Aku yang sudah tidak tahan dengan 'perbudakan' yang dilakukan Juan terhadapku mulai melakukan perlawanan di hari ke 5.
Pagi yang cerah di hari sabtu setelah pengumuman dari guru piket di lapangan sekolah, Juan berpapasan denganku. Hari sabtu adalah hari kerja bakti sekolah yang dimulai dari jam 11 siang.
Juan menarik ikat rambutku tanpa aba-aba. Aku terkejut berbalik hendak marah. Tapi begitu melihat Juan bersama antek-anteknya nyaliku menciut. Aku langsung memikirkan strategi yang aku rancang bersama Elsa.
' Cuekin, cuekin, jangan hiraukan, tahan amarahmu Embun', batinku.
Karena tidak melihat reaksi yang berarti Juan langsung mendekatiku dan mulai cari perkara.
" Kamu tadi marah ya?", Juan mengernyit sambil melihat ke arahku dengan tatapan sok curiga. Ikat rambutku ada di tangan Juan.
" Gak kak, tadi saya cuma kaget", Aku ngeles seperti bajaj lalu berbalik melihat ke arah podium. Berusaha cuek dan tidak peduli pada Juan, begitu juga Elsa.
" Masa? Hei Adam kau dengar tidak tadi si kukang ini ngatain saya ?, Juan bertanya ke seorang pria yang berdiri di sampingnya. Anak yang di tanya itu sibuk memperhatikan Elsa tanpa malu-malu. Sedangkan yang di perhatikan sudah memasang wajah jutek sejak tadi.
Anak yang dipanggil Adam itu mengangguk sok yakin.
" Gak! saya tadi gak bilang apa-apa", Aku kaget dengan tuduhan itu dan langsung membantah. " Tolong kembalikan ikat rambut saya", aku mengulurkan tangan ke arah Juan.
" Tadi dia ngomong apa Dam? ", Juan memutar ikat rambut milikku di jarinya, pura-pura tidak mendengar permintaanku.
" Dia bilang kau ANJING", Adam cuek sambil masih melihat ke arah Elsa dan mengedipkan sebelah matanya, membuat Elsa membuang muka dengan spontan. Tapi sekilas aku melihat semburat merah di pipi Elsa.
Aku yang terkejut berniat melawan, Elsa menyenggol lenganku spontan, mengingatkanku untuk tidak terpancing emosi.
" Gak saya gak ngomong gitu", aku terlanjur kesal karena jelas tadi si Adam ini mengada-ada.
" Anak baru berani banget sama kakak kelas. Aku samperin kamu jam 11", Juan melihat ke arahku sok kejam sambil melirik ke arah guru yang mendekati kami.
Beberapa anak di lapangan mencuri-curi pandang ke arah kami dengan penasaran. Bahkan ada yang terang-terangan melihat ke arahku seolah-olah akulah yang membuat keributan.
Saat kelompok Juan menjauh, aku memukul-mukul pohon cemara pendek yang ada di dekatku dengan kesal.
" Embun, gimana dong. Emang tadi kamu mengumpat ya?", Elsa bertanya karena bingung dan kaget.
" Gak, aku cuma bilang **** tapi itu karena kaget doang. Suara aku juga kecil banget, nyamuk juga gak bisa denger kali", aku menghentakkan kaki saat memasuki kelas.
" Mati deh. Mending kamu jalanin aja rencana kita mulai siang ini. Jangan sampai ketemu sama dia ", Elsa memberi saran.
Aku mengangguk setuju.
***
Pukul 11 tepat. Saat lonceng tanda pelajaran usai. Aku memasukan buku pelajaran ke dalam tas. Mataku melirik ke arah pintu, waspada.
Ditunggu-tunggu, kakak kelas sableng itu tidak kunjung muncul. Sedikit merasa lega, aku menghampiri Elsa.
" Sa, kayaknya si iblis itu gak datang deh. Hehe.. menggertak doang dia mah", aku membantu Elsa memeras kain lap kaca jendela.
" Udah jam 12 sih. Bentar lagi kita pulang, kamu diam-diam aja di dalam kelas", Elsa mendorongku masuk.
" iye … iye..", aku melangkah riang ke dalam kelas.
Saat sedang membantu sekretaris kelas merapikan absen, seorang teman berteriak padaku dari jendela kelas.
" Embuunnnn….. di cariiiiin….", suaranya nyaring sampai semua yang ada di kelas menoleh.
" Sia….pa. ? ", Aku menjawab tapi langsung tergagap.
Aku melihat Juan dan Adam temannya muncul dari pintu kelas dengan gaya sok berkuasa, Elsa berjalan di depan mereka seperti seorang tawanan.
Pulpen jatuh dari tanganku. Seharusnya aku tadi ke perpustakaan saja aku membatin penuh penyesalan.
Elsa menghampiriku lalu berbisik. " Maaf ya Embun, aku juga serem sama mereka".
Aku mengangguk lalu balas berbisik " sini duduk, gak usah pedulikan mereka", aku menarik tangan elsa sampai terduduk di sebelahku.
Sekretaris kelas yang melihat itu langsung kabur keluar kelas, meninggalkanku dengan tumpukan kertas dan buku yang tadi di kerjakan bersama
Juan mengambil kursi di depanku dan duduk.
" Hai, maaf ya terlambat. Tadi sedikit sibuk ", Juan menatap mataku.
Aku tidak menjawab, sibuk melanjutkan yang tadi sedang ku kerjakan. Padahal kalau diperhatikan ujung pulpenku bergetar karena cemas.
Juan tersenyum tau aku mengabaikan dia. " Tadi kamu gak baca pesan teks aku ya? Berani banget. Padahal aku udah capek-capek ngetik. Malah dicuekin ", Juan berkata sok lembut.
Aku tetap tidak peduli, pura-pura tuli. Elsa di sebelahku sepertinya cemas, terus menggandeng tanganku.
Juan yang merasa diabaikan mulai kesal. " Bro, kayaknya anak-anak di kelas ini pada tuli ya ".
Adam hanya tertawa menanggapi sifat kekanakan dari Juan.
Juan berdiri lalu keluar kelas, memanggil temanku yang merupakan sekretaris kelas. Aku melihat berkeliling, banyak teman kelasku dan kelas sebelah yang menonton. Rasa malu menyergap, pipiku memanas. Dikira ini acara topeng monyet apa ya?
Anna yang merupakan sekertaris masuk ke kelas
" Embun pergi aja, gak apa-apa kok. Bakal aku kelarin kerjaan itu".
" Emang aku mau ke mana? Aku gak kemana-mana kok", aku kaget.
" Ayo", Juan mengambil tasku dan menyampirkan ke bahu kanannya.
" Mau ke mana?", aku tetap diam di tempatku berusaha menjadi keras kepala padahal ujung jempolku bergetar takut.
" Ujung planet ", Juan menjawab cuek.
" Gak mau", aku keras kepala.
" Embun gak mau. Jangan di paksa dong ", Elsa ikutan membelaku, padahal dia juga sama takutnya sepertiku.
" Oh berani ya anak baru", Adam maju ke arah Elsa.
" Jangan ganggu teman aku. Iya aku pergi sama kakak. Puas", aku kesal.
" Bagus. Yuk", Juan menarik sebelah tanganku.
" Jangan pegang-pegang", aku melepaskan tangan Juan dengan sedikit kasar.
Juan tersenyum entah senang atau kesal. Sepertinya Juan dan Adam tidak peduli dengan tatapan siswa lain yang menonton kelakuan mereka.
Tapi saat keluar dari kelas, aku merasakan sepertinya aura yang di pancarkan Juan cukup mengintimidasi mereka dan itu membuat kerumunan itu bubar dengan sendirinya.
Aku sempat mendengar Adam berbicara dengan Elsa.
" Kamu mau kakak antar pulang?".
" Gak… Gak butuh. Aku masih punya kaki. Awas ya teman kamu macam-macam sama Embun", Elsa mengancam.
Adam tertawa sambil berjalan mengikuti Juan
" Galak banget cewe jaman sekarang. Gemes deh", Adam berbicara pada dirinya sendiri.
***
" Aku gak ada helm. Nanti di tangkap polisi", aku beralasan saat di parkiran. Masih dengan keras kepala berdiri di samping motor Juan tidak bergerak.
Juan mengambil helm miliknya dan memakaikannya di kepalaku dengan lembut, lalu dengan ujung jarinya mengetok helm di kepalaku dengan cukup kuat. Aku kaget.
Juan mengangguk " aman. Yuk ".
" Juaaaaaannnn.... baby.... kamu mau pulang ya? anterin akikah dong", seseorang berteriak dari dekat situ kepada Juan.
" Gak bisa. Motor saya hanya bisa menggonceng cewek beneran. Bukan yang jadi-jadian", Juan duduk di atas motor lalu memberikan kode kepadaku untuk naik. Tapi aku diam saja.
Aku melihat Junet dengan beberapa teman wanitanya mendekati Juan. Junet lalu memperhatikanku dari atas kepala sampai ujung kaki.
" Ohhh anak Jakarta itu. Bisa juga kamu ya Juan. kok kamu mau sih sama dia dek? dia kan agak bangsat-bangsat gitu ya", oceh Junet sok akrab.
Aku mengangguk pelan sambil tersenyum penuh paksaan, di dalam hati mencaci maki si Junet ini.
'**Ini s**emua kan gegara lo setan, nanya lagi .... duh kaki gatal banget pen sliding kepalanya',batinku.
" Sana kau, hus hus... cerewet banget", Juan mengusir dengan gaya ngondek. Aku merapatkan mulutku hampir tertawa.
Junet tertawa cekikikan genit " Ah sok malu-malu kamu. Eh be.. te..we... ada hal penting yang akikah mo kasih tau sama you.. sini bisik dulu", Junet mendekati Juan dengan manja.
" Apaan nyet. Jangan bisik-bisik, geli anjing", Juan marah-marah saat Junet mendekatkan mulutnya ke kuping Juan.
Untuk sesaat aku bahagia melihat Juan yang tersiksa karena di kerjain Junet seperti itu. Rasanya puas 'Rasain kau Juan'.
Aku senyum-senyum sendiri. Pada akhirnya Junet berhasil berbisik di dekat Juan walaupun di berikan jarak oleh Juan.
Mimik wajah Juan berubah " Kau yakin?", Juan bertanya melihat Junet tajam.
" Yakinlah. You tau kan, ai ratu gosip di sini. Jadi ai sudah beri peringatan sama you, sekarang tugas you jaga si adik kecil ini. Udah ya, bye", Junet pergi dengan gemulainya.
Aku mengerenyitkan wajah, penasaran tapi tidak bertanya kepada Juan dan parahnya Juan diam saja. Malah menyuruhku naik ke boncengan motornya.
" Kukang, kamu mau naik sendiri atau aku bantu gendong taruh di boncengan?", Juan melihat ke arahku.
" Ha? aku naik sendirilah. Udah gila ya gendong-gendong", aku buru-buru naik ke atas motor.
Sekilas aku melihat Juan tersenyum. Juan menyalahkan motornya " pegangan yang erat, kalau gak nanti jatuh".
Aku memegang samping kiri dan kanan jaket Juan
" sudah ", aku menjawab yakin.
Juan mengangguk sedikit kurang puas. " Peluk dong masa pegang jaket",kata Juan menggodaku.
" Ya sudah aku turun", aku mengambil ancang-ancang turun dari motor.
" Oke-oke ... Seperti ini saja".
Setelah itu Juan menjalankan motornya dengan menarik gas yang membuatku menghantam punggungnya.
" Sialan", makiku tidak sadar
Juan tertawa dan membawa motornya meninggalkan gerbang sekolah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Tika Rotika
Aq suka ceritanya 👍👍❤️
2022-10-25
1
Irna Salut
keren loch ceritanya
2022-08-27
1