti teman- teman yang berjalan menuju aula sekolah.
Seharusnya aku sadar sejak awal membuat senior marah adalah hal yang tidak boleh dilakukan apalagi oleh anak baru.
Dan terjadilah prahara yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya di masa SMA aku yang indah ini.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
sakura
...
2024-06-15
0
Ana Nut
bgus critanya💪💪
2022-08-01
1
Saputri 90
Hai kak salam kenal dari cinta Jessika yah🤗... Mari kita saling mendukung😍 semangat up nya ya kak💪
2022-07-31
1