"Uncle Jupi! Uncle Jupi!"
Teriakan melengking dari bocah perempuan berusia sepuluh tahun itu mengusik tidur seorang pemuda tampan yang bernama Jupiter. Padahal baru saja dia bisa terlelap setelah perjalanan panjangnya dari Jakarta ke Surabaya.
"Apa sih, Aya!" Tak kalah nyaring pemuda itu menjawab masih dalam posisinya tidur tengkurap juga mata terpejam.
"Aku bosan ingin jalan-jalan. Papa juga tidak datang-datang."
Hening. Tak ada jawaban membuat Cahaya makin kesal.
"Uncle Jupi!"
Kali ini teriakan melengking gadis cilik itu tepat di depan telinga Jupiter hingga pemuda berusia dua puluh lima tahun itu terlonjak kaget dengan mengusap-usap telinganya yang berdengung.
Mata pemuda itu melotot. Bukannya takut Cahaya justru cekikikan.
"Aya! Jangan panggil Uncle dengan sebutan Jupi Jupi. Ntar kalau ada yang salah dengar dikiranya Jupe. Panggil nama Uncle yang bener." Gerutuan itu lantaran Jupiter paling enggak suka jika dipanggil hanya dengan mengambil nama depannya saja. Dan Cahaya lah yang sering melakukan hal itu. Tidak ada yang lainnya.
"Ya kan nama Uncle memang Jupi. Di mana letak salahnya."
"Ya, sudah. Pergi saja jalan-jalan sendiri. Uncle tidak mau menemanimu."
"Yah, gitu aja ngambek. Baiklah Uncle Piter yang paling tampan sedunia. Ayo, kita pergi jalan-jalan. Please! Aku bosan di hotel terus. Perut aku juga lapar, Uncle."
Jika urusan perut, Jupiter sendiri juga merasakan hal yang sama. Perutnya mulai berbunyi tanda jika sedang lapar.
"Tunggu sebentar. Uncle cuci muka."
"Siap!"
Dengan girang Cahaya melonjak kesenangan. Jupiter hanya geleng-geleng kepala. Terlalu sayangnya dia dengan Cahaya sampai tak akan mampu menolak apapun yang keponakannya itu inginkan. Jupiter tahu betul bagaimana tentang jalan kehidupan rumah tangga yang Langit Biru jalani bersama Vivian. Sangat tahu bagaimana sifat dan tingkah laku sang mantan istri Langit Biru. Sebagai keluarga Langit Biru, tentulah Jupiter tidak akan rela jika harta kekayaan yang dimiliki oleh keluarganya akan jatuh ke tangan Vivian yang notabene bukanlah siapa-siapa. Jadi, Jupiter selalu berada di pihak Langit dengan membantu apapun yang Langit butuhkan. Dan yang utama membantu melindungi Cahaya. Seorang Vivian bisa dengan mudah melakukan apapun juga. Oleh sebab itulah penjagaan Cahaya memang harus diperketat.
Semua yang Jupiter lakukan juga bukan sekedar cuma-cuma karena Langit pun akan membayar mahal akan apa yang telah Jupiter lakukan. Lumayan sebagai pengisi rekening miliknya. Meskipun tanpa itu semua Jupiter pastilah tetap akan membantu Langit.
Dulu, ibunda Langit yang sudah membesarkannya setelah kedua orang tua Jupiter meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan pesawat. Dan sejak saat itulah keluarga Langit yang merawatnya. Sudah bukan seperti saudara sepupu, melainkan lebih ke arah saudara kandung.
Jupiter membasuh wajahnya yang kuyu karena pemuda itu tadi sempat ketiduran meski hanya sebentar. Tanpa berniat mandi atau sekedar mengganti bajunya, pemuda itu menggandeng lengan Cahaya meninggalkan kamar hotel. Dengan menaiki sebuah taksi online, keduanya menuju sebuah pusat perbelanjaan yang tak jauh dari tempat mereka menginap. Biarlah Jupiter dan Cahaya makan lebih dulu tanpa mau menunggu Langit karena mereka tidak tahu jam berapa Langit akan pulang dan selesai dari pekerjaan.
••••
Restauran cepat saji yang berada di dalam sebuah pusat perbelanjaan besar di kota Surabaya. Jupiter dan Cahaya masuk ke dalamnya.
"Tunggu di sana! Uncle akan pesankan makanan untukmu!"
"Siap, Uncle."
"Ingat! Jangan berulah."
"Ish, Uncle. Aku bukan anak kecil." Bibir gadis itu mencebik sebal karena sampai di usia sepuluh tahun masih saja dianggap anak kecil. Mata gadis kecil itu mengedar. Di hari yang menjelang malam seperti ini tempat makan tampak ramai sekali dengan pengunjung. Sampai hampir semua bangku terisi.
Sampai mata Cahaya berbinar melihat sebuah meja yang ditinggalkan oleh penghuninya. Gegas Cahaya mendekat dan duduk di sana. Sedikit heran karena makanan di atas meja masih ada. Makanan milik pengunjung sebelumnya.
Namun, segala macam tanya di benak Cahaya, pada akhirnya terjawab sudah ketika ada seseorang yang menghampiri mejanya.
"Ini meja kakak?" Dengan polos Cahaya bertanya.
Bulan Purnama, si pemilik meja yang baru saja harus meninggalkan makanannya dengan terpaksa untuk mencuci tangan, menganggukkan kepala. "Iya." Kepala Bulan mengedar dan tahu betul jika kondisi resto memang sangat ramai. Hampir tak terlihat adanya meja lain yang kosong.
Lalu Bulan kembali berucap ketika melihat Cahaya beranjak berdiri berniat mencari meja lain. "Jika adik ingin duduk di sini, tidak apa. Lagipula kakak juga sendiri dan hampir selesai."
Mata Cahaya berbinar karena dia tidak perlu lagi mencari tempat duduk yang lain. "Benarkah?"
Bulan tersenyum.
"Terima kasih kakak cantik. Resto sangat ramai dan hampir semua tempat duduk sudah ditempati," gerutu Cahaya. Melirik pada Uncle Jupiter yang masih mengantre juga, hanya sekedar untuk memesan makanan.
"Iya, benar. Adik sendirian ke sini?"
Kepala Cahaya menggeleng. "Dengan Uncle. Masih antri order makanan."
"Oh."
"Kalau kakak? Sendiri atau ....?"
"Sendirian. Nama adik siapa?"
"Cahaya Senja, kak."
"Cantik sekali namanya."
"Terima kasih. Kakak juga cantik. Nama kakak sendiri siapa?"
"Bulan Purnama."
Pancaran bola mata takjub terlihat dari Cahaya. "Wah, kenapa nama kita berdua bisa sama-sama cantik. Cahaya Bulan. Indah sekali."
Bulan pun tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan seseorang yang memiliki nama seunik namanya. Cahaya Senja. Bulan Purnama.
"Jadi ... Aya panggil kakak ... Kak Bulan saja, ya?"
"Iya. Benar. Lalu ... Kakak panggil Cahaya dengan nama panggilan apa?"
"Panggil Aya saja, kak."
Di saat Bulan dan Cahaya sedang seru mengobrol berdua, lain halnya dengan Jupiter. Pemuda itu tadinya ingin mencari keberadaan sang keponakan karena dia sudah mendapatkan makanan. Namun, bagaimana Jupiter dibuat terkejut ketika mendapati Cahaya sedang bersama seseorang yang Jupiter tidak kenal.
"Siapa gadis itu?" Jupiter bertanya pada dirinya sendiri sembari melangkahkan kaki mendekati sang keponakan. Di tangan Jupiter terdapat sebuah nampan yang berisi dua porsi makanannya dengan Cahaya.
"Aya!" Panggilnya begitu sudah mendekat.
Kompak dua orang gadis beda usia itu pun menoleh pada arah Jupiter berada. Betapa Jupiter dibuat ternganga melihat kecantikan seorang Bulan Purnama. Terpesona pada pandangan pertama. Dari mana Cahaya bisa mengenal gadis cantik itu?
"Uncle Jupi! Kemari lah."
Mata Jupiter melotot sempurna. Bisa-bisanya di depan wanita cantik Cahaya lagi-lagi menjatuhkan nama baiknya dengan hanya memanggil bagian depan namanya saja. Padahal sudah jelas jika dia tidak suka jika Cahaya selalu menyebutkan namanya dengan panggilan Jupi. Yang benar saja. Namanya yang bagus dan unik harus dijatuhkan dengan begitu kejam.
"Aya! Kenapa duduk di sana. Siapa dia?" Tanya Jupiter kala sudah berdiri di samping sang keponakan.
"Oh, dia Kak Bulan."
Bulan? Bulan siapa? Batin Jupiter bertanya-tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Hilda Agustiani
Pertemuan yg membagongkan 🤭 ngakak thorrrr 😅😅😅😅🤪
2023-03-28
1
Yayoek Rahayu
uncle jupi terpesona dg bulan ya
2023-01-29
0
brugak elen
bulan sutisna 🤣😂
2022-07-16
0