Yesha memandang jalanan Ibukota yang sangat padat akan kendaraan yang berlalu lalang. Malam ini adalah malam minggu, di mana banyak muda-mudi yang menghabiskan waktunya untuk berkencan. Namun, hal itu tentu tak berlaku untuk kaum single.
Saat ini Yesha tengah berada di warung pecel lele sekitar taman. Sedari tadi matanya menangkap muda-mudi yang asik bersenda gurau dengan pasangannya. Perempuan itu menghela nafasnya kasar saat melihat gaya pacaran Anak zaman sekarang.
Tak ingin terlalu larut dalam pemandangan yang banyak menampilkan adegan romantis, perempuan itu memilih bermain dengan ponselnya. Dirinya terus saja menscroll media sosialnya, dirinya jenuh menanti pesanannya yang kunjung diantarkan. Warung pecel lele yang berasa di dekat taman ini memang terkenal akan cita rasanya yang lezat.
Seharusnya dirinya mengajak Nata atau Alika, jika begini dirinya bisa mati karena kebosanan. Yesha menghela nafasnya kasar, dirinya menatap antrian yang rata-rata diisi oleh kumpulan pasangan yang tengah bermalam mingguan. Seharusnya dia ingat resiko pergi saat malam minggu.
Ck, mata gua sakit liat orang pacaran. Alay, batinnya kesal.
Setelah pesanannya diantarkan, Yesha segera menghabiskan makanannya. Dirinya ingin segera pulang ke rumahnya. Matanya gatal melihat banyaknya pasangan yang berciuman di jalanan. Dirinya tak habis pikir dengan remaja zaman sekarang, mereka terlalu terang-terangan dalam melakukan sesuatu.
Yesha menaikkan satu alisnya saat mendengar notifikasi dari handphone miliknya. Alisnya bertaut saat melihat nama Alika tertera di sana. Dengan cepat Yesha membersihkan tangannya, dirinya segera membuka pesan yang dikirim oleh Alika.
Alika Bawel.
Sha! Lu lagi di penjual pecel, kan pasti? Oh, pasti dong! Tolong dong pas lu balik, gua nitip pembalut ya! Gua datang matahari nih.
Perempuan itu memutar bola matanya. Alika terlalu bertele-tele, sahabatnya yang satu itu memang tak paham makna to the point. Alika segera bangkit dari duduknya, dirinya memanggil penjual pecel lele tersebut. Perempuan itu merogoh saku celananya dan mengambil uang bernilai seratus ribu.
"Berapa, Bu?"
"Dua puluh ribu aja, Neng," sahut penjual pecel tersebut.
Yesha mengganguk lantas memberikan uang berwarna merah tersebut. Setelah mendapatkan kembaliannya, dia berjalan menjauh menuju mobilnya. Tujuannya saat ini adalah supermarket tentu untuk membelikan pesanan Alika.
"Menyusahkan."
...***...
Jika banyak pemuda-pemudi yang memilih untuk merayakan malam minggu di luar rumah
Hal itu, justru tak berlaku untuk seorang Cellyn. Perempuan itu memilih berdiam diri di rumah sembari menonton drama China. Iya, perempuan dengan profesi sebagai Pratiksi Umum itu memang sangat menyukai drama China daripada sinetron. Baginya sinetron terlalu banyak drama dan alurnya terlalu berbelit, Cellyn benci itu.
Dirinya duduk di ruang tengah dengan setoples keripik di tangannya. Pandangan perempuan itu terfokus pada layar televisi di depannya. Sekali-kali dirinya mengulum senyum saat melihat adegan romantis.
"Pemeran utama perempuan Drachin emang gak pernah gagal," gumam Cellyn.
Perempuan itu mengunyah keripiknya dengan tatapan mata yang masih terfokus pada film di hadapannya. Cellyn memejamkan matanya saat melihat pemeran utama pria yang akan mencium pemeran utama wanita. Namun, sebuah tangan justru mengusap wajahnya dengan kasar.
"Umur doang 24 tahun, liat adegan gitu aja tutup mata." Darren memandang sang Anak dengan senyum tipis.
Cellyn menjauhkan tangan Darren dari wajahnya. Perempuan itu menoleh ke samping saat Darren mendudukkan dirinya di sampingnya. Cellyn merenggut kesal mendengar ucapan sang Ayah. Perempuan itu memandang Darren dengan kesal membuat Darren terkekeh pelan.
"Kesucian aku harus dijaga, Pa!" cetus Cellyn.
Darren terkekeh pelan dengan tangan yang mengambil cemilan sang Anak. Matanya ikut terfokus pada layar televisi sembari mengunyah keripiknya. Pria itu terdiam untuk sesaat, dirinya menoleh ke samping guna menatap sang Anak. Bibirnya membentuk lengkungan yang manis, tetapi tersirat kesedihan di dalamnya.
"Cari pacar makanya," ucap Darren santai.
"Papa! Aku enggak mau, ya! Aku maunya dapat yang serius bukan yang main-main. Makanya aku belum pacaran juga. Umur aku udah gak pantes buat jalin hubungan kayak Anak SMA, Pa," jelas perempuan itu dengan nada menggebu.
"Tapi jangan kelamaan juga, Sweety. Papa udah pengen gendong cucu nih."
Mata perempuan itu mendelik, dia menatap Darren kesal. "Cucu-cucu! Papa aja sana nikah terus bikin Anak sendiri."
"Eh, emang ada yang mau sama Papa?" sambung Cellyn sembari terkikik geli.
"Papa masih ganteng ya!" sentak Darren.
"Dih udah tua masih aja pede."
...***...
Nata saat ini tengah memasak makan malam untuk dirinya. Dirinya tak memasak sesuatu yang istimewa, dia hanya memasak tumis kangkung dengan tempe. Iya, dirinya harus berhemat mengingat dia bukan berasal dari keluarga berada.
Perempuan itu tersenyum puas saat masakannya sudah selesai. Nata menata semuanya pada meja makan yang tak terlalu besar. Perempuan itu menyendokkan nasi untuk dirinya sendiri tentu setelah dia duduk. Nata makan dengan tenang dan lahap, perutnya sudah berdemo sejak siang tadi.
"Huh ... Kenyang!" ucapnya sembari mengelus perutnya yang membuncit.
Nata segera membereskan semuanya dan mencuci piring yang dirinya gunakan. Sisa makanan yang ada, dirinya letakkan di kulkas. Dirinya akan memakan itu untuk sarapan nanti. Dirinya hanya perlu memanaskan makanannya saja.
Setelah semuanya bersih, Nata melangkah masuk ke kemarnya. Perempuan itu meraih remote televisi dan menyalakannya. Nata menghabiskan waktunya semalaman untuk menonton film horor. Perempuan itu memang suka menonton hal yang berbau mistis.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.00 wib, perempuan itu mulai menguap. Nata mematikan televisinya dengan cepat. Perempuan itu segera berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelahnya, dia duduk di meja rias untuk memoleskan beberapa skincare ke wajahnya.
"Walau skincare aku murah, harus tetap dipake." Tangannya dengan telaten memijat wajahnya.
"Pengen kaya, tapi takut kaya. Mau kamu apasih, Nat?" monolognya.
Nata menghela nafasnya pelan sebelum akhirnya berjalan ke tempat tidur. Perempuan itu mematikan lampu kamarnya, dirinya memejamkan matanya perlahan. Namun, bukannya tertidur, dia malah bergerak dengan gelisah. Perempuan itu berdecak kesal sembari membuka matanya. Sepertinya dirinya kembali mengalami sulit tidur.
Nata memperbaiki posisi bantalnya lantas menyandarkan tubuhnya ke punggung ranjang. Perempuan itu memijat keningnya sembari memejamkan mata. Dirinya mengantuk, tetapi dia tak bisa tidur. Berulang kali perempuan itu menghela nafasnya lelah, berharap dia akan tertidur. Namun, hasilnya nihil bukannya tertidur perempuan itu malah semakin sulit untuk tidur.
Gini banget nasib aku.
Tangannya bergerak untuk mengusap wajahnya dengan kasar. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 wib dan besok dia harus bekerja. Tak mungkin dirinya akan terus membuka matanya hingga dini hari.
"Cuman minum susu coklat solusinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments