"Be--benarkah tuan muda Prasetya akan menikahi anak saya?" tanya papa memastikan.
"Iya. Aku akan menikahinya sebagai bentuk tangung jawabku padanya. Kalian tenang saja."
"Kalau begitu ... kapan tuan muda akan datang melamar?"
"Aku tidak akan datang melamar lagi. Aku akan menikahinya langsung tanpa ada proses lamaran. Dan, aku akan datang secepatnya." "Sekarang, bisakah kalian pulang dan biarkan aku beristirahat?" tanya Dicky dengan nada kesal.
"Baiklah. Ayo Ma, kita pulang."
Mita mengikuti Bondan meninggalkan kamar hotel tersebut. Sedangkan Jenni, ia masih diam mematung sambil terus menatap wajah Dicky yang selalu jadi idaman hatinya.
Melihat Jenni terdiam mematung, Mita segera menyadarkan anaknya. Ia menyentuh bahu Jenni dengan lembut.
"Jenn, ayo pulang."
"Tapi, Ma .... "
"Jenni."
"Ma."
"Ayo pulang," kata Mita sambil menarik tangan Jenni. Mau tidak mau, Jenni harus mengikuti langkah mamanya.
Setelah semua keluarganya pergi, kini giliran Merlin yang ingin beranjak dari tempatnya. Ia juga ingin pergi dari depan kamar hotel tersebut. Namun, Dicky dengan cepat memegang tangan Merlin untuk menahan langkah gadis itu supaya tidak meninggalkannya.
"Eitc, kamu mau ke mana?" tanya Dicky sambil memegang tangan Merlin.
"Lepas! Aku juga mau pergi!" kata Merlin sambil berusaha melepaskan tangannya.
"Siapa yang mengizinkan kamu pergi?"
"Aku tidak butuh izin untuk pergi. Memangnya aku menggunakan kaki orang lain yang harus mendapatkan izin baru bisa pergi?"
"Kamu tidak bisa pergi. Urusan kita belum selesai," kata Dicky sambil menarik Merlin masuk kembali ke kamar.
"Eh eh eh, kamu mau ngapain bawa aku masuk ke kamar?" tanya Merlin sambil meronta.
"Sudah aku katakan, urusan kita belum selesai. Enak aja kamu mau pergi."
"Urusan kita pasti sudah selesai jika kamu tidak keras kepala. Sudah aku katakan sebelumnya, jangan keluar! Kamu aja yang bandel. Malah keluar nunjukin muka mu yang pas-pasan itu."
"Apa! Kamu bilang wajahku ini pas-pasan? Hello ... kamu itu rabun ya? Aku ganteng-ganteng gini di bilang pas-pasan."
"Ganteng? Ha ha ha. Jadi orang jangan terlalu percaya diri Mas, sulit buat terima kenyataan nantinya," kata Merlin sambil tertawa meledek.
"Kamu ... dasar aneh. Ternyata, kamu bisa berdebat juga ya? Aku pikir kamu bisu tadi. Diam aja saat mereka menindas mu," kata Dicky baru ingat alasan yang membuat ia tidak bisa menahan diri untuk keluar dari kamar ini.
"Itu bukan urusan kamu."
"Hei, kamu bilang bukan urusan aku? Kalo kamu gak diam saja saat mereka menindas mu, aku gak akan keluar kamar, tahu gak?"
"Percuma aku bicara, papa juga gak akan mendengarkan apa yang aku katakan. Jadi, dari pada aku buang-buang energi menjelaskan semuanya pada papa, lebih baik aku diam saja. Mendengarkan apa yang ingin dia katakan, itu lebih baik dari pada bicara dan menjelaskan dengan susah payah, tapi tidak di percaya."
"Aku heran dengan kamu, sebenarnya, kamu ini anak kandung dia atau jangan-jangan, kamu anak angkat papamu barang kali," kata Dicky sambil berpikir.
"Iya mungkin. Sebenarnya, lebih baik jika aku adalah anak angkat papaku, karena dengan begitu, aku bisa sadar diri siapa aku. Tapi kenyataannya, nggak begitu," kata Merlin memasang wajah sedih.
Sebenarnya, dia sangat rapuh. Tapi, ia berusaha menjadi gadis yang kuat. Ia sadar, tangisan tidak akan merubah segalanya. Malahan, semakin membuat dirinya berada dalam keterpurukan.
Seolah mengerti dengan apa yang Merlin rasakan, Dicky mencoba memikirkan sesuatu untuk mengubah topik pembicaraan mereka. Ia tidak ingin melihat Merlin menangis. Entah mengapa, hatinya paling tidak bisa melihat perempuan bersedih.
"Hei! Bagaimana jika kita melakukan perjanjian?"
"Maksud kamu?" tanya Merlin sambil mengalihkan pandangan.
"Bukankah aku sudah berjanji untuk menikahi kamu? Bagaimana jika kita buat perjanjian sebelum menikah?"
"Bodoh! Sudah aku katakan, aku tidak ingin menikah. Apa kamu lupa, aku masih bersekolah? Aku belum mau menikah. Aku punya cita-cita yang harus aku kejar. Aku sudah janji pada almarhumah mama, aku akan buat dia bahagia di sana dengan kesuksesan yang aku capai," ucap Merlin bicara panjang lebar.
"Udah ngomongnya?" tanya Dicky sambil melipat tangan.
"Aneh!" Merlin ingin meninggalkan kamar itu.
Sekali lagi, Dicky bergerak cepat dengan menarik tangan Merlin lalu membawa tubuh mungil itu ke tembok kamar. Merlin yang tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu, kaget bukan kepalang. Jantungnya tiba-tiba berdetak dua kali dari detak jantung normal.
"Ka--kamu nga--ngapain sih?" tanya Merlin gelagapan.
"Kenapa kamu tidak mau terima tawaran aku? Setidaknya, kamu dengar dulu apa yang ingin aku tawarkan padamu," kata Dicky sambil menatap wajah Merlin dengan jarak cukup dekat.
Merlin semakin merasa deg-degan. Apalagi ketika wajah tampan Dicky hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Tatapan mata Dicky yang mampu membuat hati kaum hawa melayang, begitu tajam menembus jantung Merlin.
Merlin berusaha tetap sadar ketika aroma khas tubuh Dicky menyentuh hidungnya. Bau harum khas parfum yang entah apa mereknya, begitu sejuk menyentuh hidung.
Sekuat tenaga, Merlin melawan pesona Dicky yang sedang meracuni hati dan jiwanya. Ia dorong tubuh Dicky sedikit menjauh dari wajahnya. Dengan cepat, ia paling kan pandangannya ke sisi lain.
"Ngapain sih kamu! Gak ada sopan santunnya jadi cowok!" Merlin membentak Dicky setelah ia mampu mengumpulkan kembali kesadarannya yang terpecah.
"Hei! Kamu aja yang gak mau aku ajak diskusi. Kamu pikir, kamu bisa mengejar cita-citamu, jika kamu masih tinggal di rumah papamu itu?"
Merlin terdiam. Perlahan, rekaman masalah demi masalah muncul di ingatannya. Sejak papa menikah, ia tidak pernah diperhatikan lagi. Papa tidak mau tahu tentang hidupnya.
Semua kebutuhannya, papa juga tidak ambil tahu. Semua peranan dalam rumah tangga, Mita yang pegang sekarang.
Bukan hanya itu, Mita dan Jenni yang selalu mencari masalah, juga tergambar jelas di benak Merlin. Kedua ibu dan anak itu selalu saja ingin membuat ia dibuang dan tidak sedikitpun merasakan kasih sayang lagi di rumah itu.
"Hei! Aku ajak kamu ngomong, kamu malah bengong. Melamun apa sih?" tanya Dicky sambil menepuk pundak Merlin pelan.
"Apa perjanjian yang akan kamu tawarkan padaku? Apakah menguntungkan, atau tidak?"
"Kamu tenang saja. Pasti menguntungkan kita berdua."
"Apa? Katakan sekarang! Mana tahu aku berminat."
"Cih, kamu terlalu banyak omong. Seharusnya kamu bangga, aku bersedia menikahi kamu."
"Aku tidak minta kamu menikahi aku! Kamu .... "
"Oke-oke, kita lupakan saja. Sekarang, mari kita bicarakan apa perjanjiannya."
Dicky mengajak Merlin duduk untuk membicarakan perjanjian sebelum mereka menikah. Perjanjian yang akan menguntungkan kedua belah pihak, bagi Dicky tentunya. Tapi, bagi Merlin, belum tentu. Karena, yang akan ia hadapi, adalah masalah besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kenapa harus ada perjanjian sih,Kenapa juga Merlin setuju dgn adanya perjanjian,Apa dia gak pikir panjang nantinya,Kan dia udah di bobol kalo hamil gimana,lain ceritanya kalo dia belum di bobol,,🤦🏻♀️
2023-05-27
0
Cici Sri Yuniawati
maaf baru sempet lanjut😊
2022-06-11
1
Diah
aku suka bahasanya bagus dpt difahami & tidak berbelit2. lanjut...
2022-05-09
4