Siapa yang tak akan tergiur dengan perlakuan khusus seperti itu?. Namun sayangnya, beasiswa hanya menjadi angan-angan semata. Tak mudah untuk mendapatkan beasiswa akibat syarat yang sedemikian susahnya. Terakhir kali seseorang meraih beasiswa, sekitar lima tahun yang lalu.
"Sekian pidato yang saya sampaikan. Silahkan masuk ke kelas masing-masing untuk melanjutkan ospek" Aiden melepas mic dari genggamannya, turun dari mimbar lalu berjalan menghilang di atas panggung, ia pergi tanpa salam perpisahan.
***
Kelas 1 - A. Kelas unggulan yang terdiri oleh murid-murid hebat dan murid pilihan. Hanya mereka yang memiliki kemampuan dapat memasuki kelas ini.
"Lalu mengapa sekarang aku malah terdampar di kelas super elite ini" gumam Rumi dengan ekspresi kosong. Tak sekalipun di bayangannya untuk masuk kelas ini.
Ia duduk di barisan terakhir di tembok kiri sebelah jendela. Sampai sekarang ia belum juga mendapatkan teman, bahkan teman sebangku pun tak ada. Rumi tak dihiasi barang-barang mewah di tubuhnya, pakaiannya juga terlihat lusuh. Jika dibandingkan dengan murid di kelasnya, mereka menggunakan barang branded serta perhiasan mahal. Wajar jika kalangan sosialita seperti mereka ogah menjalin hubungan dengan orang yang nampak biasa-biasa saja seperti Rumi.
Perempuan rambut sepunggung itu mendengus "Cih, aku juga tak mau berteman dengan anak manja seperti kalian" ia muak dengan tatapan sinis yang terus di hujamkan padanya.
"Anu. Permisi, apakah kursi di sebelah mu kosong?".
Ia sedang menatap langit lewat jendela sambil menopang dagu "Itu kosong. Duduk saja" timbalnya tanpa menengok.
"Terimakasih" terdengar suara geseran kursi untuk diduduki.
Akhirnya, kursi itu pun bertemu dengan pemiliknya. Tanpa menoleh pun, Rumi sudah tahu bahwa orang asing yang duduk di sampingnya adalah perempuan. Suaranya lembut, sudah jelas kan perempuan.
"Halo, aku Elina" sapa teman sebangku.
Rumi tak menyahut, ia terus mempertahankan posisi awalnya yaitu menatap jendela tanpa menghiraukan sapaan teman semejanya. Dia juga tak berniat berkenalan. Satu hal yang pasti, teman sebangku nya ini sangat cerewet. Ia terus berbicara tanpa jeda. Ia bercerita tentang hal-hal random mengenai dirinya. Rumi awalnya bersikukuh ingin mengabaikan akhirnya menyerah. Gendang telinga rasanya mau pecah saking banyak cakap si Elina ini.
Ia membalikkan badan dan melihat perempuan berambut kepang dua merah maroon yang merupakan teman sebangkunya sekaligus pengganggu ketenangan nya "Heh sial, ngomong apa sih dari tadi. Cerewet banget bangs*t" Cercanya dengan ekspresi kesal.
Elina tercengang kaget dengan mulut yang sedikit menganga. Sedetik kemudian terlihat ekspresi bersalah bercampur kecewa dari wajah mungilnya. Ia menunduk menatap roknya "Ma-maaf, Aku cuman ingin akrab" lirih Elina, tak berani melihat langsung wajah Rumi.
Sekarang Rumi merasa tak enak hati. Padahal perempuan berpupil merah bagai cherry itu hanya ingin berteman dengan nya. Tapi ia malah memaki nya. Ia berdecak "Baiklah, terserah kau saja".
Elina sigap tersenyum lebar menatap Rumi "Benarkah, terimakasih. Kalau boleh tahu, namamu siapa?"
"Ternyata kau ngomong panjang lebar pada ku tapi tak tahu siapa namaku?" Rumi mulai kesal.
"Maaf, aku lupa tanya".
Ia tersenyum "Bahlul kau".
Mereka akhirnya berbincang-bincang. Elina menghujamkan beberapa pertanyaan yang dijawab seadanya oleh Rumi. Dia diam-diam melihat Elina dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Jujur, Elina itu cupu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments