Revan duduk di teras rumah. Sesekali menatap pintu utama dan rasa bersalah kembali muncul di hatinya. Revan masih memikirkan perkataan kasarnya pada Reva, ia terlalu sering emosi setiap melihat wajah gadis itu. Entah kenapa, ia hanya merasa bahwa Reva adalah penyebab dari semua masalah yang ada sekarang.
Sudah jam 9 pagi, tapi Reva tidak pernah keluar rumah. Padahal biasanya saat jam 7, Reva sudah berada di halaman rumah untuk menyiram tanaman yang diberikan Mamanya sebagai teman sibuk.
Ada apa? Apakah Reva sangat marah sekarang?
'Tapi apa peduliku?' Batin Revan lalu kembali tidak peduli. Sekalipun dihati kecilnya ia merasa sedikit bersalah. Sebelumnya ia tidak pernah berkata kasar pada seorang perempuan. Kecuali jika sudah benar-benar emosi.
Dari dalam kamar, Reva menatap halaman rumah dari jendela kamarnya. Posisi yang indah, katanya. Karena kamar Reva terletak dibagian atas, jadi sangat nyaman melihat halaman rumah yang dihiasi tanaman cantik di bawah sana.
"Dia kenapa sih?" Reva bertanya pada dirinya sendiri tentang sikap Revan. Kenapa Revan bisa sekasar itu padahal Reva tidak pernah melakukan kesalahan apapun. Kata Mama Revan, Revan adalah laki-laki yang baik. Lalu siapa Revan yang berada di rumahnya sekarang? Apakah deskripsi orang tentangnya hanyalah kepalsuan?
Tok... Tok... Tok...
Suara pintu diketuk, membuyarkan lamunan Reva.
"Siapa??" Teriak Reva dari dalam kamar.
"Revan..."
"Sebentar..."
Walaupun Reva merasa kesal, baginya tidak sopan jika tidak membukakan pintu padahal itu adalah suaminya sendiri. Dan kamar ini adalah milik mereka berdua.
Begitu pintu terbuka, Revan langsung masuk dan membuka pintu lemari. Sepertinya Revan mandi di kamar tamu tapi pakaiannya ada di kamar utama.
"Mau kemana?"
Revan yang tadinya sibuk mencari pakaian langsung terdiam. Reva benar-benar sudah mulai santai saat berbicara. Tidak ada lagi embel-embel 'Kakak' diucapannya. Tapi bukankah itu yang diinginkan Revan?
"Mau keluar," Jawab Revan.
"Ketemu Ratu kan?"
Mendengar nama Ratu, Revan lagi-lagi merasa kesal. Setiap nama Ratu disebut oleh Reva, rasanya nama itu berubah menjadi ejekan.
"Bukan urusan kamu aku mau ke mana," Jawab Revan yang lagi-lagi dengan nada ketusnya.
Baru saja Revan hendak melangkah keluar, pertanyaan Reva lagi-lagi menghentikan langkahnya.
"Kalau aku juga punya pacar, kamu gak masalah?"
Pertanyaan itu membuat hati Revan memanas, namun sebisa mungkin bersikap santai.
Revan berbalik menatap Reva dengan sinis. Aura wajahnya meredup lalu mulai menjawab "Terserah." Dan pergi begitu saja.
Kepergian Revan yang meninggalkan jawaban menusuk membuat Reva hanya bisa terdiam. Pria itu barusan mengatakan terserah? Jadi tidak masalah jika Reva juga memiliki seorang kekasih nantinya? Tapi Reva bukan perempuan seperti itu. Bahkan di seumur hidupnya ia belum pernah merasakan pacaran. Reva terlalu sibuk dengan pendidikan hingga tidak pernah berpikir untuk miliki seorang kekasih.
Pertanyaannya barusan hanya untuk memancing respon Revan. Tapi justru yang Reva dapatkan adalah jawaban yang sangat menusuk.
Reva yang tadinya terdiam langsung berlari keluar. Mengejar Revan dan begitu menemukannya, Reva langsung menarik tangan Revan agar melihat kearahnya. Revan sempat kaget lalu bersiap marah, tapi tertahan begitu melihat wajah Reva yang sedikit memerah seperti menahan amarah.
"Kamu pikir di rumah ini cuma kamu yang menderita? Kamu pikir cuma kamu yang tersiksa? Kamu marah setiap kali ngelihat aku karena kamu merasa aku udah merenggut semuanya dari kamu?"
Revan hanya bisa terdiam mendengar perkataan yang keluar dari mulut Reva. Ini pertama kalinya ia melihat Reva semarah itu.
'Reva itu jarang marah. Dia lembut banget aslinya. Kalaupun kesal sama sesuatu, kadang Reva milih buat nahan atau gak cerita ke Mama.' Ucapan Mama Reva pun tiba-tiba menggema dikepala Revan.
"Terus gimana sama aku? Aku juga sama menderitanya. Mimpi aku buat kuliah, mimpi aku buat kerja hilang begitu aja. Aku bahkan gak bisa menikmati masa remaja aku seperti teman-teman yang lain. Kenapa? Karena aku dituntut buat berbakti dan hanya fokus ke kamu. Kamu pikir itu gak berat? Gadis 18 tahun harus mengurus pria 22 tahun? Berat, Van!!!! Tapi kamu bersikap seolah-olah aku penyebab semua masalah ini. Kamu gak mikirin kalau kamu juga sama."
"TERUS KAMU MAUNYA APA?" Bentak Revan. Membuat Reva memejamkan matanya.
Hening...
Reva tidak menjawab pertanyaan Revan. Revan yang melihatnya lagi-lagi menjadi tidak enak. Kenapa ia harus membentak? Kenapa ia bisa sekasar itu? Batin Revan terus bertanya tentang sikapnya pada Reva.
"Aku cuma mau dihargain sebagai istri kamu," Jawab Reva pada akhirnya.
"Gak mungkin." Setelah mengatakan itu, Revan langsung pergi meninggalkan Reva.
Dipaksakan bagaimanapun, memang sudah dari sananya Revan tidak menyukai Reva. Dan sikap kasarnya pasti tumbuh karena itu.
Rasa bersalah? Mau itu sebanyak seribu kali Revan merasakannya, tidak membuat Revan berhenti menyakiti Reva.
Revan meraih ponselnya. Menekan panggilan atas nama 'Ratu' lalu mulai menyalakan mesin mobil dan pergi. Reva melihat itu dari kejauhan, dan hatinya benar-benar merasa sakit.
Revan adalah miliknya, namun Ratu akan tetap menjadi pemenangnya. Benar kata orang, cinta berada diatas segalanya. Tidak peduli Reva istri dari Revan, tapi Ratu adalah gadis yang Revan cintai.
Itu artinya Reva sudah kalah sejak awal. Reva tidak lain dan tidak bukan hanyalah pengganggu yang sebenarnya.
Tin....
Satu notifikasi pesan dihp Reva masuk. Pengirimnya adalah Putri. Karena penasaran, Reva akhirnya membuka pesan itu.
'Rev... Lagi ada kerjaan gak? Aku mau ngasih tau sesuatu.'
Reva mulai membalas pesan Putri.
...'Gak ada... Kenapa Put?'...
'Aku tadi ngelihat Revan sama Ratu ketemu didepan toko buku. Toko buku yang aku datangin sekarang.'
...'Terus?'...
'Yah aku mikirin kamu Rev... Masa kamu dirumah sementara suami kamu lagi jalan sama pacarnya. Kamu gak ngelarang dia apa?'
...'Dilarang juga percuma. Aku itu udah kayak angin buat dia... Gak nampak sekalipun koar-koar gak jelas.'...
'Yaudah, ayo keluar juga.'
...'Hah???'...
'Ayo jalan juga. Masa mau kalah.'
...'Gak deh, Put... Aku gak mau. Mending dirumah bersih-bersih.'...
'Oke kalau gitu. Banyakin sabar aja.'
(Read)
Reva masih terus menatap layar hpnya. Pesan Putri yang memberitahu tentang pertemuan Revan dan Ratu membuat Reva menjadi kesal. Jadi seperti itu cara Revan menenangkan diri setelah keributan tadi? Menemui kekasihnya? Lucu sekali, padahal seharusnya Revan bisa pergi ketempan lain. Itupun kalau Revan memang bisa menghargai Reva.
Tapi siapa Reva? Apa pedulinya Revan? Bukankah dari awal Revan memang tidak menyukai Reva?
"Lucu banget kamu Rev...," Gumam Reva. Menertawai dirinya sendiri karena sudah berkata seperti tadi pada Revan. Perkataan yang pada akhirnya hanya akan sia-sia.
Dihargai sebagai istri? Tidak mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments