Empat

Rencana pembangunan sebuah proyek apartemen di daerah Surabaya yang saat ini sedang di meeting-kan oleh Langit. Dihadiri oleh para pengusaha property tak hanya dati kawasan daerah Surabaya saja tapi juga luar kota bahkan luar pulau. Sama seperti dirinya yang jauh-jauh datang dari Ibukota demi bisa mendapatkan proyek besar yang pasti akan memberi banyak keuntungan untuk perusahaan yang dirinya pimpin, Mars Property.

Pertemuan selama beberapa jam yang sangat menguras energi juga pikiran pada akhirnya break juga ketika memasuki waktu makan siang di pukul dua belas.

Langit regangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sangat kaku dan pegal. Umur tak mampu membohongi jika aset di dalam tubuhnya mulai susah diajak kompromi. Tubuh besarnya beranjak berdiri mengikuti rekan-rekan yang lainnya menuju tempat di mana sudah terhidang aneka jenis makanan yang tersaji di sana. Namun, yang Langit tuju sekarang justru meja kopi. Ia menyeduh kopi hitam agar tenaganya kembali pulih dan kantuk pun hilang.

"Pak Elang!" Sapaan disertai tepukan pada lengan kekar berotot miliknya, membuat kepala Langit memutar ke belakang.

Seorang pengusaha terkenal dari kota Surabaya yang namanya sudah melanglang buana tak hanya di Indonesia saja melainkan juga sampai luar negeri, tengah berdiri di belakangnya.

"Pak Dirga," balas Langit akan sapaan yang Angkasa Dirgantara berikan. Keduanya saling bersalaman.

Ya, mereka berdua sama-sama pengusaha properti yang harus dipertemuan di tempat ini. Beberapa kali menjalin kerjasama sudah barang tentu hubungan dekat telah terjalin di antara mereka. Langit sendiri senang dapat mengenal sosok pria paruh baya yang bahkan rambutnya sudah mulai memutih di beberapa tempat. Seorang Angkasa Dirgantara yang pengalamannya sudah tak terhitung lagi. Betapa kesusksesan yang siapa pun tahu itu sehingga dengan mengenal lelaki itu banyak hal juga pengalaman yang Langit dapatkan.

"Senang dapat bertemu dengan Anda di sini, Pak Dirga."

"Sama. Saya juga tidak menyangka jika Pak Elang sendiri yang akan datang."

"Mari kita duduk sambil mengobrol Pak Dirga."

"Ayo. Mari."

Keduanya duduk pada kursi dengan meja bundar kecil yang hanya diduduki oleh dua orang itu saja yakni Langit dan Dirga. Keduanya kini terlibat obrolan seputar bisnis tentunya dan juga sedikit obrolan terkait keluarga.

"Pak Elang sampai kapan berada di Surabaya?" Dirga bertanya.

"Sepertinya sampai Minggu depan karena saya akan mengecek beberapa proyek yang kebetulan dihandel oleh perusahaan."

"Oh, begitu. Eum ... jika seperti itu kapan Anda ada waktu luang. Saya undang Anda untuk makan malam di rumah. Bagaimana?"

Ya, tidak hanya satu kali saja sebenarnya Dirga pernah mengundang Langit untuk datang ke rumahnya dalam jamuan makan malam. Mungkin sudah ada tiga kali.

"Pak Dirga ini. Saya malu selalu merepotkan Anda," jawab Langit karena merasa beruntung dapat berkenalan dengan pengusaha sukses yang baik hati. Tidak pernah menganggap saingan bisnisnya tapi semua Dirga rangkul dan dengan senang hati siapapun para pengusaha muda yang ingin banyak belajar darinya maka Dirga akan dengan senang hati menjadi mentor yang tepat untuk mereka.

"Kenapa harus malu? Saya justru senang sekali jika Pak Elang mau menerima undangan makan malam dari saya. Bagaimana?"

"Baiklah Pak Dirga. Mana bisa saya menolaknya. Tapi apakah Anda tidak keberatan jika saya membawa putri saya beserta sepupu saya?"

"Sama sekali tidak keberatan. Jadi anak Anda ikut ke sini?"

Langit mengangguk. "Dia menyusul saya ke sini."

"Oh, begitu."

Langit mengulas senyuman setelahnya kembali terlibat pembicara di antara mereka sembari menyantap makan siang.

Berulah ketika Langit akan bersiap kembali masuk pada ruang meeting, sebuah pesan dati Jupiter yang mengatakan jika pesawat yang akan membawanya ke Surabaya akan berangkat. Sayang sekali karena Langit nanti tak dapat menjemput. Meeting tidak tahu akan selesai kapan. Dengan terpaksa Langit membalas pesan yang tadi Jupiter kirimkan. Mengatakan pada sepupunya itu agar nanti begitu sampai bandara Juanda Surabaya, bisa langsung menuju hotel tempat mereka menginap. Langit sudah memesan dua buah kamar, untuk Cahaya dan Jupiter. Tak lupa memberikan nama hotel tempatnya menginap beserta alamat juga nomor kamar agar nanti mereka tidak kesulitan.

••••

Siang ini Bulan masih juga bermalas-malasan di rumah uncle-nya. Terlalu lelah setelah kemarin melakukan perjalanan.

"Bulan ... ayo makan." Ajakan dari Camila yang merupakan aunty dari Bulan.

Dengan malas, gadis itu menyeret kaki sampai di ruang makan.

"Makan yang banyak. Aunty lihat tubuhmu itu terlalu kurus."

"Langsing dan kurus beda loh, Aunty."

"Bedanya di mana? Menurut Aunty kamu itu kurus. Bukan hanya langsing. Makan yang banyak Bulan. Agar terlihat lebih berisi. Sepertinya kamu ini terlalu stres dan banyak pikiran. Hanya kerja dan kerja saja pasti yang kamu lakukan."

Gerutuan Camila, dijawab Bulan hanya dengan senyuman. Karena semua yang Aunty katakan tidak ada yang salah. Bulan memang terlalu lelah. Menjadi seorang wanita karir memang tak semudah yang orang pikirkan. Mungkin yang orang lihat hanya bagaimana dia bisa memiliki banyak uang di usia muda. Namun, tak ada yang tahu betapa kerja keras Bulan selama ini belajar dunia bisnis dari sang Daddy. Menggantikan posisi Daddy-nya mengemban tugas mengembangkan jaringan hotel yang tersebar di beberapa wilayah. Sementara usaha yang lain ada Danu, kakak lelakinya, yang mengambil alih.

Masa muda rela Bulan korbankan demi totalitasnya selama beberapa tahun ini. Hampir tidak pernah berpacaran karena di setiap hubungan selalu kandas di tengah jalan. Bulan Purnama adalah sosok ambisius yang maunya selalu berada di depan juga tak mau kalah ataupun mengalah pada siapa pun juga. Jadi tidak heran jika dia selalu saja merasa kurang cocok acapkali menjalin hubungan dengan lawan jenis. Karena kebanyakan para lelaki yang menjadi kekasihnya akan keberatan jika Bulan selalu mendominasi hubungan.

"Malah bengong." Decakan keluar dari sela bibir Camila.

Bulan yang malu hanya garuk-garuk kepala. "Maaf, Aunty."

"Ya, sudah. Buruan makan."

Mereka hanya makan berdua saja karena Jaghad juga sedang tidak ada di rumah. Sementara Dirga sedang bekerja. Di usia yang lebih dari setengah abad, Dirga masih juga produktif bekerja. Menanti Jaghad bisa diandalkan untuk menggantikan posisinya.

"Bulan ... kamu ada rencana apa setelah ini?"

"Ingin jalan-jalan, Aunty."

"Tidak mau menunggu Jaghad pulang?"

"Kita janjian ingin pergi nonton. Tapi aku akan berangkat duluan dari rumah. Kita ketemuan di mall."

Camila mengangguk paham. Bulan sudah terbiasa berada di Surabaya. Juga pergi berjalan-jalan di daerah sini. Jadi Camila tidak perlu khawatir pada keponakannya itu.

"Jika Aunty tidak ada jadwal praktek, pasti Aunty akan ikut kamu nonton. Sepertinya cukup lama juga Aunty tidak pergi nonton."

"Tidak apa, Aunty. Aku juga sudah berani pergi sendiri."

"Baiklah jika begitu."

Terpopuler

Comments

Hilda Agustiani

Hilda Agustiani

👍👍👍👍

2023-03-28

0

Yayoek Rahayu

Yayoek Rahayu

akankah bulan ketemu lg dg elang???

2023-01-29

0

Wati Simangunsong

Wati Simangunsong

lahh kmna Kk mu bulan..?

2022-12-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!