TAP! TAP! TAP!
Terdengar langkah kaki berlari menuruni tanjakan jalan di salah satu komplek pinggiran Kota Busan.
"Lee Seung Woon, kau tidak mampir? Bibi sudah siapkan Tonik Jahe dan Ginseng untuk kalian!” tegur seorang wanita paruh baya ketika seorang anak laki-laki melintas di depan warungnya.
"Aku Lee Seung Hoon, Bi! Nanti aku ambil!” teriak Seung Hoon yang sempat berlari mundur dan kembali berbalik sembari melambai sesaat.
"Oh! Aku pikir Seung Woon. Tidak biasanya Seung Hoon seceria itu,” ujar wanita tersebut dengan kening berkerut sambil memandangi punggungnya yang sudah berlari cukup jauh.
Sementara, di halaman belakang gedung asrama atlet, seorang gadis yang tak lain adalah Yoon Aeka, terlihat mendorong pelan ayunan yang ia duduki dan memandang kosong pasir yang sedikit mengotori sepatunya.
Bersamaan dengan Seung Hoon yang baru tiba di sisi lain gedung tampak berusaha menghentikan laju larinya dan langsung berpegangan pada salah satu tiang bangunan karena hampir jatuh di lantai keramik yang licin.
"Hah! Hah! Hah! Kenapa tadi aku keluarkan kertas kalau sudah tahu Seung Woon tidak bisa 'menekuk jari' dengan baik? Dia menggumpal semua jarinya jadi batu sempurna dan buatku harus menemuinya lebih dulu,” omel Seung Hoon di sela napasnya yang tersengal.
Seung Hoon terlihat jelas memaksakan diri untuk pulih dengan tangan kanan memegangi dada yang berdebar sangat kencang pun, akhirnya menyerah dan merosot ke lantai. Dia bersandar di tiang bangunan dan memejam juga menjulurkan lidah sebab panas yang baru ia rasakan mulai menjalari seluruh tubuhnya setelah berlari cukup lama.
"Hah, hah. Baru aku tahu, untuk bernapas saja bisa sesulit ini. Glek! Hah, hah, hah,” kembali Seung Hoon berucap dengan napas yang semakin terdengar lelah, “aku bahkan belum memulainya dan Tuhan sudah menghukumku. Hah, hah, hah. Glek!” lagi, ia meneguk ludah kuat setelah berhasil mengomel untuk kesekian kali, “hah, hah. Aku hanya anak SMP berumur 12 tahun yang ingin makan daging sapi korea. Tuhan, berbaik hatilah padaku sedikit,” tambahnya memelas.
"Kau sedang apa?”
Teguran itu sontak buat dia membuka mata dan berdiri. Ia hanya bisa terpaku tatkala sosok pria tinggi berbadan atletis tersebut menatapnya curiga.
"A, aku, penggema...oh! Teman. Iya, aku teman Yoon Aeka,” sahut Seung Hoon ketika hampir mengucapkan kalimat yang salah.
"Kau benar temannya?” tanya Sang Pria dengan tatap yang semakin dipenuhi kecurigaan.
"I, iya, aku temannya,” ujar Seung Hoon setengah berteriak karena rasa gugupnya.
Si Pria yang sempat memicingkan kedua matanya itu lalu berbalik dan melangkah pergi.
"Ikut aku!” perintahnya sebelum melangkah lebih jauh.
Tidak perlu dua kali untuk Seung Hoon memahami maksud Sang Pria yang akan menuntunnya pada Yoon Aeka. Hanya butuh beberapa menit dan mereka bisa melihat Aeka yang masih tertunduk lesu di ayunan. Keduanya melangkah dalam diam menghampiri dia yang kemudian menyusuri sosok Sang Pemilik Sepatu.
"Joon Shin Won, ada apa?”
Dia bertanya datar sesudah mengetahui pria yang sekarang berdiri di hadapannya.
"Akh!”
Kini, dia memekik setelah pria bernama 'Joon Shin Won' tersebut menjentik dahinya pelan.
"Kau mau mati?” omel Shin Won sembari melototkan mata penuh arti.
"Aku sedang benci padamu hari in…akh!” lagi, ia memekik ketika Shin Won menjentik dahinya lebih keras.
"Ada 'teman' yang ingin menemuimu,” ujar Shin Won tanpa peduli pada Aeka sempat meliriknya sinis.
Seung Hoon yang sempat berdiri di belakang Shin Won pun bergeser dan menampakkan diri. Dengan ragu ia tersenyum sambil melambai pada Aeka yang hanya memandangnya datar.
"Kalau bukan, aku akan jauhkan dia darimu sekarang,” tawar Shin Won sesudah Aeka kembali melihatnya.
Seolah sangat mengerti arti dari tatapan Aeka, dia langsung menggenggam erat pergelangan tangan Seung Hoon yang seketika merasa sangat ketakutan.
"A, aku...”
"Tinggalkan aku bersamanya,” perintah Aeka usai memperhatikan mereka sesaat.
"Tapi, bagaimana bisa dapat teman, jika kau hanya seminggu di sini setelah pertandingan berakh...”
"Dia teman sepupuku,” sahut Aeka yang sekarang memandangi sebuah pohon besar di seberang jalan sambil mendorong pelan ayunannya.
"Baik. Katakan padaku kalau anak ini macam-macam padamu. Jadi, langsung bi...”
"Aku petarung kelas berat yang memegang sabuk hitam dan tahu pasti harus seperti apa,” Aeka lagi-lagi menyahut datar dan seolah tidak ingin memberi kesempatan pada Shin Won yang memang selalu memberikan perhatian lebih untuknya.
Reaksi Aeka yang terlihat sangat tidak acuh hari ini pun buatnya mengalah dan melepaskan genggamannya. Dia tersenyum lembut seraya menepuk pelan pundak kiri Aeka.
"Ini belum berakhir, kau tetap pemenang. Jadi, jangan terlalu memikirkan pertandingan kemarin,” ucapnya tulus dan lalu memandang Seung Hoon, “aku akan patahkan tulangmu kalau berani menyentuh ujung rambutnya,” ancamnya kemudian.
Seung Hoon hanya bisa meneguk ludah dan terpaku ketika Shin Won menepuk keras pundak kanannya.
"Kau teman atau bukan, cobalah menghiburnya. Dia sangat terpukul usai pertandingan kemarin.”
Kemudian, ia tersenyum ramah sebelum akhirnya melangkah pergi.
"Kau siapa? Mau apa?” tegur Aeka datar tanpa ada niatan untuk mengalihkan pandangan.
Seung Hoon tersenyum dan bergegas mengulurkan tangan kanannya.
"Aku Lee Seung Woon, murid SMP Haeundae tingkat pertama dan sudah empat kali menonton pertandinganmu. Kau sangat hebat, tidak semua gadis bisa sepertimu. Aku pendukung setiamu dan berharap kau mau jadi te...”
Acara pengenalan diri Seung Hoon yang sangat bersemangat itu harus terhenti saat Aeka melihat tangannya dan lalu memandang tepat ke wajahnya.
"Jangan pernah salah kira, aku hanya menatap dahimu. Aku benci menatap mata orang lain karena akan terlihat seperti pembohong,” ucap Aeka datar.
Seung Hoon mengerjap seraya menarik uluran tangan setelah memahami tatap datar Aeka yang memerintah untuk duduk di sampingnya. Selama beberapa saat, Aeka diam dan tidak sedikitpun peduli padanya yang hanya bisa tertunduk dengan gelisah.
"Seung Woon, kenapa kau sangat bodoh dalam permainan kertas, gunting, batu?” bisiknya kesal.
"Apa yang kau inginkan?” tegur Aeka tiba-tiba.
Jantung Seung Hoon sontak berdebar kencang dan buat pandangannya langsung teralih pada Aeka yang sudah kembali memandangi pohon besar di seberang jalan.
"A, aku hanya ingin menjadi temanmu,” sahut Seung Hoon gugup.
Dengan tatapan yang tidak berubah, Aeka lagi-lagi diam usai mendengar jawaban Seung Hoon yang mulai memperhatikan dirinya.
"Jangan melihat seperti itu. Kalau hanya ingin merendahkanku, kau bisa pergi sekarang.”
Sebab tatapan dalam selama beberapa detik itu di sadari oleh Aeka. Otomatis, teguran dinginnya kembali membuat jantung Seung Hoon berdebar, bahkan lebih kencang.
"Ti, tidak ada. Oh! Tunggu sebentar,” sahut Seung Hoon yang bergegas mengeluarkan sebuah mp3 kecil dari saku jaketnya.
Ia segera memasangkan earphone di telinga Aeka setelah turun dari ayunan dan berjongkok di depannya.
"Mp3 ini hadiah ulang tahun dari Pamanku dua tahun lalu. Di dalamnya ada karangan lagu yang kunyanyikan. Semoga kau suka,” jelas Seung Hoon dan tampak sangat bersemangat.
Aeka memilih untuk tetap bungkam dan biarkan dia melakukan apapun sesuka hati sampai lagu dari mp3 tersebut mulai terdengar di telinganya. Sementara, senyum terukir di wajah Seung Hoon sesudah meletakkan mp3-nya di pangkuan Aeka yang perlahan memejamkan mata, sebelum kemudian ia beranjak dan kembali duduk.
"Musim panasnya sebentar lagi berakhir,” ujar Seung Hoon sambil mendorong pelan ayunannya dan memandangi langit yang tampak sedikit berkabut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments