"Bagaikan mendapat lotere yang besar, huh?"
"Eh? Apa?" Aku membulatkan mata tak paham dengan apa yang dibicarakan oleh pria ini.
Oke. Sejenak otakku tidak bisa bekerja. Siapa pria ini? Ketampanannya membiusku, meski kata-kata yang keluar dari mulutnya sangatlah menyakitkan.
"Jangan pura-pura tidak dengar. Jelas sekali kamu mendengar apa yang saya katakan. Apa yang sedang kamu lakukan disini? Ini sudah memasuki jam malam, tidak diperkenankan keluar kamar setelah pukul sembilan malam."
"Ma-maaf. Aku tidak..."
"Pergilah ke kamarmu dan jangan keluyuran lagi seperti ini."
Apa dia bilang? Keluyuran? Astaga! He's so annoying! Apa dia sedang datang bulan? Menyebalkan sekali. Aku tak mau cari masalah. Sebaiknya aku kembali ke kamar saja.
#
#
#
Keesokan harinya,
"Jadi Nona sudah bertemu dengan Tuan Lucka?" tanya Alisa antusias.
"Hu'um. Orangnya sangat menyebalkan. Ingin sekali kupukul wajahnya yang sok tampan itu." Aku bercerita sambil meninju udara.
"Hihi, Nona bisa saja. Tuan Lucka memang begitu. Dia sangat kaku."
"Jadi, namanya Lucka? Nama yang aneh."
Alisa terus terkekeh melihatku uring-uringan tentang Lucka.
"Oh iya, kenapa kamu tidak bilang tentang jam malam padaku? Gara-gara itu aku jadi kena marah pria aneh itu!" gerutuku.
"Maaf, Nona. Saya lupa bilang. Lagipula, kenapa Nona keluar kamar saat malam?"
"Aku bosan dan tidak bisa tidur."
"Baiklah, karena Nona sudah tahu, sebaiknya jangan diulangi lagi. Oh ya, sudah pukul tujuh pagi, saatnya pergi sarapan bersama Tuan Besar."
"Ya ya, baiklah. Macam sarapan saja sampai di atur segala..." gumamku.
...***...
Aku harus menuju ke mansion bagian barat untuk sarapan bersama kakek Jansen dan Nenek Jessi, dan juga Lucka si wajah kaku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya punya wajah datar seperti itu. Padahal kakek dan neneknya sangatlah ramah dan murah senyum.
Sarapan pagi di rumah ini disiapkan oleh chef profesional. Dan menu makanannya ... aku tidak tahu apa nama makanannya, hihi.
Sebelum makan, Chef Marko mempresentasikan dulu makanan apa yang dia masak, dan bahan bakunya. Aku hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Chef Marko.
Usai sarapan, kakek dan nenek memintaku datang ke mansionnya bersama Lucka. Sejak pertemuan kami semalam, dia sama sekali tidak bicara apapun padaku. Aku tetap menyapanya dengan ramah, namun tak ditanggapi apapun olehnya. Kamu harus sabar, Cinta. Aku hanya bisa menghela nafas.
Kami duduk di ruang tamu mansion kakek Jansen. Aku duduk berdampingan dengan Lucka. Masih tak ada percakapan dariku dan darinya.
"Lucka, ini Cinta. Akhirnya kalian bisa bertemu secara langsung. Mulai besok, Cinta akan mengikuti pelatihan dari Ibu Rini. Sebaiknya kamu juga bisa membantu dia untuk beradaptasi tinggal disini." jelas Kakek Jansen.
Aku hanya mengangguk paham.
"Ibu Rini adalah teman Nenek. Dia orang yang sangat baik. Semoga kamu cepat belajar ya, Cinta." tambah Nenek.
Dan sekali lagi aku hanya mengangguk.
"Jika sudah tidak ada lagi yang akan kakek bicarakan denganku, aku pergi." ucap Lucka datar dan terkesan dingin.
"Lucka..." Nenek Jessi terlihat kecewa.
"Ada apa, Nek? Aku harus berangkat ke kantor." alasan Lucka.
"Pergilah!" ucap Kakek Jansen pada Lucka.
"Dan kamu Cinta. Untuk hari ini, kamu belajar dengan Alisa tentang seluk beluk rumah ini." lanjut Kakek Jansen.
"Baik, Kek. Kalau begitu, aku permisi." ucapku ramah.
Aku pamit dari mansion bersama Lucka. Kami berjalan beriringan. Dari samping aku bisa melihat wajah Lucka dengan jelas. Dia sangat tampan. Aku sampai senyam-senyum sendiri. Tapi tiba-tiba Lucka mempercepat langkahnya dan mendahuluiku. Apa dia tahu kalau aku memperhatikannya?
Aku mengerutkan kening. "Kenapa sih dia? Apa dia tidak menganggapku ada, huh? Sedikitpun tidak mau bicara denganku."
Aku tak mau ambil pusing soal Lucka. Terserah dia saja mau melakukan apa. Lagipula, kami juga tidak saling kenal. Tapi, yang ingin kutanyakan adalah ... apakah dia tahu siapa aku? Apa dia tahu jika kami sudah di jodohkan sejak dulu?
Aku hanya menatap kepergian Lucka saja tanpa mau bicara kepadanya lagi. Biarlah semuanya seperti air yang mengalir. Bagaimanapun juga aku tidak akan bisa mundur dari perjodohan ini.
...***...
Alisa mulai mengajakku tour keliling rumah megah ini. Aku sampai heran bagaimana bisa dia sangat hapal setiap sudut rumah ini.
"Itu karena aku tinggal disini sejak kecil." ucap Alisa.
"Hehehe." Aku menggaruk tengkukku. Sepertinya Alisa tahu kalau aku sedang berpikir tentang dia.
"Nona jangan bingung. Nanti lama-lama juga hapal."
"Yeah. Seolah aku akan tinggal disini selamanya saja---" lirihku.
"Tentu saja! Nona akan menikah dengan Tuan Lucka, tentu saja akan tinggal disini--"
"Entahlah. Dia saja tidak menganggap aku ada. Apa aku bisa jadi istrinya? Yang ada aku hanya istri bayangan untuknya." Aku bahkan tidak tahu apa yang aku katakan pada Alisa.
"Tuan Lucka sebenarnya orang yang baik. Dia hanya tidak mau menunjukkannya saja. Bukankah Nona sudah pernah bertemu dengannya saat kecil?"
"Tidak tahu juga. Aku masih berusia 3 tahun saat itu. Mana mungkin aku ingat." Aku mengedikkan bahuku.
"Emh, benar juga. Tapi, Nona sudah tahu kan, kalau Tuan Lucka memiliki saudara kembar?"
"Hah? Kembar? Yang benar saja! Satu saja sudah bikin darah tinggi, bagaimana kalau ada dua?" Aku bergidik ngeri.
Alisa malah tertawa. "Nona jangan salah. Tuan Lucki sangat berbeda dengan saudaranya."
"Namanya Lucki?" tanyaku dengan mata membola.
Akhirnya aku tahu kenapa si menyebalkan ini bernama Lucka. Jadi karena dia kembar.
"Iya. Tuan Lucki sangat ramah, dan selalu tersenyum."
"Lalu, dimana dia sekarang?" Aku jadi penasaran dengan kembaran si wajah datar.
"Dia tidak ada disini. Dia lebih suka berkelana keliling dunia."
"Ooh begitu..." Aku manggut-manggut.
Tentu saja dia lebih memilih pergi dari sini. Mana tahan punya saudara menyebalkan macam si Lucka itu. Aku saja ingin muntah rasanya.
...***...
Sementara itu di kantor Lucka,
"Alisa cerita kalau kamu sudah bertemu dengan Cinta semalam. Bagaimana bisa?" ucap Tommy, asisten Lucka yang adalah kakak Alisa.
"Hanya kebetulan aja. Sudahlah tidak perlu membahas tentang dia. Malas aku jadinya." jawab Lucka datar.
"Lucka! Dia adalah calon istrimu."
"Itu kan yang kakek inginkan. Bukan aku."
"Tapi sebaiknya kamu bisa menghargai Cinta. Jangan sampai dia juga pergi seperti Sally!"
Lucka menarik kerah baju Tommy. Ia tak suka Tommy mencampuri urusannya.
"Apa kau bilang?!" Terlihat kemarahan di mata Lucka.
"Maaf..." lirih Tommy.
Dan Lucka pun melepaskan tangannya dari leher Tommy.
"Sudah kubilang, jangan campuri urusan pribadiku. Kamu, hanya bertugas untuk mengatur jadwalku saja. Tidak perlu mengatur hidupku."
"Baik. Sekali lagi aku minta maaf. Ini jadwal kamu hari ini. Ada beberapa meeting dengan klien. Presentasinya sudah kusiapkan. Aku permisi."
Tommy meninggalkan Lucka di ruang kerjanya. Lucka mengepalkan tangannya. Ia sangat marah.
"Kenapa tiba-tiba Tommy membahas soal Sally? Wanita itu ... bagiku dia sudah mati!"
Lucka menggebrak meja dengan tangan mengepal keras.
...©©©...
Bersambung,,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Ghiie-nae
iya nih aneh namanya ....😂😂😂
2022-05-14
0
👑Meylani Putri Putti
🌺🌺🌺🌺
2022-05-07
2