Rencana Pindah Kampus

Habib, Vikal dan Adnan telah berhasil menghentikan langkah kaki Khadijah Amelia. Wanita cantik berhijab itu tak menyangka dirinya akan dihadapkan pada pria tampan dalam kurun waktu yang bersamaan.

“Assalamu’alaikum,” ucap salam mereka bertiga pada Khadijah.

“Wa’alaikumsalam. Maaf, ada apa, ya?” tanya Khadijah dengan raut wajah yang berkerut karena sedikit takut.

“Begini, Mbak. Kami sengaja menghampiri Mbaknya ke sini untuk sekedar menyapa dan sedikit bertanya. Apakah boleh, Mbak?” tanya Vikal yang paling berani di antara mereka bertiga.

“Ya, boleh. Masnya mau tanya apa ke saya?”

“Sebelumnya, perkenalkan saya Vikal dan ini teman-teman saya. Yang ini namanya Adnan,” tunjuk Vikal ke arah Adnan.

“Nah, yang itu namanya Habib.”

“Ya, salam kenal.” balas Khadijah sedikit kikuk.

“Jangan takut, Mbak. Kita semua anak baik, kok, Mbak. Oh, ya. Mbak sendiri namanya siapa?” tanya Vikal tanpa melihat poster besar yang terpampang di dekat mereka.

“Dasar buta! Nama dan wajahnya sudah terpampang sebesar itu masih saja basa-basi bertanya.” gumam Habib yang melihat kepolosan temannya.

“Eh, Kal. Lihat, deh! Itu, 'kan, foto dan namanya si Mbak ini. Kok, kamu masih nanya siapa namanya, sih? Apa kamu gak bisa baca, hah?” celetuk Adnan yang tentu saja membuat Vikal merasa malu bukan kepalang.

“Eh, iya. Maaf, Mbak. Kalau begitu, saya tanyakan hal lainnya saja. Jadi, kalau ingin menjadi mahasiswa yang bisa direkomendasikan untuk pertukaran pelajar itu, syaratnya apa, ya?”

“Oh, kalau masalah itu semua hanya pihak kampus yang berhak menentukan siapa yang layak untuk mendapatkan kesempatan itu. Dulu, saya bisa mendapatkan kesempatan itu dengan giat belajar dan selalu aktif dalam berbagai macam kegiatan di kampus.” terang Khadijah Amelia yang mulai sedikit santai.

“Oh, begitu, ya, Mbak.”

“Iya, apakah masih ada lagi pertanyaan berikutnya?”

“Maaf, menyela pembicaraan kalian. Saya hanya mau tanya. Berapa lama kamu belajar di luar negeri?” celetuk Habib di tengah-tengah perbicangan Vikal dan Khadijah.

“Alhamdulillah, saya belajar sampai beberapa bulan saja di sana.”

“Baik, terima kasih. Kalau begitu, kami permisi. Maaf, telah mengganggu waktu istirahatnya. Assalamu’alaikum,” Habib menyeret kedua temannya untuk segera pergi.

“Wa’alaikumsalam.”

...----------------...

Tak terima di seret begitu saja oleh Habib, Vikal mencecar Habib dengan beragam pertanyaan yang tak berkesudahan.

“Bib, kenapa kamu malah bawa kita pergi, sih? 'Kan, kita belum selesai ngobrol sama mbaknya. Kamu kenapa, sih, Bib? Apa salah kalau kita ngobrol lebih banyak lagi sama dia?” ujar Vikal menggebu-gebu.

“Udah selesai? Kalau belum, silakan lanjutkan. Tapi, aku akan pergi dan tidak akan menggangu kalian lagi untuk ngobrol sama dia.” Tak sekedar melayangkan ucapannya, Habib membuktikan apa yang baru saja ia katakan.

“Ck, lu apa-apaan, sih, Kal? Liat ‘kan, si Habib jadi marah dan pergi ninggalin kita? Ah, gak ngerti lagi gue sama sikap lu.” celetuk Adnan yang langsung mengejar Habib.

“Bib, tunggu aku, Bib ....!”

“Lah, kok jadi malah nyalahin gue, sih? Eh, tungguin gue, Bro ....!” jerit Vikal yang agak terlambat sadar.

Ini adalah kali pertama mereka ribut selama mereka kuliah. Hal itu pun terjadi di luar dugaan. Sungguh, bila telah menyangkut tentang wanita. Maka, pasti akan ada saja masalah yang di timbulkan setelahnya.

...----------------...

Seoul, Korea Selatan ....

Mi Kyong masih di kurung di dalam rumah tak boleh pergi kemanapun. Gadis itu amat kesal dan menyesal karena dia tidak melarikan diri tepat waktu tadi.

“Jenjang, nan wae domangchiji anh-assji? amado igeos-eun il-eonaji anh-eul geos-ibnida. Dohyeon-i jjeol-eo!”

{Sial, kenapa aku tadi tidak langsung lari saja? Mungkin hal ini tidak akan terjadi. Dasar Do Hyun menyebalkan!}

Tangan mulai membuka tirai jendela dan mengintip dari balik kaca, apakah di bawah sana ada penjaga yang bertugas di sana atau tidaknya. Ia mulai merencanakan sesuatu yang luar biasa. Apalagi kalau bukan kabur lewat jendela?

Ya, satu-satunya hal yang terpikirkan oleh otak Mi Kyong saat ini adalah ... melarikan diri dari rumah. Bagaimanapun caranya, dia akan perjuangkan hak kebebasannya.

“Alasseo, jinjeonghaeyagess-eo! Jeonhyeo wiheomhaji anhseubnida. Nan geunyang changbakk-eulo nagaseo ... alaecheung-eulo ttwieonaelimyeon dwae.”

{Oke, aku harus tenang! Ini tidak berbahaya sama sekali. Aku hanya perlu keluar jendela dan ... melompat turun ke bawah.}

Rencana telah di laksanakan, Mi Kyong menarik nafas dalam-dalam sebelum ia memberanikan diri untuk segera melompat ke bawah. Balkon kamar Mi Kyong sungguh terlampau tinggi. Tapi, tekadnya yang kuat tak melunturkan niatnya sama sekali. Rasa takut ia babat habis. Sehingga yang tersisa hanyalah keberanian yang tak pernah terkikis.

Pertama kali yang ia pikirkan adalah ... membuat sebuah tali. Ia pun membentuk sebuah kalin panjang seperti tali. Ia ikat kain panjang itu pada balkon. Kemudian, ia mulai menurunkan dirinya dengan kain itu.

Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

Pada saat Mi Kyong turun ke bawah, sialnya ia harus bertemu dengan dua berandalan yang merepotkan.

“Mi Kyong ....” ucap serempak kedua pria berbadan tegap dan tinggi tersebut padanya.

“Jenjang. Nae gyehoeg-i silpaehan geos gatseubnida.” bisiknya dalam hati.

{Ah, sial. Sepertinya rencana ku gagal.}

“Migyeong mwohae? Igeol ibgo wae naelyeoga?” tunjuk salah satu pria itu pada kain panjang yang terjuntai di hadapan mereka.

{Mi Kyong sedang apa kau? Kenapa turun memakai ini?}

“Hehehe ....” Mi Kyong hanya terkekeh tidak jelas menanggapi ucapan pria bertubuh atletis itu.

“Domangchilyeoneun geoya, eung?” timpal salah seorang pria yang sejak tadi diam saja.

{Apa kau mencoba untuk kabur, ya?}

“Ye ... eotteohge talchul hal su issseubnikka? Naneun uliga jigjang-eseo wiheom-e cheohaess-eul ttae haegyeolchaeg-eul chajgo issseubnida. Jega mandeun bangbeob-i neomu wanbyeoghan geos gatseubnida. Gwonli?”

{Ya ... mana mungkin aku kabur. Aku hanya sedang mencari solusi ketika nanti kita terjebak dalam bahaya saat bekerja. Sepertinya, cara yang ku buat ini begitu sempurna. Benar, ‘kan?}

Chung Hee dan Min Joon pun tertegun mendengar penjelasan Mi Kyong pada mereka. Tampaknya kedua pria itu mempercayai alibi Mi Kyong begitu saja.

“Jal haess-eo. Geuleom, sillyehagessseubnida. Yeonghon!”

{Kerja bagus. Kalau begitu, kami permisi dulu. Semangat!}

“Baboya!” ujarnya setelah kedua pria itu pergi.

{Dasar bodoh!}

Mi Kyong pun kembali melanjutkan langkahnya.

...----------------...

Surabaya ....

Pertemuannya dengan Khadijah tadi di kampus. Membuat Habib berpikir untuk mengikuti program pertukaran pelajar di kampusnya.

“Apa sebaiknya aku menawarkan diri untuk mengikuti program itu, ya? Siapa tau ... bisa di kabulkan. Tapi, ... apakah mama dan papa akan menyetujui rencana ku ini?” Monolog Habib di tengah kebingungannya.

Dibawanya tubuh berbaring di atas ranjang. Kembali otaknya menerawang. Membayangkan hidup di tengah-tengah masyarakat yang berbeda jauh dengan lingkungannya selama ini.

Tiba-tiba saja Habib terpikirkan sebuah pertanyaan. Apakah ia akan sanggup hidup jauh dari orang-orang terkasih? Apakah ia akan bisa untuk beradaptasi?

“Ah, aku ini gimana, sih? Belum juga di terima sudah mengkhayal terlampau jauh. Astaghfirullah ....” ujarnya sembari meraup wajahnya.

...----------------...

Keesokan harinya di kampus ....

Seperti biasanya, Habib selalu menyambangi perpustakaan sebelum masuk ke kelas. Julukan kutu buku memang sangat tepat di sandang kan padanya.

Semua itu terbukti dari keseharian Habib yang rajin dalam hal membaca. Menurutnya, membaca itu bukan hanya sekedar mendapatkan ilmu. Tetap juga sembari merilekskan pikiran.

...----------------...

“Eh, Bib. Kamu tertarik gak sama program pertukaran pelajar itu?” tanya Vikal tiba-tiba seusai jam kelas telah berakhir.

“Kenapa memangnya?”

“Kalau aku sih tertarik. Tapi, mama ku tidak mengizinkan aku untuk mengikuti program itu.” ucap sendu Vikal pada kedua temannya.

“Sama, aku juga.” timpal Adnan pula.

“Kalau kamu, Bib?” tanya serempak mereka pada Habib.

“Belum tau. Aku belum bilang apa-apa sama mama dan papa. Rencananya hari ini aku akan tanyakan pada pihak kampus. Setelah itu baru aku ceritakan pada mama dan papa.” terang Habib panjang lebar.

“Kalau misalkan kamu terpilih nih. Kamu mau pergi ke negara mana?” tanya Vikal dengan antusias.

“Iya, aku juga mau tau.” imbuh Adnan.

“Ya, terserah pihak kampus saja mau meletakkan aku di mana. 'Kan, mereka yang berwenang. Udah, ya. Aku pamit dulu mau menanyakan hal ini.”

“Eh, kita ikut kamu, ya?” ucap mereka pada Habib.

“Ya, udah. Ayo, jalan!”

...----------------...

Seusai berbincang tadi, Habib jadi berpikir. Akan jauh lebih baik bila ia langsung pindah kampus saja. Daripada hanya belajar selama beberapa bulan saja.

“Bib, jadi gimana menurut kamu? Apa masih mau ikutan program pertukaran pelajar, hmm?”

“Kayaknya aku mantap gak ikut, deh, Kal. Lagi pula kan cuma beberapa bulan saja. Sementara, aku maunya belajar lama di luar negeri. Aku mau mencoba hidup mandiri sekaligus belajar untuk mencari uang sendiri, Kal, Ad. Lalu, kalau kalian bagaimana?”

“Sama, aku juga maunya begitu, Bib. Tapi, ...”

“Tapi, kenapa, Ad?”

“Ibuku sedang tidak sehat. Aku gak bisa ninggalin beliau gitu, aja.” Habib dan Vikal menepuk pundak Adnan sebagai bentuk menyemangati Adnan.

“Tetap semangat teman-teman!” ujar Adnan. Mereka pun saling tersenyum satu sama lainnya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Bayangan Ilusi

Bayangan Ilusi

iya, melompat turun ke bawah dan.. pluk🤭

2022-10-08

1

Bayangan Ilusi

Bayangan Ilusi

mulai nih, modus si vikal😂

2022-10-08

1

gegechan (ig:@aboutgege_)

gegechan (ig:@aboutgege_)

harta tahta wanita itu beneran jadi senjata buat laki laki. btw aku nungguin kembaran itu bersatu kembali

2022-10-02

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!