Pada akhirnya Vian dan Lana bisa masuk ke kamar hotel tempat Vian menginap. Setelah mengecoh para pengawal yang memburu mereka bak mangsa buruan yang lezat.
Berhasil menyesatkan mereka, ketika Vian menarik Lana masuk ke sebuah gang sempit. Menyembunyikan wajah gadis itu dalam pelukannya. Yang membuat jantung Lana mengalami yang namanya senam jantung. Jedag, jedug, jedag, jedug.... seperti musik di klub malam yang belum pernah dia dengar sekalipun seumur hidupnya. Itu kata Archie yang pernah masuk ke tempat laknat itu.Nah yang ini kata Riko, pak kyai-nya Lana.
Tubuh Lana langsung ambruk, bersandar di pintu kamar hotel. Begitu Vian menutup pintunya kembali.
"Halo, Om bagaimana aku bisa ketahuan secepat ini. Aku bahkan belum ada tiga jam disini" Vian langsung meluapkan amarahnya. Nafasnya tidak terganggu sama sekali.
Padahal mereka, seperti habis ikut tour de Singkarak yang jaraknya entah berapa kilo. Cuma bedanya tour de Singkarak adalah balap sepeda. Ini mereka maraton tapi percayalah, sama capeknya.
"Hebat sekali stamina pria galak itu" batin Lana di tengah nafasnya yang benar-benar hampir habis.
Dia pikir dia perlu oksigen sekarang.
"Hei...." Lana berusaha memanggil Vian.
Tapi Vian masih sibuk marah-marah di ponselnya. Akhirnya dia melepas sneakersnya lantas melemparkannya ke arah Vian.
"Apa?" tanya Vian melihat sebuah sepatu mendarat didepannya. Nyaris mengenai kepalanya.
Lana langsung memberi kode minta minum. Dia benar-benar hampir kehabisan tenaganya. Hampir pingsan mungkin.
Vian berdecih kesal. Namun ia berjalan menuju lemari pendingin yang ada di kamarnya. Meraih satu botol mineral. Membukanya, lalu memberikannya pada Lana yang masih ndeprok didepan pintu.
"Siapa namamu?" tanya Vian tiba-tiba. Dengan ponsel yang masih menempel di telinganya.
"Lana" jawab Lana singkat.
"Namanya Lana?"
"Lana?" pikir pria di seberang. Takkan itu putri Jayden Lee. Wah, kenapa takdir seakan mempermainkan mereka. Kembali pria diujung sana membatin.
"Ya, aku mengerti. Aku akan mencari tempat lain untuk sembunyi sementara ini" Vian mengakhiri panggilannya.
"Hei jangan tekuk kakimu seperti itu. Kau bisa kram nanti, nanti bisa jadi selulit!" teriak Vian.
Membuat Lana langsung mengubah posisi kakinya.
"Payah, begitu saja tidak tahu!" gerutu Vian.
"Hei, aku tidak payah!" teriak Lana tidak mau kalah.
"Kau ini memang payah. Baru berlari begitu saja. Sudah hampir pingsan. Bagaimana jika diajak bercin..ta dua hari nonstop" lagi Vian bicara dengan entengnya.
Lana mendelik mendengar ucapan Vian yang terdengar vulgar baginya. Iya, dia sudah 22 tahun memang. Tapi dia belum pernah melakukan kontak fisik dengan pria di luar lingkup keluarganya. Apalagi melakukan yang pria itu katakan. Bercin..ta apa itu?
Tanpa sadar, dia baru saja mematahkan rekor itu. Pria yang sedang marah-marah didepannya itu kan orang asing. Bukan keluarganya. Bahkan dia bertemu orang gila itu baru setengah jam yang lalu. Tapi lihatlah dirinya sekarang. Dia berada di kamar hotel dengan pria asing itu.
Lana reflek memundurkan tubuhnya. Merapatkan jaketnya. Sialnya, dia memakai rok kali ini. Meski tidak mini. Tapi penampilannya kali ini cukup membuat Lana khawatir. Bagaimana jika pria di depannya ini seorang penjahat. Pembunuh, perampok atau...pemer****. Lana langsung bergidik ngeri.
Dia meraih ponselnya. Ingin meminta bantuan. Tapi urung, kala melihat Vian dengan santainya. Membuka kemejanya di hadapan Lana. Memperlihatkan otot kekar tubuhnya. Dada bidang, perut rata dengan six pack yang menggoda.
Astaga, bahkan tubuh mas Rafa-nya tidak seaduhai itu. Lana menelan salivanya dengan susah payah. Lantas kembali menenggak air mineralnya untuk mengurangi rasa gugupnya.
"Ha? Kenapa diam? Tadi begitu galak!" suara dingin Vian membuyarkan imaginasi liar Lana.
"Beeuuuhh bodynya bikin ngeces" batin Lana.
"Lana!" lagi suara baritone itu terdengar.
Lana masih bergeming.
"Kamu budeg ya!" kali ini Vian berteriak.
"Aku tidak budeg ya!" jawab Lana ketus.
Vian menyeringai. Lantas menuju ke jendelanya. Menyibak tirainya. Mencoba mengintip keadaan di luar sana.
"Kau ini siapa? Kenapa mereka mengejarmu?" Lana akhirnya bertanya, sesuatu yang dari tadi ingin ditanyakannya.
"Bukan urusanmu!" jawab Vian datar.
"Tentu saja urusanku. Kita bukan siapa-siapa. Tapi kenapa kau melibatkanku dalam pelarianmu" tanya Lana.
Membuat Vian bergeming. Iya juga, kenapa dia jadi begitu peduli ketika dia mendengar ucapan pengawal itu yang mengatakan kalau Lana adalah pacarnya.Kenapa dia tidak tinggalkan saja gadis itu disana. Toh mereka tidak saling kenal. Lana tidak akan memberi info apapun pada orang-orang itu.
"Sial! Kenapa aku jadi bodoh begini!" maki Vian dalam hatinya.
"Malah diam. Hei memangnya kamu seorang penjahat ya. Bandar narkoba? Pembunuh? Atau kau seorang....
"Sembarangan kalau ngomong!" potong Vian cepat.
"Lalu kenapa mereka mengejarmu?"
"Bukan urusanmu! Lagipula mana ada penjahat seperti diriku!" kilah Vian.
"Beuuh judesnya ampun deh" maki Lana lagi.
"Kenapa tidak. Zaman sekarang justru muka-muka sepertimu yang banyak jadi penjahat" jawab Lana asal.
"Apa maksudmu muka sepertiku?" Vian mulai jengah dengan ucapan Lana.
"Muka tampan" batin Lana cepat.
Vian berjalan mendekat ke arah Lana.
" Lihat, jalannya saja sudah seperti Xu Zhi Bin yang lagi jalan di catwalk" lagi Lana membatin.
"Jawab! Apa maksudnya muka sepertiku?" tanya Vian kini sudah berjongkok di depan Tania.
Wajah yang disebut Lana sebagai Xu Kai KW 1 itu kini terpampang jelas di mata Lana.
"Eem tidak bermaksud apa-apa" jawab Lana nyengir.
"Dengarkan aku, jika kau terus saja membuatku kesal. Aku benar-benar bisa berubah menjadi penjahat. Penjahat wanita" kata terakhir Vian ucapkan tepat di telinga Lana.
Membuat Lana langsung beringsut menjauh.
"Apa maksudmu?" tanya Lana mulai takut.
Melihat ekspresi Lana. Vian menyeringai. Sepertinya menarik. Bermain-main dengan gadis yang beberapa waktu lalu sempat berada dalam pelukannya itu.
Entah kenapa. Vian yang sebelumnya begitu anti berhadapan dengan makhluk yang bernama wanita. Kini merasa tertarik untuk sedikit bermain-main dengan Lana. Ada yang menarik dalam diri Lana. Yang tidak ia temukan dari semua wanita yang coba mendekatinya selama ini.
"Haruskah aku memberitahumu?" pancing Vian.
Lana berdiri cepat. Dia masih lemas. Tapi dia harus waspada pada pria didepannya ini. Vian ikut berdiri. Membuat Lana harus mendongak untuk menatap wajah Vian.
"Gila, baru nyadar kalau si gila ini tinggi juga" batin Lana.
Padahal Lana sendiri sudah 170 cm tingginya. Tapi Vian masih lebih tinggi darinya.
"Apa?" salak Lana.
Vian hanya menatap manik coklat Lana sekilas. Lantas berbalik menjauh.
"Tubuhnya seksi juga" batin Vian untuk pertama kalinya berkomentar soal tubuh wanita.
Vian bukan pemain wanita. Bisa dikatakan Lana adalah gadis pertama yang melakukan kontak fisik dengannya. Tapi dia dulu suka tanpa sengaja, mendengar obrolan teman cowoknya waktu di kampus. Bicara panjang lebar tentang aset dan properti para gadis yang sudah pernah mereka jamah.
Dari sanalah dia tahu, teori mengukur aset dan properti para wanita. Meski dia baru bisa praktek sekarang. Itupun tidak sengaja dan terdesak. Dan Vian berpendapat. Aset dan properti Lana cukup untuk membuat dirinya merasa terpancing sisi kelelakiannya.
Vian baru akan menghubungi Dika. Ketika didengarnya Lana tengah berbicara di ponselnya.
"Halo Archie bisa jemput aku di... hei berikan ponselku!" Lana berusaha meraih kembali ponselnya, yang diambil Vian.
Tapi Vian tidak menggubrisnya. Mematikan ponsel Lana. Lantas memasukkannya ke dalam jaketnya.
"Kembalikan ponselku!" teriak Lana.
"Sementara ponselmu aku sita" jawab Vian enteng.
"Dasar penjahat!" maki Lana.
"Sudah kubilang aku bukan penjahat" kilah Vian.
"Lalu ini apanya. Kau membawaku terlibat dalam pelarian tidak jelasmu. Kau membawaku ke sini. Lalu kau menyita ponselku. Kau mau menculikku ya!" teriak Lana.
"Diam! Aku bilang diam! Aku sudah mengatakan kalau kau terus membuatku kesal aku bisa jadi penjahat sungguhan!" ancam Vian. Yang kini sudah menghimpit tubuh Lana ke tembok.
Membuat tubuh bagian depan mereka kembali beradu. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Menyadari hal itu seketika Lana mendorong jauh tubuh Vian.
"Jangan dekat-dekat!" ancam Lana.
"Kenapa?" tanya Vian.
Lana terdiam. Hening sejenak. Hingga tiba-tiba ponsel Vian berbunyi.
"Ya?"
"...."
"Sial!" umpat Vian.
Lantas menarik tangan Lana. Melesat ke luar dari kamar itu. Langsung menuju tangga darurat.
"Ada lift kenapa harus tangga?"
"Mereka pakai lift"
"What!!!"
Gila aja. Ini lantai 20 dan mereka harus menuruninya menggunakan tangga darurat. Tidak kau bunuh saja aku sekalian. Teriak Lana dalam hati.
Sementara Vian terus menggenggam tangan Lana.
"Tidakkah ini sebuah pelarian yang manis" batin Vian.
Terus membawa Lana menuruni anak tangga darurat itu. Membuat Lana terus mengumpat Xu Kai KW 1 yang kini menggenggam erat tangannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Bzaa
Xu Kai kw 1 yg bikin ngeces dan bikin capeee 🤣🤣
2023-05-14
1
Memyr 67
ow favoritq sama dengan othor, bang bibin ganteng
2023-01-29
1
Ayhu Ramadhan
lht mereka brdua mah Kya nton in to your smile mrek cocok bngett😁
2022-06-11
1