The Story Of "A"
Seorang anak kecil berusia sepuluh tahun nampak menatap sendu ke arah depan. Menatap iri pada teman-temannya yang datang bersama orang tuanya. Hari ini ada perayaan di sekolahnya.
Perayaan yang juga mengundang orang tua dan wali murid untuk ikut menghadiri perayaan itu. Itu semua akan terjadi pada semua temannya. Tapi tidak dengan dirinya.
Dia menghela nafasnya. Papa dan mamanya tidak akan mungkin datang ke perayaan di sekolahnya. Tidak mungkin dan tidak akan pernah. Mata anak kecil itu mulai berkaca-kaca.
"Vi..." panggil sebuah suara.
Anak kecil itu menoleh. Ahh, siapa lagi yang akan peduli padanya selain kakeknya.
"Ya, Kek" jawab anak kecil itu.
"Ayo masuk Boy, acara sudah akan dimulai" ajak pria yang dipanggil kakek itu.
Dengan langkah malas ia mengikuti langkah sang kakek. Mengikuti acara yang akan sangat membosankan bagi anak itu.
***
Braakkkk,
Suara pintu yang ditutup begitu keras. Membuat Vera dan Bryan yang baru pulang kerja, langsung terlonjak kaget.
"Ada apa dengan dia?" tanya Bryan ketus. Dia lelah, ingin istirahat sampai di rumah. Tapi yang ia dapat malah gebrakan pintu dari putra tunggalnya.
"Akan aku lihat" ucap Vera lembut.
"Vian, boleh Mama masuk" ucap Vera lembut mengetuk pintu kamar sang putra.
Vian hanya diam. Tidak ingin menjawab. Tidak ingin membuka pintu. Dia bosan dengan jawaban yang akan dia dengar. Hanya janji tanpa bukti.
Siang tadi dia sudah meluapkan amarahnya pada sang kakek. Namun kali ini berbeda. Dia tidak akan dengan mudah luluh pada janji dan bujukan sang mama.
"Dia marah. Apa kalian tidak ingat kalau semalam kalian berjanji akan datang ke sekolah Vian" suara kakek David terdengar dari meja makan.
Vian sengaja makan lebih dulu. Agar dia tidak perlu makan malam dengan papa dan mamanya. Sebagai bentuk protesnya.
"Aku ada meeting penting dengan klien. Papa kan tahu perusahaan kita sedang menurun. Dan klien kita tadi mau menanamkan modal yang tidak sedikit" Bryan beralasan.
"Aku juga Pa, ada investor yang ingin menanamkan investasinya di perusahaanku" Vera juga menyampaikan alasannya.
"Tapi itu bukan alasan untuk tidak ke acaranya Vi kan? Kalian tahu, kalian tidak pernah sekalipun meluangkan waktu untuk bersama Vi" David menasehati.
"Tapi Pa yang kami lakukan juga demi masa depannya" Bryan kekeuh pada tindakannya.
"Lagipula dia sudah besar. Bisa mengurus dirinya sendiri" tambah Vera.
"Justru karena dia sudah besar. Dia semakin membutuhkan perhatian dari kalian. Dia itu masuk usia remaja. Usia di mana dia akan mencari jati diri. Mencari tempat yang nyaman baginya untuk meluapkan isi hatinya. Vi perlu perhatian dan dukungan dari kalian" jelas David.
"Alah, perhatian dan dukungan dari Papa sudah cukup bagi Vian" Bryan berucap.
"Tugas kami memastikan dia tidak kekurangan apapun di masa depan" tambah Vera.
"Bry, Ra... Vi tidak akan kekurangan materi di masa depan. Papa berani jamin itu. Tapi untuk saat ini tolong beri perhatian lebih pada Vi" mohon David.
"Nanti kami coba" jawab Bryan ambigu.
Meski David tahu, jawaban Bryan hanyalah jawaban semu tanpa bukti. Berulangkali janji itu keluar dari mulut putra dan menantunya. Tapi pada akhirnya hanya jadi omong kosong belaka.
"Aku sudah memperingatkan kalian. Tapi kalian tetap saja mengabaikan peringatanku. Jadi jangan salahkan aku jika putra kalian pada akhirnya akan menjauh dari kalian. Mencari tempat yang lebih nyaman untuknya" batin David penuh makna
Sementara itu di balik pintu kamarnya, Vi sudah menangis tertahan.
"Ma, tidak bisakah mama jemput Vi sekarang" batin Vi sambil mengusap gelang yang yang terus berada di pergelangan tangannya sejak ia baru lahir.
***
14 tahun kemudian,
Seorang pria dengan wajah tampan, rahang tegas dengan alis tebal menaungi sepasang netra tajam, yang dengan sekali tatap mampu meluluhkan hati lawan jenisnya. Pria bertubuh tinggi itu tampak berdiri menatap keluar jendela ruang kerjanya. Netra hitamnya terpejam. Surai rambut hitamnya tampak beriap-riap mengikuti arah angin yang menyapunya.
"Tuan, meeting sudah siap untuk dimulai" ucap sang asisten.
"Lima menit aku akan ke sana" jawab pria itu dengan suara baritone yang terdengar seksi di telinga kaum hawa.
Sang asisten undur diri. Vian membalikkan badannya. Membuat wajahnya yang sendu terlihat jelas. Ya, pria itu adalah Vian. Di usianya yang kedua puluh empat tahun. Dia sudah menjabat sebagai wakil CEO di perusahaan papanya.
Menjadi wakil sang papa. Sebuah pilihan yang tidak bisa ia tolak. Hanya karena permintaan sang kakek yang meninggal lima tahun yang lalu.
"Sementara ini tetaplah seperti ini. Ikuti saja kemauan papamu. Tetaplah di tempatmu sampai waktunya tiba. Mereka akan datang menjemputmu" pesan terakhir sang kakek untuknya kala itu.
"Aku tidak akan menunggu lagi, Kek. Aku muak dengan semua ini" batin Vian mengepalkan tangannya sendiri.
****
Sementara itu di belahan negara lain. Seorang gadis cantik dengan kacamata yang masih bertengger manis di hidung mancungnya, masih sibuk dengan kertas-kertas designnya.
Dialah Alana Aira Lee, putri sulung dari Tania dan Jayden Lee. Berusia 22 tahun. Di usianya kini, dia yang menuruni bakat design sang mama, sudah dipercaya untuk memegang usaha custom perhiasan join dengan Kai, sang Paman. Yang ia panggil Pakdhe.
Panggilan yang membuat pria paruh baya yang masih seksi dan tampan itu jadi sering darah tinggi dibuatnya.
Bibir Lana masih berguman, mendendangkan lagu yang tidak tahu apa. Sedang tangannya masih sibuk menari diatas kertas. Ketika pintu ruangannya dibuka. Rahma sang asisten masuk.
"Mbak waktunya makan siang" Rahma mengingatkan.
"Bentar lagi Ma, nanggung" jawab Lana.
"Tadi Bu Tania sudah menelepon berulangkali ke ponselnya Mbak. Katanya nggak diangkat. Jadi nelepon saya" jelas Rahma.
Lana langsung mengangkat kepalanya. Meraih ponselnya.
"Yah mokat" keluhnya sambil menepuk jidatnya.
Sedetik kemudian dia bergegas memberesi pekerjaannya. Meraih tasnya.
"Tolong dicas ya Ma. Oh ya mereka makan di restoran biasa kan?" tanya Lana.
Rahma mengangguk. Lana lantas melesat keluar dari ruangannya. Menuju ke restoran favorit keluarganya yang hanya berbeda blok. Karena kantor Lana berada di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota Surabaya.
"Maaf Pa, Ma, hape Lana mokat. Jadi tidak tahu Mama neleponin Lana" ucap Lana sambil mencium punggung tangan Tania dan Jayden.
"Aku tidak disalimi?" tanya Young Jae sang adik.
"Elu adik gue. Yang ada elu yang salim sama gue" ketus Lana.
"Hei..sudah, sudah. Masak berantem mulu tiap ketemu. Mbok yang akur gitu. Kayak mbak Lia sama Hyung-nya" nasihat Tania.
Dua anaknya langsung menirukan gerakan muntah.
"Huwek....Mama nggak salah ngomong? Akur? Akur darimananya?" tanya Young Jae.
"Mereka tu nggak akur, tapi Hyung yang ngalah sama mbak Lia" tambah Lana.
"Kan itu lebih baik. Kelihatan baik" Jayden sang papa mulai ikut bicara.
"Nggak mau ah. Itu muna, munafik. Lain di hati lain di mulut" jawab Lana.
"Lah kok jadi kemana-mana sih ngomongnya" Tania melerai. Kalau tidak mereka tidak akan jadi makan siang.
"Kak, kapan kakak mau punya pacar" tanya Tania. Sambil menikmati makan siang mereka.
Lana memutar matanya malas. Entah kenapa akhir-akhir ini sang mama jadi ribut soal dirinya yang belum punya gandengan cowok.
"Belum ada yang pas ma" jawab Lana enteng.
"Ya iyalah nggak ada yang pas. La wong patokanmu Mas Rafamu sama Hyung-mu. Mau cari dimana coba kopian mereka berdua. La wong yang saudara kandung saja tidak ada yang sama" cerocos Jayden.
Lana nyengir mendengar omelan Papanya.
"Peace Pa, peace" jawab Lana menunjukkan jarinya yang membentuk huruf V.
"Kamu itu sudah umur berapa. Jangan santai-santai gitu" omel Jayden lagi.
Jayden hanya takut kalau putri tunggalnya itu akan jadi jomblo akut. Gegara saking memuja sepupunya sendiri. Rafa adalah putra sulung Kai dan Natasya. Wajah Rafa memang bisa bikin cewek manapun auto ngiler, sekali melihat wajah Rafa yang memang terkesan sensual.
Sedang yang dipanggil Hyung oleh Lana, tentu saja Hyun Ae. Putra sulung Lee Joon dan Nina. Hyun Ae yang paling tua umurnya diantara generasi kedua itu. Tapi justru itulah, diusianya yang menginjak 27 tahun. Hyun Ae terlihat begitu dewasa dan matang. Membuat Lana selalu termehek-mehek kala bertemu Hyung-nya itu.
Lana sendiri entah kenapa jadi begitu santai soal pacar bahkan pasangan hidup. Atau karena dia terbiasa dikelilingi oleh para cowok. Jadi dia tidak terlalu menghiraukan masalah pria. Karena setiap kali mau pergi ke acara yang membutuhkan pasangan.
Dia tinggal pilih mau bawa siapa. Yang lokal punya ada Riko, putra Rey dan Maura. Yang oriental ada Archie, putra Sean dan Nita. Jadi dia tidak ada masalah.
"Dinasehatin malah melamun. Jadi bagaimana?" tanya Jayden pada Lana. Sedang Young Jae langsung mengulum senyumnya. Melihat kakak perempuannya disidang.
"Ha? Apanya yang bagaimana, Pa?" tanya Lana gelagapan.
"Tu kan nggak nyambung. Papa heran deh. Kamu tu kalau diajak ngomong head to head suka blank, nggak nyambung. Tapi kok kamu pinter ya" ucap Jayden heran.
Lana langsung melebarkan senyumnya.
"Terima kasih atas pujian Papa. Lana jadi tersanjung" ucap Lana narsis.
Sedang Jayden langsung menepuk jidatnya.
"Tu kan Ma. Papa ngomong kemana. Dia nyambungnya kemana" keluh Jayden.
Tania mengusap pelan lengan sang suami.
"Lana, Kakak, mbok ya yang serius to diajak ngomong Papa" bujuk Tania.
"Gini deh. Sebenarnya kalian itu takut Lana jadi perawan tua kan? Jangan khawatir kalau Lana sudah mentok, Lana tinggal comot Riko atau Archie buat nikah sama Lana" ucap Lana enteng.
"What!!!" teriak ketiga orang itu bersamaan.
"Are you serious?" tanya Jayden memijat pelipisnya yang pusing gegara ucapan frontal putri sulungnya.
"Gue ogah ya punya ipar mereka. Kayak kagak ada yang lain. Gue tiap hari kelonan ma mereka. Masak iya besok gantian mereka yang ngelonin elu. Nggak...nggak!"
"Young Jae" teriak yang lain.
Membuat Young Jae langsung menutup telinganya.
"Duh kenapa keluarga jadi absurd begini ya" batin Lana sambil geleng-geleng kepala.
***
Novel baru sudah launching ya. Dikepoin ya...🤗🤗🤗
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Memyr 67
tania ini tiffany, adik tiri natasya? adik dari kai, kakak angkatnya?
2023-01-28
1
Memyr 67
bryan vera suami istri yg cuma mau enaknya nggak mau anaknya
2023-01-21
1