"Kenapa lagi, Bro? Gara-gara mau ketemuan hari ini, sampe kusut gitu?" tanya Jamal.
"Ditunda," balas Iman singkat.
"Kenapa? Dia gak bisa?"
"Gak urus!" jawab Iman.
"Weisss... ini taktik apa gimana, Bro? Sengaja nolak ketemuan di awal. Wah, boleh juga. Siasat yang baik. Buat penasaran. Hmm... hmmm." Jamal menunjukkan wajah berfikirnya.
"Ck. Apaan. Siasat? Cih!"
"Hahaha... boleh juga dia, Bro. Ah, saia syuka... saia syuka..." Jamal mengerling padanya.
"Lanjut kerja. Talk less do more."
"Asshiiiaaaap." Kelakar Jamal.
❤️❤️❤️
"Assalamu'alaikum. Ibu, udah lama?" Qonita menyalam Oma Herni. "Maaf Bu, Qonita tadi masih ngurusin siswa bermasalah. Orang tuanya telat banget datangnya. Disuruh datang pagi, eh malah datang siang."
"Gak apa-apa, Sayang. Kita pesan dulu, ya. Kamu udah makan?"
"Udah Bu, Qonita bawa bontot ke sekolah."
"Wah, bagus itu, lebih sehat. Jadi kita pesan minum aja neh?" Qonita pun mengangguk sambil tersenyum.
Setelah selesai memesan makanan. Oma Herni langsung memulai pembicaraan.
"Qonita. Sebelumnya Saya sudah pernah cerita sedikitkan, tentang Sulaiman?"
"Sulaiman?" Qonita menunjukkan raut bingungnya.
"Anak Saya, papanya Ichy, namanya Sulaiman. Dipanggil Iman."
"Ohh, iya. Kenapa dengan Papanya Ichy, Bu?"
"Hmm, gini Qonita. Iman itu paling susah kalau Saya kenalkan dengan perempuan, alasannya ada aja. Kadang Saya kasih lihat dulu foto dan biodata mereka, tapi ada aja kurangnya."
"Jadi semalam Saya cerita tentang Kamu. Ichy juga cerita lho ke papanya, kalau Ichy suka sama Kamu. Trus saya menawarkan agar kalian bisa ketemuan. Bisa saling kenal." Qonita masih menjadi pendengar budiman.
"Boleh Saya mengajukan permintaan ke 2? Saya gak memaksa kalian harus menikah."
Deg
Deg
Deg
Qonita membulatkan matanya mendengar pertanyaan dan pernyataan Oma Herni.
"Saya cuma ingin agar kalian saling mengenal. Saling membuka diri." Oma Herni sengaja diam menunggu reaksi Qonita.
"Maaf Bu, seperti yang Saya sampaikan sebelumnya. Saya tidak ada niat sama sekali untuk menikah lagi. Termasuk menjalin sebuah hubungan dengan lawan jenis."
"Saya ingin fokus membesarkan anak-anak Saya. Lagi pula ini terlalu dekat, dengan waktu perceraian Saya. Baru 8 bulan, Bu," ujar Qonita.
"Iya, Saya mengerti, Qonita. Kita tidak ada yang tau kedepannya akan seperti apa. Manusia hanya berencana. Allah lah yang menentukan segalanya."
"Sekali lagi Saya tegaskan, disini Saya tidak memaksa kalian harus bersama. Saya hanya ingin membuat kalian saling mengenal, memahami satu sama lain."
"Mau dilanjut Alhamdulillah. Kalau tidak juga tidak apa-apa. Tidak ada perjodohan. Hanya perkenalan." Qonita menarik nafas panjang mendengar penuturan Oma Herni.
"Apa anak Ibu setuju?" tanya Qonita
Oma Herni tersenyum cerah. "Ya, seharusnya hari ini kalian bertemu. Dia sudah mengatur jadwalnya. Tapi Saya tunda karena Saya belum cerita ke Kamu."
"Apa Ibu akan kecewa kalau pada akhirnya kami tidak bisa ke tahap yang lebih lanjut?" tanya Qonita.
Oma Herni tersenyum sambil menepuk tangan Qonita. "Gak, Sayang. Gak apa-apa. Yang penting prosesnya." Ucapan Oma Herni membuat pikiran liar muncul di kepala Qonita. Dalam sekejap ia malah mengingat materi yang pernah dipelajarinya. Input > process > output.
Nge-blank...
Ia benar-benar tak bisa fokus saat ini.
"Astagfirullah." Batinnya.
❤️❤️❤️
Malam hari di kamarnya ia tetap memikirkan permintaan kedua Oma Herni. Kedua anaknya tentu saja sudah tidur. Ini sudah pukul 11 malam. Tapi ia tak kunjung bisa tidur.
"Perkenalan? Jelas ini langkah awal menjalin sebuah hubungan. Walau tak bisa dipastikan akan berakhir seperti apa. Tapi bukankah harapan dari sebuah perkenalan adalah sebuah ikatan? Astagfirullah. Hamba gak siap, Ya Allah," gumannya dalam hati.
"Sulaiman." Ia mendesis tak percaya.
Ketika mendengar nama Sulaiman ada sekelebat yang muncul di fikiran Qonita. Sulaiman. Seorang Raja. Penguasa. Apakah dia seorang yang harus ditakuti?
Ohh... entah kenapa Qonita lebih menyukai panggilan lelaki itu. Iman. Tak ada rasa kekhawatiran ketika mendengar 4 huruf itu.
"Astagfirullah," gumannya dalam hati. "Sulaiman itu kan Nama Nabi. Tapi aku kog mikirnya jauh, ya. Kog malah ada rasa takut, takut melakukan kesalahan lalu akan dihukum. Apa karna "The King of Sulaiman?"
❤️❤️❤️
2 hari kemudian
Selesai Qonita kerja ia langsung melajukan sepeda motornya menuju Petualang Cafe. Ya, ia akan bertemu The King of Sulaiman hari ini. Ehh...
Sampai disana ia disambut oleh salah satu pekerja cafe tersebut. Ia diarahkan ke sebuah meja yg sudah dipesan sebelumnya atas nama Iman. Ya Iman, bukan Sulaiman.
❤️❤️❤️
Iman POV
Mama menelponku. Menyampaikan jadwal pertemuanku dengan Jan, eh maksudku perempuan itu. Qonita. Ya dia.
S!al. Bukannya mengikuti jadwal pulang kerjaku, malah ketemuannya mengikuti jadwal pulang perempuan itu. Jadwal dia pulang tapi aku belum.
Mama beralasan kalau perempuan itu gak bisa keluar lagi kalau udah sampai rumah. Nanti anak-anaknya pada minta ikut. Beda kalau kerja, anaknya sepertinya mengerti.
Lagi dan lagi...
What the hell!
Enak aja. Aku harus kasih pelajaran perempuan itu. Haha... Sebuah ide muncul di kepalaku.
❤️❤️❤️
Author POV
Qonita sudah duduk. Belum ada siapa-siapa disini. Hanya dia. Ya, Sepertinya Iman belum datang. Sambil menunggu, dia memesan jus.
Sesaat setelah jus pesanannya datang, seorang pria menghampirinya. Berwajah tampan dan karismatik, tinggi dan bentuk badan yang ideal serta menggunakan kacamata berbingkai hitam.
"Assalamualaikum, Qonita," ucap pria tersebut.
"Wa'alaikum salam, Bang. Abang apa kabar?" Qonita berdiri lalu menerima jabatan tangan pria tersebut.
"Sehat. Alhamdulillah. Sendirian aja?" tanya pria tersebut.
"Lagi nunggu temen, Bang. Bang Andri sama siapa?" tanya Qonita pada pria yang bernama Andri tersebut.
"Sama temen kerja. Itu." Sambil menunjuk meja yg berisi 3 pria. "Abang temani disini, boleh?" Qonita hanya mengangguk.
25 menit sudah Qonita dan Andri bercerita. Teman-teman Andri terlihat sudah pada berdiri dan beranjak hendak pergi dari sana. Akhirnya mereka pamit duluan pada Andri sambil mengangguk permisi pada Qonita, yang dibalas senyuman oleh Qonita.
"Luan aja, nanti Aku nyusul," ucap Andri pada teman-temannya.
"Coba ditanyak temennya jadi datang, gak?" ucap Andri pada Qonita.
Qonita bingung. Mau menghubungi Sulaiman ia tak tau nomor HP laki-laki itu.
"Gapapa kog, Abang luan aja."
"Qonita, ada yang Abang pengen bilang. Maaf, untuk waktu itu."
Deg
"Abang menyesal gak pilih Kamu. Mungkin ini karma untuk Abang. Abang lebih pilih teman sekolah Abang dulu. Tapi hubungan kami gak baik. Sikapnya berubah gak sebaik waktu sekolah dulu. Kami akhirnya berpisah gak sampai satu tahun pernikahan. Dan Abang-" Omongan Andri terhenti karena selaan Qonita.
"Maaf, Bang. Gak usah diterusin. Gapapa. Cuma masa lalu. Dan gak ada yang perlu dimaafiin. Semua berhak memilih yang terbaik. Kita udah punya kehidupan masing-masing," ucap Qonita.
"Ehem..."
Deheman kuat terdengar dari seorang pria gagah nan tampan. Qonita dan Andri sama-sama memandang ke arah pria tersebut.
"Saya Iman. Saya sudah membuat janji dengan Qonita. Apa itu Anda?" tanya Iman tegas.
"Ya, Saya," ucap Qonita sambil berdiri.
"Baik, saya permisi dulu, harus kembali ke kantor," ucap Andri.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikum salam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Read 1
mulai masuk ke initi
2023-01-24
0
Read 1
ngakak 🤣😂
2023-01-24
0
Read 1
raja hutan kali 😂🤣
2023-01-24
0