Setelah kepergian Andri, Qonita dan Iman sama-sama mengambil posisi duduk.
"Udah lama? Saya ada kerjaan yang gak bisa ditinggal," ucap Iman.
"Baru kog, cuma 30 menit. Masih standart telatnya orang Indonesia," jawab Qonita.
S!al
"Dia nyindir ku," batin Iman.
"Udah telat gak pake minta maaf," batin Qonita.
"Mau pesan lagi? Pesan aja. Makan atau minum?" tanya Iman.
"Nggak. Makasi. Masih kenyang." Sambil menunjuk gelas kosong jus pesanannya tadi.
"Yang tadi siapa?" tanya Iman.
"Oh... mmm temen," jawab Qonita.
"Kog jawabnya ragu. Teman sekolah? Kuliah? Atau Mantan?" tanya Iman.
Qonita bingung harus menjawab apa. Bukan teman sekolah. Bukan pula teman kuliah. Mantan? Bukan juga. Hanya pernah dikenalkan. Iya dikenalkan seperti perkenalan mereka ini.
"Bukan semua. Pernah dikenalin sama saudara, dulu."
"Hmm, kayak kita donk," jawab Iman. Qonita hanya melirik.
"Ketemu sama Ichy di Mall? Tukaran no HP?" tanya Iman.
"Iya. Ketemu di Mall. Gak tukaran no HP. Emang Ichy udah dikasih pake HP?" tanya Qonita.
"Ya nggak. Mana tau tukaran sama Ayu," jawab Iman. Qonita cuma menggeleng.
"Ketemu sama mama, gimana?" tanya Iman.
"Gak sengaja waktu tabrakan kemaren."
"Tabrakan? Siapa?" tanya Iman kaget
"Eh, itu... mmm yang tabrakan mobilnya Bu Herni sama mobil Avanza." Iman mengernyit. Pasalnya Mamanya dalam keadaan baik-baik saja.
"Apa hubungannya sama kamu?"
"Karna Saya berhenti makanya mobil di belakang berhenti juga. Ada anak kecil yang mau nyebrang mendadak. Saya terpaksa nge-rem. Mobil di belakang mungkin rapat, jadi sempat nabrak."
Iman mendesah.
"Pertemuan Kamu sama mama, kebetulan atau kesengajaan?" tanya Iman
Qonita mengernyit. "Disengaja oleh siapa?"
"Kamu mungkin?" jawab Iman.
Qonita menghela nafas. "To the point aja. Maksud dan mau Kamu apa?"
"Hahaha." Iman malah tertawa. "Kamu gak suka basa basi rupanya." Setelah berkata Iman langsung menyeringai.
"Saya gak suka basa dan juga gak suka basi," ketus Qonita.
"Hahaha." Iman tertawa lagi. "Bukannya Kamu yang diuntungkan oleh semua ini?"
"Untung dimananya? Yang ada Saya merasa rugi. Gak banget," jawab Qonita.
"Jangan mengelak. Kamu seneng dengan perjodohan kita bukan. Jujur aja?" Iman menyeringai.
Qonita menatap tajam Iman. Tidak berkedip.
1 detik
10 detik
25 detik
Mereka masih saling menatap. Tak ada yang mau kalah disini. Siapa yang berkedip seolah-olah akan kalah.
Qonita memajukan badannya semakin mendekat ke meja. Tentu saja membuat dia semakin dekat dengan Iman, karena Mereka duduk berhadapan. Pembatasnya adalah meja.
"Tuan Sulaiman yang terhormat. Mungkin diluar sana banyak yang menyukai Anda. Tapi tidak dengan Saya," ujar Qonita.
"Mungkin diluar sana tidak akan ada yang menolak Anda. Tapi Saya menolak Anda. Anda tau kenapa? Karena Saya tidak berniat sama sekali untuk menikah lagi. GAK AKAN!" tegas Qonita. Masih dengan menatap tanpa berkedip.
Astagfirullah...
Mungkin mata mereka berdua sampai kering kali ya karena tidak berkedip sama sekali.
"Lalu kenapa Kamu bersedia bertemu dengan Saya? Mau melihat ketampanan Saya. Siapa tau merubah keputusan Kamu?" ejek Iman.
Qonita tertawa. "Tampan itu relatif Tuan." Masih memanggil dengan sebutan Tuan. Interpretasi dari sebuah ketidaksukaan.
"Dan Saya bersedia bertemu dengan Anda, tentu saja untuk memenuhi janji. Saya orang yang biasa menepati janji, Tuan. Janji ketemu jam 12, Saya akan datang jam 12, bukan jam 12.30." Qonita menyeringai.
S!al
"Dia nyindir aku lagi," umpat Iman dalam hati.
"Ck. Aku udah bilang ada urusan yang gak bisa ditinggalkan."
"Saya cuma memberi contoh, Tuan. Lagian Saya juga masih kerja kalau jam 12." Ada seringai di wajah Qonita.
"Ck. BTW tadi janji apa maksud Kamu?"
"Janji pada Bu Herni. Bu Herni mengeluarkan uang 2 juta untuk mengganti kerusakan mobil Avanza. Saya udah bertanya pada Bu Herni berapa uang yang harus Saya ganti untuk biaya semuanya. Tapi Bu Herni minta diganti dengan 3 permintaan. Permintaan kedua ya berkenalan dengan Anda."
Iman terkejut. Tidak menyangka kalau kejadiannya seperti ini. S!al. Dia salah langkah. Menuduh semua yang terjadi adalah unsur kesengajaan yang dilakukan Qonita.
"Permintaan kedua? Permintaan pertama apa?" tanya Iman.
Qonita tersenyum menyeringai. "Tidak ada hubungannya dengan Anda, Tuan."
S!al
"Baik. Apa ada lagi yang ingin Anda tanyakan? Kalau tidak saya mau pulang," ucap Qonita.
"Kenapa harus buru-buru. Bukankah permintaan Mama adalah kita berkenalan. Artinya saling mengenal bukan?" seringai Iman. "Kamu cerai mati?" tanya Iman.
"Nggak. Pisah," jawab Qonita.
"Kenapa? Banyak godaan seperti temen kamu tadi?" ejek Iman.
"Nggak. Diselingkuhi untuk yang kedua kalinya," jawab Qonita datar.
S!al
"S!al. Kenapa aku jadi ngerasa bersalah padanya," umpat Iman dalam hati.
"Dan temen Saya tadi bukan sebuah godaan. Bahkan dia gak pilih Saya dulu. Ada temennya yang lebih cantik dan kaya. Masa' iya sekarang malah menggoda Saya. Kaya belum, cantik juga nggak."
S!al
"Tuh kan, aku salah lagi. Heran aku di depan dia itu gada benernya." Gerutu Iman dalam hatinya.
"Karna itu Kamu gak mau nikah lagi. Karna suami Kamu selingkuh untuk yang kedua kalinya? Dan mengartikan semua laki-laki sama?"
"Nggak juga. Saya gak bilang semua laki-laki itu sama. Hanya aja Saya udah nyaman dengan kondisi seperti ini. Gak terbebani dengan menjaga perasaan banyak orang," tutur Qonita.
"Terbebani? Menjaga perasaan banyak orang? Maksudnya?" tanya Iman.
"Iya, menikah itu kan menyatukan dua keluarga besar. Makin banyak keluarga makin banyak yang harus kita jaga perasaannya. Kanan kiri depan belakang, semua harus dijaga. Jangan sampai sikap dan perkataan kita menyakiti pihak lain," ungkap Qonita.
"Jadi kamu terbebani selama ini?" tanya Iman
"Iya. Menjaga perasaan banyak orang. Tapi gak ada yang menjaga perasaan kita," ungkap Qonita dengan raut wajah sedih. Jelas dia teringat dengan masa suram hubungannya dengan suaminya dulu.
Iman terdiam. Tak tau harus berkata apa. Raut wajah tegas yang sedari tadi ditampilkan, kini berubah mendung. Ia takut hujan akan turun. Sementara ia tak membawa payung.
S!al
"Ehem." Iman terpaksa berdehem untuk mencairkan suasana.
"Maaf mempertanyakan masa lalumu. Jangan sampai nangis. Nanti orang yang melihat menyalahkanku," ucap Iman.
"Nangis? Yang bener aja. Bisa pudar kecantikan saya?" balas Qonita.
"What?" Iman geleng-geleng kepala. Lalu mengusap kasar wajahnya.
"Perempuan ini bener-bener ya nguji kesabaran banget. Buat orang ngerasa bersalah. Pake minta maaf lagi. S!al. Apa katanya tadi? Nanti kecantikannya pudar? Ck." Gerutu Iman dalam hati.
“Kog gak konsisten gitu? Tadi Kamu bilang Kamu nggak cantik. Kog sekarang malah bilang takut kecantikan Kamu pudar?” Iman menyeringai.
“Yang pertama nggak cantik versi orang lain. Yang kedua cantik versi Saya," jawab Qonita balas senyum menyeringai.
"Huuff. Ok. Kita pulang," tegas Iman. Ia tak mau memperbanyak kesalahannya lagi. Ia harus menyiapkan mental untuk bertemu perempuan ini lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Asih Ngadisih
pintarnya bunda Qonita 🥰
2024-10-26
0
🌷Mita Sari 🌷
coba mengikuti..... ceritanya menarik, cewek yg tegas... lanjut thor
2023-05-28
2
Read 1
skor 0-5 ya iman...
2023-01-24
0