BAB 2

Di dalam pesawat saat penerbangan, Shifa selalu berdo’a dan melaksanakan ibadah.

Melakukan aktivitas lainnya seperti membaca buku dan mendengarkan beberapa alunan musik menggunakan earphone yang menempel di telinganya.

Ia selalu mempergunakan waktu dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi dirinya.

Sesampainya di bandara negara Eropa tersebut, Shifa berjalan sambil membawa barang-barangnya ke gerbang keluar bandara. Disana sudah terlihat seorang gadis yang memakai hijab seperti dirinya sambil membawa papan berwarna dasar putih yang bertuliskan *Welcome Shifa, I’m waiting you here*.

Shifa tersenyum ramah dan segera menuju ke arah dimana gadis itu berdiri.

“Assalamu’alaykum...Zainab. Thank you for your kindness," ucap Shifa.

“Wa’alaykumussalam Shifa Almadinah. My pleasure friend," balas Zainab.

Zainab merupakan seorang gadis yang berasal dari negara lain seperti Shifa. Ia juga mendapatkan beasiswa dari negara asalnya. Shifa dan Zainab sudah berkomunikasi sebelumnya melalui media sosial sehingga mereka tak canggung lagi ketika bertemu langsung.

Setelah mereka saling menyapa, Zainab mengajak Shifa untuk pergi meninggalkan bandara dan segera menuju ke asrama yang telah disediakan kampus untuk mereka berdua. Kebetulan Shifa satu kamar dengan Zainab sehingga Shifa tak sulit lagi untuk mencari siapa teman sekamarnya.

Di dalam mobil yang sedang berjalan menuju asrama, Shifa dan Zainab sedikit berbincang karena dari bandara ke asrama mereka tak terlalu jauh sehingga mereka mengobrol singkat di dalam mobil.

“How are you today, Zainab ? I hope to meet you for along time," Shifa berbicara sambil menoleh ke arah dimana Zainab duduk.

“I’m very well, Shifa. I hope so," balas Zainab dengan lembut.

Zainab memiliki karakter yang hampir sama dengan Shifa. Namun perbedaan mereka berdua terletak pada sifat Zainab yang lebih ceria dibandingakan Shifa.

Zainab berasal dari keluarga yang kaya sehingga tak sulit baginya untuk membantu Shifa.

“Well…Shifa, aku sudah belajar bahasa negaramu beberapa bulan sebelum aku berada disini. Bagaimana menurutmu ? Apakah sudah baik dalam pengucapannya ? tanya Zainab.

“Maasyaa Allah Zainab, pengucapanmu sudah bagus. Kau cerdas sehingga cepat sekali kamu bisa menggunakan bahasa negaraku. Hehe," tawa Shifa singkat.

“Benar kau mengerti apa yang aku katakan ? Ya aku melakukannya dengan senang hati dan agar lebih mudah berkomunikasi denganmu. Jika aku datang ke negaramu itu akan lebih mudah juga benarkan ? jawab Zainab.

Mereka saling bercanda singkat satu sama lain dan tak terasa mereka sudah tiba di gerbang asrama mereka.

Kedua gadis itu turun dari mobil dan supir menurunkan barang-barang Shifa dari mobil sambil meletakkannya didekat Shifa berdiri. Shifa membayar jasanya dan kemudian taxi itu pergi dan tak terlihat.

“Maasyaa Allah, tak ku sangka asrama kita sebagus ini Zainab," Shifa mengatakan dengan kagum.

“Ya benar Shifa dan kau tahu kamar kita berada di lantai tiga nomor 172," Zainab mengatakannya dengan penuh semangat.

Kemudian mereka berjalan menuju kamar asrama menggunakan lift.

Sesampainya di kamar asrama, Shifa meletekkan barang-barangnya di samping kasurnya.

Terlihat dua kasur mungil berwarna dasar putih. Kasur itu memang disediakan untuk mahasiswa yang tinggal di asrama. Disamping kiri kasur mereka terletak dua lemari mungil untuk masing-masing mahasiswa.

“Inilah kamar kita Shifa selama satu tahun ini," ucap Zainab kepada Shifa dengan aksen yang masih kaku.

“Ya, menurutku ini sudah sangat bagus Zai," Shifa mengatakannya sambil tersenyum.

Zainab membantu teman sekamarnya itu untuk menyusun barang-barangnya.

***

“Zano, bagaimana rencanamu selanjutnya ?” tanya tuan Zardo.

“Aku sudah memikirkannya Ayah, aku akan bertemu dengannya secara langsung malam ini," Zano membalas ucapan ayahnya itu dengan tegas dan dingin.

“Baiklah, tapi ingat kau harus berhasil memastikan kalau dia akan setuju dengan kesepakatan ini."

“Hmmmm…," jawabnya datar.

Tak lama setelah mereka mengobrol Marcel, Uncle Jordan dan Celine datang menghampiri Zano dan Tuan Zardo.

“Marcel, siapkan anggota kita untuk pergi malam ini ke markas Devil Horns," perintah Zano kepada tangan kanannya itu.

“Malam ini Tuan ?" tanya Jordan.

“Yes, I can’t wait much longer," jawab Zano dengan ekspresi datarnya.

Uncle Jordan yang duduk disamping Tuan Zardo menatap Zano dengan seksama.

“Tapi kau harus benar-benar menyusun strategi Zano karena kau tahu kan mereka tidak bisa dianggap remeh," Tuan Jordan mengatakannya dengan serius kepada Zano.

“Ya, uncle. I know that," balas Zano.

Celine hanya duduk diam disamping ayahnya itu dan tak mengatakan apapun karena jika dia ingin ikut, ia tahu ayahnya belum mengizinkannya untuk membantu Zano karena ini adalah misi yang berbahaya.

***

Di sore hari, cuaca terlihat mendung. Di kamar asrama terlihat Shifa yang telah selesai menyusun barangnya dan duduk di dekat jendela. Ia melihat pemandangan di tempat yang akan ia tinggali itu ditemani dengan cuaca mendung.

“Astaghfirullah... aku lupa menelpon Ibu," gumamnya ketika lamunannya terpecah karena ingatannya.

Jaringan Telpon

Tututut….Bunyi nada telpon sedang memanggil.

“Assalamua’laykum Bu...," sambut Shifa.

“Wa’alaykumussalam, Nak," balas Ibu Shifa dengan lembut.

“Bu Shifa sudah sampai di Negara X, dan sekarang Shifa sudah berada di dalam kamar asrama Bu," ucap Shifa.

“Alhamdulillah, syukurlah nak kau sampai disana dengan selamat," Ibu Dahlia membalas perkataan Shifa dengan rasa syukur yang mendalam.

“Bu, bagaimana dengan Ibu, Ayah, Khaula dan Hafsa. Mereka baik-baik saja kan Bu ? tanya Shifa.

“Kami baik-baik saja disini nak. Jaga dirimu baik-baik yaa disana," balas Bu Dahlia.

“Baik Bu… sampaikan salam Shifa kepada ayah, Khaula dan Hafsa yaa Bu," ucap Shifa.

“Iyaa nak...," jawab Bu Dahlia.

Setelah mereka mengobrol kemudian Shifa mengakhiri telpon dengan ibunya, Zainab pun menghampiri Shifa yang masih duduk di dekat jendela kamar mereka.

“Ada apa Shifa, kau terlihat melamun dari tadi. Kau menelpon Ibumu ya ? itulah yang menyebabkanmu melamun sore-sore begini ? tanya Zainab.

“Iya Zai, sebenarnya aku hanya ingin tahu saja keadaan keluarga ku disana. Dan mereka baik-baik saja kok."

“Okeyy, well… lebih baik kita pergi ke luar membeli makanan di minimarket. Bagaiamana, setuju? tanya Zai kepada Shifa yang masih menatapnya.

Zainab mencoba untuk membuat teman sekamarnya itu tidak melamun lagi.

“Iya Zai, tapi mahal gak yaa. Hehehe," Shifa tersenyum malu.

“Aku traktir deh, gimana ? tanya Zai.

“Tapi...,"

Sebelum temannya itu melanjutkan perkataannya, Zainab sudah memotong ucapannya.

“Udah tidak usah sungkan, kau sudah aku anggap sahabatku Shif," Zai mengatakan dengan aksen yang masih kaku.

“Okeyy, thank you so much my best," balas Shifa.

Mereka mengambil jaket tebalnya dari lemari dan segera keluar dari kamar asrama.

Setelah sampai di Minimarket, Shifa dan Zainab mengambil beberapa makanan dan minuman serta beberapa susu kotak.

“Shif, kau suka sekali susu ? tanya Zai.

“Iyaa Zai hehe," balas Shifa sambil tersenyum.

Ketika dua gadis itu memilih makanan dan minuman, seorang wanita cantik masuk ke dalam minimarket yang mereka kunjungi.

“Wah... dua gadis berhijab.Tumben kelihatan disini kan sangat jarang," gumam Celine dalam hati sambil melihat ke arah dua gadis itu.

Ia tak tahu kalau mereka akan menjadi teman sekampusnya.

***

Sesampainya di kamar asrama setelah Shifa dan Zainab pulang dari minimarket mereka segera meletakkannya di dalam kulkas dan Shifa mengambil satu kotak susu.

Malampun telah tiba Zai dan Shifa masih belajar di meja belajar mereka masing-masing.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

apa tdk. boleh menulis nama negarany, thor???

2024-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!