Hari ini adalah hari pertamaku belajar bersama Ibu Rini. Seperti kata Nenek, dia memang terlihat seumuran dengan Nenek. Ibu Rini orang yang sangat ramah. Suaranya saja sangat enak didengar di telinga. Hari ini aku belajar tentang tata krama menjadi seorang wanita.
Well, jadi seorang wanita pun harus butuh pelatihan. Aku memutar bola mataku. Rasanya ingin tertawa, tapi aku menghormati Ibu Rini, maka kutahan saja.
Dan ternyata menjadi wanita di keluarga Bahari, bukanlah menjadi wanita biasa seperti yang kuketahui.
Aku bersama dengan Ibu Rini dari pukul 8 pagi hingga 12 siang. Lalu setelah itu, aku harus ikut makan siang bersama Nenek. Dan setelah itu istirahat siang. Lalu, sore hari, kami bercengkerama di taman ditemani secangkir teh dan kudapan buatan Chef Marko.
Pukul 7 malam, aku ikut makan malam bersama kakek dan nenek. Lucka tidak hadir malam ini. Kakek bilang dia masih dikantor.
Cih, bilang saja dia tidak mau bertemu denganku. Dasar menyebalkan!
Pukul 8 malam aku masuk ke kamarku. Rasanya lelah sekali hari ini. Dan ini baru hari pertama pelatihanku.
"Kakiku sakit sekali, Al..." keluhku pada Alisa.
"Nona mau saya panggilkan ahli massage?"
"Tidak usah. Aku tidak mau merepotkan. Ini semua karena aku tidak bersahabat dengan sepatu berhak tinggi. Ya ampun! Kakiku sakit sekali! Bahkan cara berjalanpun aku harus mempelajarinya ya?"
"Nona harus sabar. Begitulah peraturan disini. Nona, bersemangatlah!"
Aku tersenyum. Senang sekali rasanya memiliki seorang teman seperti Alisa. Aku jadi rindu pada Lala, sahabatku. Apa kabarnya dia? Dia pasti sedang sibuk mendaftar ke perguruan tinggi. Jika dipikir-pikir, masa remajaku sudah hilang. Kini aku harus bersiap untuk jadi istri orang.
Memikirkannya saja membuatku frustasi. Aku menghela nafas. Kulirik jam dinding. Ini masih pukul 8 lebih. Aku meminta Alisa untuk pulang ke asramanya. Aku ingin sendiri. Dan aku ingin berjalan-jalan ke taman yang kemarin.
Bunga mawar di taman sedang mekar. Sungguh indah. Hanya disini saja aku bisa merasa tenang. Aku ingin menelepon Ibu. Tapi aku takut akan menangis jika mendengar suaranya. Sebaiknya lain kali saja aku meneleponnya. Aku tidak mau Ibu cemas padaku. Aku akan menguatkan hatiku, Bu. Ini semua demi menjalankan wasiat kakek.
"Keluyuran lagi, huh?"
Astaga! Suara itu selalu membuatku hampir terkena serangan jantung.
"Apa tidak bisa kamu menyapaku lebih dulu? Dan juga aku tidak keluyuran. Ini masih pukul delapan, aku masih boleh berkeliling rumah ini." ketusku.
"Terserah saja! Bukan urusanku juga!"
"Kenapa kamu melewatkan makan malam? Kakek dan Nenek berharap kamu bisa datang."
"Aku sangat sibuk. Jangan sok tahu dan jangan mengaturku."
"Aku tidak mengaturmu. Tapi paling tidak hargailah mereka."
"Maaf, aku tidak ada waktu untuk mendengar ceramahmu."
Dan si pria aneh ini berlalu dari hadapanku begitu saja tanpa berpamitan. Aku sangat kesal dibuatnya.
"Lihat saja nanti! Aku akan membalasmu!" gumamku.
...***...
Hari ini aku meminta izin pada kakek dan nenek untuk membuat makananku sendiri. Jujur, aku tidak cocok dengan menu makanan dirumah ini. Hampir satu minggu aku tinggal disini, dan perutku selalu mulas setelah memakan makanan disini.
Chef Marko menjelaskan tidak mungkin ada yang salah dengan makanannya. Dia selalu menggunakan bahan-bahan berkualitas dan segar tiap harinya.
Aku jelaskan pada Chef Marko, bukan makanannya yang salah, yang salah adalah perutku. Hehe. Perutku tidak terbiasa dengan makanan seperti ini, meskipun ini sangat sehat dan bahan-bahannya berkualitas.
Kakek menyetujui permintaanku, dan akhirnya hari ini aku ikut dengan Chef Marko berbelanja kebutuhan dapur.
Pukul lima pagi, kami sudah tiba di sebuah swalayan besar. Aku pikir aku akan berbelanja ke pasar. Tapi ternyata bukan.
"Tuan Lucka sangat sensitif terhadap bahan makanan. Dia hanya bisa makan dari bahan-bahan yang berkualitas tinggi. Dan itu hanya disediakan oleh toko ini." jelas Chef Marko.
Baiklah, tempat ini memang mirip pasar tradisional, namun lebih mewah. Semua bahan-bahan disini adalah organik.
"Apa makanan kesukaan Tuan Lucka?" Tiba-tiba aku penasaran dengan makanan kesukaan pria sinis itu.
"Tuan Lucka sangat suka pasta."
"Pasta?" Aku berpikir sejenak. Aku tersenyum jahat.
"Chef, aku akan berbelanja bahan-bahanku sendiri. Nanti kita bertemu di kasir saja."
Aku melenggang pergi membawa troli belanjaku sendiri. Akhirnya, aku bisa membuat makananku sendiri.
Setelah berbelanja, aku mempersiapkan semuanya di dapurku sendiri. Kakek memang sangat baik. Aku meminta dapurku sendiri di tempat yang terbuka, dan kakek langsung mengabulkannya dengan menyulap gazebo taman utara menjadi dapur untukku. Dan tak jauh dari dapurnya, kakek membuat satu set meja makan beratapkan tenda kokoh dan mewah. Lalu, aku juga meminta kakek dan nenek untuk sarapan bersama denganku dan Lucka pagi ini. Akan ada banyak kejutan untuknya hari ini, hihihi.
...***...
Pukul tujuh pagi, aku sudah menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga Bahari. Hari ini Chef Marko libur memasak. Dan aku yang akan mengambil alih. Hanya satu hari saja. Karena kakek tidak mengijinkan aku untuk bersusah payah memasak seperti kebanyakan menantu di keluarga lain. Meski sesungguhnya aku sangat suka memasak. Bagaimana tidak? Ibuku kan berjualan warung nasi. Pastilah aku terbiasa ada di dapur.
"Ada apa kamu memintaku datang kesini? Sejak kapan kamu diijinkan memasak disini? Chef Marko mana? Kenapa bukan dia yang memasak?"
Kena kau! Akhirnya tidak terlalu susah juga membuatmu bicara padaku. Aku tersenyum sendiri melihat Lucka yang menggerutu.
"Duduklah! Kita tunggu kakek dan nenek dulu."
Lucka menuruti perkataanku.
"Kenapa tidak jawab pertanyaanku? Mana Chef Marko?"
"Ups, maaf. Aku lupa jawab. Chef Marko hari ini libur. Dan aku yang memasak sarapan hari ini." jawabku percaya diri. Pria macam dia harus kita lawan dengan berani. Hihi.
"Kamu baru satu minggu disini dan sudah bikin ulah. Kamu pikir kamu siapa, huh?"
"Lucka! Jangan bicara kasar pada Cinta. Dia adalah tamu disini." Kakek Jansen datang bersama Nenek.
Mampus kau! Batinku berteriak gembira.
"Kakek, Nenek. Terimakasih sudah bersedia datang. Silakan duduk!" Aku melirik ke arah Lucka sambil tersenyum penuh kemenangan dan mengejeknya.
Saat semua sudah di tempat duduk masing-masing, aku meminta Chef Marko membawakan makanan yang tadi sudah kumasak.
Aku melihat Lucka terus berdecih. Rasakan kau! Dan sekali lagi hatiku menari-nari kegirangan.
"Tenang saja, semua bahan-bahan yang kumasak memiliki kualitas yang bagus. Silakan buka, Chef!"
Aku meminta Chef Marko membuka penutup makanan yang dibawanya. Semua orang nampak tercengang dengan makanan yang kubuat. Lebih tepatnya, karena mereka sepertinya baru melihat makanan macam itu, hihi.
"Apa itu, Cinta?" Tanya Nenek.
"Ini adalah Bakmie Jowo. Dimasak dengan bumbu rempah khas Jawa, sehingga menghasilkan cita rasa yang istimewa."
Aku meminta Chef Marko untuk menuang Bakmie Jowo buatanku kedalam piring masing-masing orang.
Awalnya Kakek mengernyitkan dahi, namun setelah satu suapan masuk kedalam mulutnya, ia menikmati rasa yang kubuat. Begitu pula dengan Nenek. Mereka menyukai masakanku. Tapi, kulihat Lucka masih tak menyentuh piringnya.
"Makanlah! Tenang saja, aku tidak menaruh racun didalamnya kok." Ucapku.
Dan dengan ragu akhirnya Lucka menyuapkan sedikit demi sedikit bakmie jowo buatanku.
"Aku dengar kamu suka pasta, jadi aku buatkan pasta asli Indonesia untukmu. Rasanya tidak kalah kan dengan pasta yang dari luar negeri itu."
Aku tersenyum penuh kemenangan. Lucka menyukainya. Dia bahkan sangat lahap memakannya.
Ibuku bilang, jika kamu ingin menyentuh hati pria yang kamu sukai, maka dekatilah dia dengan makanan. Masaklah sesuatu yang enak untuknya, dan kamu pasti akan mendapatkan hatinya.
"Tapi ini bukan pasta! Rasanya sangat berbeda dengan pasta." Gumam Lucka dengan mulut masih penuh dengan makanan.
Astaga! Cowok tampanpun akan terlihat 'absurd' saat sedang kelaparan. Aku tertawa kecil melihatnya.
...☆☆☆...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
👑Meylani Putri Putti
lanjutkan mak
2022-05-07
1