Bagian 2

Reva menggeliat di atas kasur. Ia merentangkan kakinya lalu berbalik ke arah kanan dan kiri. Suara kretekan dipunggung langsung membuat senyum cerah muncul diwajahnya.

"Kemana dia?"

Melihat seisi kamar hanya diisi olehnya, Reva mulai tersadar jika Revan benar-benar tidak berada di kamar semalaman. Rasa bersalah muncul kembali, memang seharusnya Reva tidak banyak bicara.

Reva meraih ponselnya, melihat jam sudah menunjukkan pukul 07:00. Matanya terbelalak, padahal baru tadi malam Mamanya memperingatkan untuk bangun lebih awal karena hidupnya sudah berubah. Memiliki seorang suami artinya ia harus bersikap lebih dewasa. Tidak bermalas-masalasan atau sekedar bermanja-manjaan.

"Kok sepi yah?"

Reva yang sudah membuka pintu kamarnya merasa aneh dengan suasana rumah yang begitu sepi. Seperti tidak ada orang lain selain dirinya. Aneh, di mana Revan tidur?

"Apa?"

"AAAAA ASTAGA!!!!"

Reva reflek berteriak saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Ia tidak berpikir apakah itu Manusia atau hantu, hanya saja teriakannya muncul karena kaget.

"Ngapain teriak?" Tanya Revan yang entah muncul dari mana sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"A-aku cuma kaget. Aku pikir gak ada orang di rumah," Jawab Reva dengan gugup sebab yang ada dihadapannya saat ini adalah Revan yang hanya berbalut handuk dari pinggang hinggal bawah lututnya.

Pemandangan ini membuat Reva tersiksa, ia merasa geli karena tidak biasa.

Revan yang sadar dengan ekspresi Reva hanya bisa. menggeleng sambil berjalan kearah kamar untuk memakai pakaian. Dalam hati ia bertanya apakah benar Reva sepolos itu atau hanya pura-pura polos. Tapi bisa jadi memang polos, mengingat umur Reva yang masih 18 tahun, lulusan kemarin.

"Benar-benar yah, masa pakai handuk gitu di depan aku. Gak malu apa?" Reva menatap sinis punggung Revan yang mulai menjauh.

Reva mungkin lupa jika Revan adalah suaminya, dan ini adalah rumah mereka. Jadi masing-masing sudah miliki hak ingin melakukan apa tanpa harus membuat yang lain pusing.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 10:25. Reva menatap makanan diatas meja yang sudah ia siapkan. Sambil menunggu Revan turun dari kamar, ia mencicipi masakannya satu-persatu. Untung saja Reva mahir dalam hal bergelut didapur, jadi ia tidak perlu pusing ketika rumahnya yang sekarang tidak memiliki seorang pembantu.

"Sempurna..." Reva tersenyum bangga merasakan masakannya yang begitu lezat dan wangi.

Tidak lama kemudian Revan turun, terlihat sudah rapi dan bersiap berangkat ke kampus. Jujur saja ketika melihat hal itu ada sedikit kecemburuan dihati Reva. Dulu saat masih SMA ia dan teman-temannya pernah membicarakan akan kuliah di Universitas mana. Bahkan Reva pernah menyebutkan Universitas impiannya. Namun apa daya begitu kelulusannya ia harus menerima berita buruk jika dirinya akan segera dinikahkan.

Harapan untuk kuliah sudah hilang. Status pelajar kini berubah menjadi status menikah.

"Ngapain ngelamun?" Revan melambaikan tangannya kedepan wajah Reva. Bagaimana tidak, sejak kedatangannya dimeja makan Reva sudah banyak melamun. Mungkin juga tidak menyadari kedatangannya.

"Nggak, lagi mikir harus ngapain setelah ini."

"Belanja."

"Aku malas keluar."

"Pesan online."

"Takut."

Revan mengehela napasnya lalu duduk dimeja makan dan mulai menyantap sarapannya. Terserah Reva ingin melakukan apa, ia juga tidak ingin peduli.

"Gimana masakannya?"

"Lumayan."

Reva tidak puas dengan jawaban itu.

"Gak enak?"

"Enak," Jawab Revan sekali lagi yang akhirnya membuat Reva tersenyum puas sekaligus bangga.

"Aku udah selesai, mau pamit kuliah."

"Iya," Ketus Reva yang membuat Revan sedikit terganggu.

"Ngapain nada bicaranya kayak gitu?"

"Loh, ada yang salah?"

"Gak tau." Revan langsung meraih tasnya kemudian pergi meninggalkan Reva. Ia sempat melemparkan tatapan sinis nya sebelum benar-benar pergi.

Menyadari hal itu, Reva langsung mengatupkan giginya saking kesalnya. Ada apa dengan tatapannya? Kenapa setajam itu? "Ah iya lupa, kan tatapan lembut dan kasih sayangnya cuma buat sang pacar. Makan tuh pacar."

Karena sudah begitu kesal, Reva langsung meninggalkan meja makan tanpa berniat makan. Napsu makannya juga sudah hilang, lebih baik ia berbaring di kamar sambil bermain game. Lagi pula apa yang harus ia kerjakan di rumah ini sendirian? Apalagi dengan suasana yang sudah bersih. Sepertinya besok ia membutuhkan seorang pembantu. Tidak mungkin harus melayani keganasan harimau yang tidak lain adalah suaminya sendiri. Membosankan sekali, rutuknya dalam hati.

Baru saja Reva hendak melangkahkan kaki ke kamar, satu notifikasi tiba-tiba muncul di layar hpnya. Di sana ada pesan dari gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil. Reva menjerit kesenangan karena sudah satu bulan lebih mereka tidak bertemu. Alasannya karena Putri, sahabatnya sibuk mengurus perkuliahan. Bahkan tidak sempat datang ke pernikahan Reva.

"Rev, ketemu yuk? Kangen nih. Mumpung lagi gak sibuk."

"Gaskan. Aku juga malas di rumah, tapi gak tau mau ngapain. "

"Yaudah aku jemput yah. Eh, ngomong-ngomong suami kamu mana?"

"Gak tau, hilang mungkin."

"Yaudah deh, aku jemput sekarang."

(Read)

Reva segera bergegas mengganti pakaiannya. Untung ia bangun lebih awal dan mandi juga lebih awal. Jadi, begitu Putri mengajaknya keluar, ia hanya perlu mengganti pakaian dan sedikit merias wajah.

Merias wajah khas remaja umur 18. Tenang, riasan nya tidak terlalu norak, hanya bedak dan sedikit lipstik yang tidak terlalu terang. Bagaimanapun, Reva juga masih mencintai wajah naturalnya.

Setelah menunggu hampir 15 menit, akhirnya terdengar suara klakson mobil diluar sana. Sudah pasti itu Putri.

"Cepat banget, seharusnya kan 15 menit lagi? Wah parah, ini anak pasti ngebut tadi." Reva bersiap-siap melayangkan pukulannya pada Putri namun begitu pintu rumah dibuka, yang nampak adalah wajah Revan bersama seorang gadis yang entah siapa.

"Revan?"

Revan tidak mengubris panggilan Reva untuknya. Ia langsung menggeser tubuh Reva dan masuk lebih dulu.

"Aku Ratu, pacarnya Revan," Ucap gadis yang datang bersama Revan.

Apa katanya? Pacar? Bisa-bisanya gadis itu memperkenalkan diri dengan santai dan menyebutkan dirinya adalah kekasih dari Revan. Tidakkah ia melihat Reva sebagai seorang istri di sini? Yah sekalipun usia mereka memang berbeda jauh, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa yang tua seperti Ratu pun harus sopan pada yang muda. Atau mungkin Ratu tidak tahu jika Reva adalah istri dari Revan? Bisa jadi.

"Aku Reva, istrinya Revan."

Ratu tersenyum manis lalu mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Reva nyaris tersedak liurnya sendiri.

"Iya, aku tau."

"Hah??"

Apa? Jadi Ratu sudah tahu kalau Reva adalah istri dari Revan? Hebat sekali, di mana Revan menemukan wanita unattitude ini?

"Sayang," Panggil Revan di tengah-tengah obrolan Reva dan Ratu. Mendengar itu, Ratu langsung memberikan senyum pada Reva kemudian menyusul Revan di dalam.

"Psikopat, senyumnya aja udah serem," Ucap Reva dengan kesal.

Bagaimana bisa Revan mempertahankan perempuan seperti itu? Gaya pakaiannya yang tidak sopan, dan dengan berani datang kerumah istri dari pacarnya?

Cinta memang membutakan seseorang dan Revan sudah buta sekarang. Yah, Reva akui Ratu memang sangat cantik dan manis. Caranya berbicara juga terdengar sangat lembut dan memikat. Mungkin itu yang membuat Revan bisa jatuh cinta.

Terpopuler

Comments

Boru Silalahi

Boru Silalahi

kasihan reva.akan perang dunia ke 3 nih

2023-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!