Lagi

Aku janji akan bertemu lagi di Kafe Baca dekat pemberhentian terakhir bus antar jemput sekolah kita…

Seorang anak laki-laki berseragam SMP yang sangat rapi bergegas turun setelah bus yang ia tumpangi berhenti dan sosok anak laki-laki lain berseragam sama terlihat melangkah turun dengan santai sambil memperhatikannya hingga menghilang di ujung jalan.

“Seung Woon, semoga harimu menyenangkan. Titip salamku pada Seung Hoon, dia kelihatan terburu-buru,” tegur Sang Sopir pada siswa SMP tersebut.

“Sudah kukatakan, aku Seung Hoon,” omel Seung Hoon ketika menoleh dengan raut kesal pada Sang Sopir Bus, “baca ini, Lee-Seung-Hoon,” tambahnya seraya berbalik dan menunjukkan pin nama di seragamnya.

“Hahahaha, maaf, aku masih belum bisa membedakan kalian. Karena terkadang kau terlihat seperti Seung Woon dan dia terlihat sepertimu. Hati-hati, titip salam pada semua orang di rumah,” ujar Sang Sopir dengan tawa renyah sebelum menutup pintu bus.

Seung Hoon hanya mengangguk pelan kemudian melambai dengan tatap datarnya yang sangat khas sesaat dan kembali diam memperhatikan sekitarnya.

“Nan(aku)...” bisiknya, “...geunyang(hanya)...” tambahnya sembari memejam dan merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang.

Nan geunyang hanguk soegogi sipeoyo. Lee Seung Hoon, neo geunyang...(Aku hanya ingin daging sapi korea. Lee Seung Hoon, kau hanya...)

Batinnya terhenti dan buat ia membuka mata ketika tersadar akan sesuatu, lalu berlari ke arah berlawanan dari jalan pulang.

“Maaf, aku terlambat. Tadi ada sedikit pelajaran tambahan.”

Yoon Aeka yang tengah bersantai di salah satu meja dalam Kafe Baca tersebut pun segera menurunkan komik yang menghalangi pandangannya dan mulai memindai siswa SMP di depannya.

“Lee Seung Woon?” tegur Aeka saat matanya tertuju pada pin di jas sekolah Seung Woon.

Sontak ia merasa sangat gugup ketika pandangan Aeka mengarah tepat ke wajahnya.

“Sudah kukatakan sejak kemarin, jangan lihat mataku. Aku hanya melihat dahimu,” tegur Aeka pelan dan datar.

“Oh! Maaf, aku lupa,” sahut Seung Woon cepat.

Aeka segera memberi isyarat padanya untuk duduk sebelum ia kembali membaca.

“Aku lupa kalau Seung Hoon belum mengatakan tentang hal itu,” bisik Seung Woon yang terdengar sedikit kesal sesudah menduduki kursi di hadapan Aeka.

“Kau bicara sesuatu?” tanya Aeka dari balik komiknya.

Ia tersentak dan memejam lalu mengatur napas sejenak. Aeka yang merasa penasaran karena tidak kunjung di jawab pun menurunkan komiknya dan memperhatikan Seung Woon yang sekarang terlihat sangat tenang.

“Hei, kau yang mengajakku bertemu di sini. Tapi, kenapa kau…”

“Aku ingin mentraktirmu es krim kenari yang enak,” ujarnya sambil tersenyum ramah dan memutus omelan Aeka yang seketika terdiam, “di sini ada es krim berbagai rasa. Kau suka apa? Melon, Stroberi, Anggur, Jeruk, Moka, Pepermi…”

“Cokelat,” sahut Aeka datar dan berusaha untuk tidak peduli dengan segala sikap Seung Woon yang di anggapnya aneh.

“Tunggu sebentar, aku pesankan,” ucap Seung Woon seraya beranjak dan melangkah ke meja pesanan yang tak jauh dari tempat mereka.

Hening dan Aeka mulai memandanginya. Lama, bahkan cukup lama, ia memperhatikan setiap gerakan dari sosok tersebut. Hingga tanpa sadar dia mengangguk ketika Seung Woon memberi isyarat untuk mencari buku sebelum kembali duduk. Hal itu pun buatnya tersentak dan mengerjap beberapa kali.

Tidak boleh suka orang asing.

Batinnya sambil menggeleng cepat dan seakan ingin benar-benar menyadarkan diri dari lamunannya.

“Maaf, ini es krim kenari rasa cokelat dan vanilla.”

“Letakkan saja di sana, Bi. Terima kasih,” sahut Seung Woon ramah.

Lagi, dia tersentak karena suara pelayan kafe yang mengantar pesanan mereka, sebelum akhirnya tertunduk dengan wajah bersemu tatkala mengetahui Seung Woon telah berdiri di sisinya sambil menenteng sebuah buku. Seung Woon tersenyum lembut dan mendekatkan gelas es krim kenari cokelat milik Aeka setelah dia duduk.

“Neo aphayo?(Apa kau sakit?)” tanya Seung Woon usai menyadari keanehan Aeka yang tidak kunjung menyentuh gelasnya.

Tanpa jawaban, Aeka bergegas meraih sendok dan memakan es krimnya. Seung Woon yang hanya bisa tersenyum dibuatnya, kemudian menarik selembar tisu dan membersihkan puncak hidung Aeka dari noda es krim.

“Cheoncheonhi meogeoyo(Makan pelan-pelan),” ucap Seung Woon lembut saat berhasil membuat Aeka memandangnya.

Aeka kembali menikmati es krimnya setelah terpaku karena menyaksikan sikap Seung Woon yang terlihat begitu dewasa untuk beberapa saat. Sementara, Seung Woon sudah mulai membaca sambil memegang sendok es krim di tangan kanannya.

Satu jam berlalu dalam keheningan, gelas es krim Aeka pun hampir mengering. Dia yang merasa di abaikan, akhirnya menghembuskan napas dengan keras dan buat Seung Woon mengalihkan pandangan dari bukunya.

“Ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya Seung Woon heran.

“Kau mengajakku bertemu hanya untuk menemanimu membaca buku fashion. Kenapa kau tidak ke kebun binatang saja? Setidaknya, di sana tidak akan ada yang mengerti bahasamu,” ujar Aeka yang jelas terdengar kesal.

Seung Woon yang sangat paham maksud dari semua ucapan Aeka pun tersenyum dan segera menutup buku yang kemudian dia letakkan di sisinya.

“Es krimmu sudah mencair,” tegur Aeka sinis ketika Seung Woon akan menyendok es krimnya.

Lagi-lagi Seung Woon tersenyum, lalu meletakkan sendok yang awalnya akan ia pakai di atas selembar tisu dan langsung meneguk habis es krimnya.

“Cara ini lebih praktis daripada harus menyendok beberapa kali dan mengotori wajahmu,” ujar Seung Woon seraya tersenyum geli.

Aeka yang masih kesal memilih untuk diam dan tidak mempedulikan candaannya.

“Kuantar kau ke asrama sekarang?” tanya Seung Woon setelah melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 5.00 sore.

Aeka tetap bungkam dan segera beranjak meninggalkan Seung Woon yang tersenyum tenang mengikuti langkahnya keluar dari kafe.

“Maaf, itu tempat favoritku dan aku sangat suka berada di sana,” bujuk Seung Woon sambil membayai langkahnya, “lain kali kita ke Pasar Raya. Aku akan pancingkan boneka kucing untukmu,” kembali ia membujuk.

“Kau berucap seakan sudah mengenalku ratusan tahun,” sindir Aeka usai menghentikan langkahnya.

“Mmm…aku rasa kita suami istri di kehidupan sebelumnya. Hahahaha,” sahut Seung Woon yang kemudian tertawa dan buat Aeka hanya bisa mengulum senyum, “bagaimana? Kau suka kucing?” tanyanya riang.

“Asal tidak ada buku lagi,” ujar Aeka datar.

“Aku janji,” sahut Seung Woon tulus.

“Kalau begitu gendong aku sampai asrama,” perintah Aeka dan sontak membuat Seung Woon terbelalak, “kau tidak mau?” tanyanya ketus.

“A, aku mau. Tapi, dengan badan sekurus ini, aku mungkin baru bisa menggendongmu tiga tahun lagi,” jelas Seung Woon dengan wajah memelas.

“Jadi, maksudmu aku gendut?!” bentak Aeka dan berlalu pergi meninggalkannya yang kini terlihat panik.

“Ae, Aeka, aku tidak mengataimu seperti itu,” kata Seung Woon yang berusaha mengejarnya, “hei!” teriaknya saat Aeka tiba-tiba berlari sangat kencang.

Kita melangkah bersama namun, jarak yang telah tergambar hari ini begitu samar kulihat ketika senyum bahagia itu tidak bisa kau sembunyikan…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!