Rumah terasa begitu hangat malam ini. Habib memanfaatkan waktu ini untuk mengobrol panjang lebar pada papa dan mamanya.
“Pa, Ma. Ada yang mau Habib sampaikan pada Papa dan Mama.”
“Ada apa, Sayang?” sahut Pauline yang memasang raut wajah gelisah.
Wajar bila Pauline sedikit gelisah, tidak seperti biasanya Habib memasang tampang seserius sekarang.
“Katakanlah, Bib. Ada apa, Nak?” tanya Halim pula yang lekas mengalihkan perhatiannya dari laptop ke arah anaknya.
“Kalau misalnya Habib ingin mencoba hidup mandiri ... apakah boleh?”
“Maksud kamu apa? Mama gak ngerti, deh, Bib. Coba kamu jelaskan lebih terperinci.” pinta Pauline.
“Jadi, rencananya Habib ingin kuliah di luar negeri, Ma. Ya, menurut Habib belajar di negeri orang akan banyak mengajarkan pada Habib tentang kehidupan.”
“Tapi, kenapa harus jauh-jauh ke luar negeri segala, Nak? Memangnya, di sini gak bisa, hmm?”
“Bukan begitu, Ma. Kalau Habib belajar ke luar negeri. Habib lebih akan tahu yang namanya hidup mandiri. Jauh dari orang tua. Jauh dari teman-teman. Dan ... jauh dari kemewahan yang selama ini Habib rasakan. Habib sangat berharap, Mama dan Papa akan menyetujui niat Habib ini.”
Halim melepaskan kacamatanya. Ia mulai mengutarakan pendapatnya.
“Bib, kalau Papa setuju-setuju saja kamu mau belajar di mana saja. Asal ... satu. Kamunya nyaman. Dan ... selalu aman. Biar Papa dan Mama kamu tidak cemas karena kamu.”
“Iya, Pa. Habib yakin Habib akan menemukan kenyamanan dalam belajar nantinya di sana. Jadi, apa itu artinya Papa setuju?”
“Papa, sih, ya setuju saja. Gak tau kalau Mama kamu bagaimana?”
“Ma, please ... boleh, ya?!”
Pauline tampak ragu-ragu menjawab pertanyaan dari anaknya.
“Tapi, Bib. Mama ... Mama gak mau kehilangan kamu, Bib.”
“Aku cuma belajar, Ma. Insya Allah, aku gak akan hilang, kok. Boleh, ya Ma?”
“Ya, udah iya. Tapi, kamu harus sering-sering kabari Mama, ya!”
“Siap, Mama cantik.” Habib spontan memberikan refleks atas izin yang diberikan mamanya padanya. Ia merengkuh tubuh sang mama dan memeluknya begitu erat.
Kemudian, ia berjalan ke arah sang papa. Lalu, memberikan pelukan jua pada sosok pahlawan dalam hidupnya tersebut.
“Pa ....” Halim menerima pelukan sang anak dan tak lupa memberikan wejangan pada putra semata wayangnya itu.
“Jadilah sosok laki-laki yang dapat di andalkan. Kamu paham, 'kan?”
“Iya, Pa.”
...----------------...
Seoul, Korea Selatan ....
Malam semakin ganas dengan udara dingin yang semakin ekstrim. Mi Kyong menggigil dan terlihat pucat pasi. Udara dingin malam ini bagai menggerogoti tubuh yang tengah rapuh.
“Aishhh ... gong-giga wae ileohge chagawo? Naneun deo isang-ui junbi eobs-i domangchyeossda. Mom-eul nog-il gos-eul chajneun ge joh-eul geos gat-ayo.”
{Aishhh ... mengapa udaranya begitu dingin sekali? Aku kabur tanpa persiapan yang lebih. Sebaiknya aku mencari tempat untuk menghangatkan diri.}
Tempat yang tak jauh darinya saat ini di jadikan sebagai persinggahan oleh Mi Kyong. Sesampainya di sana ia memesan semangkuk sup hangat, serta beberapa menu makanan lainnya yaitu odeng, gyeran ppang, tteokguk, sundubu jigae dan seolleongtang.
Sambil menunggu pesanan datang, Mi Kyong memainkan ponselnya. Sesaat kemudian ia sadar, bahwa saat ini ia tak boleh meng-aktifkan ponselnya.
“Jeonhwaleul kyeol su eobs-seubnida. animyeon ... nae wichineun najung-e chujeogdoebnida. Geudong-an nae gyehoeg-eun silhaengdoeji anh-assseubnida. An dwae ... an dwae ....”
{Aku tidak boleh menghidupkan ponsel. Atau ... posisiku akan terlacak nanti. Sementara, rencana ku belum terlaksana. Tidak boleh ... tidak boleh ....}
Mi Kyong buru-buru mematikan kembali ponsel yang ada dalam genggaman tangannya. Akhirnya, pesanannya pun datang.
“Wa, naemsaeman-eulodo beolsseo yuhogjeog-ineyo.”
{Wah, aromanya saja sudah mengundang selera.}
Tanpa perlu menunggu lama, Mi Kyong menjajal semua hidangan yang ada di hadapannya.
...----------------...
Kediaman keluarga Lee Joon Woo ....
Tiba saatnya untuk mengecek kamar Mi Kyong, Do Hyun terperanjat. Dirinya tertegun sesaat melihat kamar yang kosong tanpa penghuni. Matanya terbelalak tak dapat mempercayai kenyataan yang ada.
“Mwo?! H-geuga eotteohge geunyang jinachil su iss-eossseubnikka? Geuneun talchulhal su eobs-eoya habnida. Aishhh ... Migyeong neo jinjja jjajeungnanda!”
{Apa?! Ba-bagaimana bisa dia lolos begitu saja? Bukankah seharusnya dia tidak bisa kabur. Aishhh ... Mi Kyong, kau benar-benar menyebalkan!}
Seisi rumah menjadi gempar mendengar kabar Mi Kyong menghilang. Termasuk Lee Joon Woo.
“Mwo?! Migyeong-i salajyeossda?!”
{Apa?! Mi Kyong menghilang?!}
“Ye, Boseu.”
{Ya, Bos.}
“Ppalli Migyeong-eul chaj-ala! Eojjaessdeun nae ttal-eul chaj-aya hae. Algo sipji anhseubnida. Ppalli geuleul chaj-a nae ap-eulo delyeowa. Ihaehada!” titah Lee Joon Woo pada anak buahnya.
{Cepat temukan Mi Kyong! Bagaimana pun caranya kalian harus bisa menemukan putriku. Aku tidak mau tahu. Lekas temukan dia dan bawa dia ke hadapanku. Mengerti!}
“Joh-ayo, Boseu.”
{Ba-baik, Bos.}
Mereka semua kocar-kacir berlari untuk segera mencari Mi Kyong. Ada dua orang yang baru saja menyadari kebodohan mereka. Kini, mereka hanya bisa meratapi nasib saja. Apalah daya, semua sudah terjadi.
Chung Hee dan Min Joon mengutuk diri mereka sendiri. Terlampau mudah untuk di bohongi oleh Mi Kyong tadi.
“Naega jeil meongcheonghan ingan Minjun-i doen gibun-iya.”
{Aku merasa menjadi manusia paling bodoh, Min Joon.}
“Jeodoyo”
{Aku juga.}
Melihat Min Joon dan Chung Hee masih berdiam diri. Do Hyun meneriaki mereka agar lekas berlari.
“Minjun ... Cheonghui ... mwohae, eung? gabsida!”
{Min Joon ... Chung Hee ... kalian sedang apa, hah? Ayo, pergi!}
“Ye, junbidoen timjangnim!”
{Ya, siap Ketua!}
...----------------...
Persiapan demi persiapan telah Habib lakukan. Ia mengemasi barang-barangnya dan telah mengurus segala hal yang berkaitan dengan perpindahan kuliahnya ke luar negeri.
“Sepertinya semua sudah lengkap. Besok tinggal berpamitan pada teman-teman dan dosenku saja. Mudah-mudahan, semuanya lancar tanpa kendala. Aamiin ....” doa Habib setelah selesai mengemasi barang-barangnya.
Malam ini Habib pergunakan dengan sebaik-baiknya sebelum pergi esok hari. Ketika ia akan membuka pintu kamar, ia di kejutkan dengan kehadiran sang mama di sana.
“Mama ... kenapa Mama malah berdiri aja di sini? Kenapa gak masuk langsung, Ma?” Pauline tersenyum getir. Di balik senyum itu tersimpan kesedihan yang terselip dengan begitu epik.
“Gak apa-apa, Sayang. Mama cuma ingin memberikan kamu waktu untuk mempersiapkan segalanya sendiri. 'Kan, kamu bilang ingin hidup mandiri. Jadi, Mama sengaja gak bantuin kamu.” alibinya dengan sangat pandai sekali.
“Iya, Ma. Oh, iya. Habib punya sesuatu untuk Mama. Ayo, Ma masuk!” di tariknya tangan wanita yang telah melahirkan dirinya itu ke dalam kamarnya.
“Duduk dulu, Ma. Habib akan tunjukkan sesuatu untuk Mama.” Pauline patuh pada perintah anaknya. Ia pun menunggu dengan duduk di atas ranjang sang anak.
“Habib ... sejak kapan kamu terpikirkan untuk membelikan Mama ini, Sayang?” Mata Pauline berkaca-kaca. Ia tak kuasa menahan rasa haru di dadanya.
“Sejak lama, Ma. Hanya saja, Habib belum menemukan momen yang tepat untuk memberikan ini pada Mama. Mungkin, sekaranglah momen yang tepat itu, Ma. Habib pakaikan, ya Ma?” Pauline mengangguk dan berkata, “Iya, Sayang.”
Sebuah kalung dengan liontin berbentuk hati telah terpasang di leher jenjang milik Pauline. Wanita itu tampak semakin cantik saja saat ini. Apalagi ... dia memang terlihat awet muda. Seakan kulitnya tak pernah mengendur meskipun waktu telah berlalu dengan cepatnya.
“Apa Mama menyukainya, hmm?”
“Suka, Mama sangat suka Sayang.” jawab Pauline sembari membelai lembut rambut sang putra.
Habib masih ingin menunjukkan sesuatu pada mamanya.
“Oh, iya Ma. Aku juga belikan sesuatu untuk papa. Tapi, aku bingung. Apakah papa akan menyukainya atau tidak, ya Ma?”
“Coba Mama lihat.”
Habib mencari sesuatu di dalam lemari pakaiannya. Dan dia membawa sebuah kotak kecil berwarna hitam.
“Ini, Ma.” Habib menunjukkan isi kotak itu pada Pauline. Pauline tersenyum dan kembali membelai lembut rambut sang anak.
“Mama yakin papa mu akan menyukainya, Nak. Pergilah berikan ini padanya. Dia sedang di ruang kerjanya saat ini.”
“Ya, Ma. Kalau gitu, Habib temui papa dulu, ya Ma?”
“Iya, Sayang.”
...----------------...
Lelaki paruh baya tampak sedang berkutat dengan laptopnya. Ia duduk dengan posisi tegap serta sorot mata yang tak teralihkan sama sekali. Sejak tadi ia hanya fokus pada pekerjaannya saja. Sampai-sampai kehadiran Habib tak ia sadari sama sekali.
Tok ... tok ... tok ....
Habib mengetuk pintu sebagai tanda meminta izin untuk masuk.
“Eh, Habib. Masuk saja, Bib.”
Habib mematuhi ucapan sang ayah. Lekas kaki di bawa melangkah semakin mendekat.
“Papa sibuk banget, ya?” tanya Habib yang sudah sangat tahu dengan pasti, jawaban apa yang akan ia terima.
“Oh, iya. Ada apa, Bib?”
“Apa aku mengganggu Papa, ya?” Mendengar ucapan Habib, Halim dengan serta-merta menutup pelan laptopnya.
“Ada apa? Katakanlah jika kamu membutuhkan sesuatu. Siapa tahu Papa bisa bantu kamu,” ujar Halim menanggapi.
“Eee ... bukan seperti itu, Pa. Habib hanya ... hanya ingin memberikan ini pada Papa.” Sebuah kotak hitam Habib ulurkan ke hadapan sang ayah.
“Apa ini, Bib?”
“Buka saja, Pa.”
“Dalam rangka apa kamu kasih Papa hadiah, hmm?”
“Hanya ingin saja, Pa. Tadi, aku juga udah berikan hadiah juga ke mama.”
“Wah, terima kasih, ya Nak! Oh, ya. Boleh Papa buka sekarang?”
“Iya, Pa. Buka, aja. Tadi, 'kan aku udah suruh Papa buka,”
“Oh, iya lupa. Hehehe ....” Habib turut tersenyum bahagia melihat tingkah sang ayah di depannya.
“Bagus sekali ini, Nak. Terima kasih banyak, ya Bib.”
“Sama-sama, Pa. Syukurlah, kalau Papa suka. Aku jadi lega.” Anak dan ayah itu pun tersenyum satu sama lain.
Suasana hangat begitu terasa di saat detik dan menit yang Habib habiskan bersama keluarganya. Karena esok ia sudah harus meninggalkan mereka semua.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Bayangan Ilusi
Uuututuuu.. sweetnya kamu habib🥰
2022-10-08
1
auliasiamatir
habib kemana Thor, ke soul yah.
2022-09-26
1
Nindira
Saat baca menu makanannya otakku langsung berkelana, kaya apa ya makanannya itu? rasanya gimana?
Mi Kyong kamu punya rencana apa sih?
Habib semoga semuanya lancar dan kamu selamat dalam perjalanan saat berangkat menuntut ilmu keluar negri
2022-09-12
1