Dua

Kaca mata yang membingkai wajah tampan Langit Biru masih juga enggan terlepas. Pria itu berjalan tergesa menyusuri koridor bandara menuju tempat check in. Hampir saja Langit telat andai tadi sopir taksi yang membawanya tidak gegas melajukan kendaraan di atas kecepatan normal. Semua karena pekerjaan yang dia lakukan memang sangat menguras tenaga juga membuang waktunya. Tidak cuma-cuma karena apa yang Langit dapatkan sudah setara dengan perjuangannya sampai di pulau Dewata.

Sebuah kebetulan yang mengantarkan Langit melakukan dua pekerjaan sekaligus dalam waktu yang terbilang singkat. Pria itu baru datang di jam sembilan pagi tadi. Seorang diri tanpa pengawalan atau peneman seperti halnya Johan misalnya. Sengaja Langit sendiri yang harus datang menemui klien dari Jepang yang kebetulan sedang berlibur. Dalam pertemuan yang memberikan satu buah proyek besar. Selain itu ada hal yang memang sengaja Langit kerjakan.

Terkait jaringan hotel terbesar di Pulau Dewata ini yang sudah berulang kali mengusik perhatiannya akan datangnya proposal yang dalam kurun waktu singkat sudah berani menawar lahan miliknya dengan harga yang tak tanggung-tanggung. Jikalau Langit ini hanya mengejar materi sudah barang tentu dia akan antusias melakukan negosiasi harga karena Langit yakin jika berapa pun harga yang dia patok akan disetujui juga karena jelas sekali mereka menginginkan tanah miliknya itu. Namun, Langit tetap bersikukuh tidak akan menjual lahan itu apapun yang akan terjadi. Biar saja, daripada dia harus berurusan dengan Vivian lagi.

"Auw!" Pekik seorang gadis yang membuat kesadaran Langit kembali pada dunia nyata. Ya, sejak tadi rupanya pikiran Langit terbang ke mana-mana. Lantas perhatian pria itu teralihkan pada gadis yang baru saja menabraknya. Sepertinya gadis itu sama saja dengannya. Hampir terlambat. Tapi Langit tak peduli, yang penting dia berhasil check in dan pergi meninggalkan tempat mengabaikan gadis itu yang terus saja menggerutu tidak jelas. Langit tidak peduli sama sekali.

••••

Berada di ruang tunggu Bandara tidak terlalu lama ketika pusat informasi mengabarkan jika pesawat yang akan ditumpangi sudah siap. Langit kembali menyeret kopernya dan mengikuti para penumpang lain untuk bersiap memasuki pesawat. Semua tidak ada yang spesial dan tidak ada kendala sampai Langit mendapatkan tempat duduknya dengan dibantu oleh seorang pramugari cantik.

Duduk berdiam diri dengan wajah tanpa ekspresi. Tak lupa ponsel di dalam saku celana dia matikan sinyalnya agar tidak mengganggu jalannya penerbangan menuju kota Surabaya.

Ada pekerjaan yang harus dia lakukan di sana. Dan kemungkinan akan memakan waktu cukup lama untuk Langit berada di sana. Lebih dari satu minggu mungkin.

Teringat akan putrinya yang mengetahui perjalanan bisnisnya kali ini, putrinya yang berusia sepuluh tahun bersikukuh ingin ikut. Entahlah. Mungkin karena dulu putrinya itu pernah hidup di Surabaya lumayan lama mengikuti Vivian yang kala itu.

Jupiter. Kenapa Langit baru kepikiran sepupunya itu kali ini. Padahal jelas sekali jika Langit membutuhkan bantuan pemuda itu untuk mengantarkan sang putri. Ingin menelepon tapi tidak sekarang karena pesawat akan segera terbang. Tak apa. Toh, baru besok Cahaya akan menyusulnya. Semoga saja dia tidak lagi lupa untuk mengabarkan perih ini.

"Silahkam, Nona. Ini tempat duduk Anda."

Terdengar di telinga Langit suara merdu seorang pramugari yang memberikan informasi pada seorang penumpang yang akan duduk di kursi sebelahnya. Ketika tanpa sengaja pria itu mendongak, pelototan mata gadis yang tadi ia tabrak tertangkap oleh netranya. Astaga, kenapa bisa dia satu tempat duduk dengan gadis itu lagi. Langit kembali menunduk tak lagi mau menggubris kehadiran sosok gadis hang sekarang mulai duduk di sebelahnya.

Tanpa Langit tahu jika di dalam hati gadis itu sedang mendumel tidak jelas. Antara kesal dan sebal karena harus bertemu dengan lelaki yang tidak tahu etika. Sudah menabrak, tidak mau meminta maaf dan justru hanya melihatnya sekilas. Sekarang, tanpa Bulan sangka jika dia justru duduk di sampingnya.

Ya, gadis yang bertabrakan dengan Langit Biru adalah Bulan Purnama. Anak gadis dari Bumi Perkasa. Dalam perjalanan ke Surabaya kali ini, Bulan ingin berkunjung ke rumah uncle-nya yaitu Angkasa Dirgantara.

Karena si lelaki di sebelahnya tak ambil pusing dengan kehadirannya, pun demikian dengan Bulan yang memilih memejamkan mata tak mau juga hanya sekedar terlihat obrolan tidak penting dengan lelaki di sebelahnya.

••••

Bandara Juanda Surabaya.

Bulan sedang berdiri menunggu jemputan dari sang sepupu yang tak lain adalah Jaghad. Anak dari Angaks Dirgantara.

Beberapa kali kepala gadis itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Menanti Jaghad yang tak kunjung datang.

Lagi-lagi sebuah ketidak sengajaan ketika kepala Bulan menoleh ke samping. Lelaki yang tak melepas kacamata hitamnya sejak tadi, berdiri juga di sampingnya. Bulan mendesah tidak suka. Kenapa lagi-lagi lelaki itu berada di dekatnya.

Untung saja tak lama setelahnya, Bulan menangkap kehadiran sepupunya. Senyum lebar dari bibir Bulan karena merasa senang sekaligus lega yang dinanti datang juga. Tanpa kata, kedua lengan Bulan merentang bersiap menerima pelukan karena lama tak bersua tentulah ada rasa saling merindukan.

Pun demikian dengan Jaghad. Mereka bersaudara menjalin kedekatan yang sangat baik. Begitu mereka mendekat, pelukan keduanya tak mungkin nisa dielakkan. Tubuh Jaghad yang besar menenggelamkan tubuh mungil Bulan. Gadis itu memang memiliki perawakan mirip Mommy-nya. Pelukan erat keduanya yang tak lepas dari perhatian Langit.

Entah kenapa bisa-bisanya pria itu berdecak tidak suka. Dalam hati berkata, anak muda jaman sekarang tidak pernah tahu tempat ketika bermesraan.

Bukan sebab dia kelamaan menduda sehingga melihat kemesraan orang lain membuatnya iri saja. Tidak demikian. Daripada matanya ternoda karena sepasang sejoli yang masih memamerkan kemesraan dengan berpelukan, Langit gegas menjauh mencari taksi yang akan membawanya ke hotel tempatnya menginap selama di kota ini.

•••

"Mau makan dulu atau langsung pulang, kak?" Tawaran yang Jaghad berikan pada kakak sepupunya itu.

"Aku sudah rindu dengan uncle. Tapi aku juga lapar. Eum ... ngopi saja dulu bagaimana?" Usulan dari Bulan diangguki kepala oleh Jaghad.

"Ayo!"

Dengan cekatan, Jaghad mengambil alih koper milik Bulan dengan satu tangan. Dan tangan satunya lagi meraih lengan Bulan untuk ia gandeng. Begitulah keduanya. Jika yang tidak mengenal pasti dikiranya mereka adalah sepasang kekasih. Sama halnya Langit yang tadi mengiranya demikian.

Jaghad membuka pintu mobil, mempersilahkan sang kakak sepupu untuk masuk ke dalam. Sementara dia menyimpan koper milik Bulan ke dalam bagasi mobil. Baru setelahnya dia pun ikut masuk dan duduk di balik kemudi.

"Kak ... ada rencana berapa lama di sini?"

Bahu Bulan mengedik. "Tidak tahu. Sampai rasa jenuhku hilang ... baru aku akan pulang."

Terpopuler

Comments

Yayoek Rahayu

Yayoek Rahayu

eh ketemu jaghad di sini...

2023-01-28

0

Meiska azzalya

Meiska azzalya

mulai baca...
setelah lama difav..
tadinya mau nunggu tamat dulu bacanya,biar ngga penasaran...
tapi makin penasaran juga... 🤣🤣🤣

2022-08-25

0

Indah Wirdianingsih

Indah Wirdianingsih

marathon nih bacanya ketinggalan jauh soalnya

2022-08-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!