"Aku akan ke Singapura akhir minggu ini" ucap Vian pada sang mama.
Vera sedikit mengerutkan alisnya.
"Untuk?" tanya Vera.
"Bertemu Thomas Anderson. Klien sekaligus investor di perusahaan" jawab Vian.
Vian pikir akan menggunakan kesempatan ini untuk lari. Kala sang ayah sedang tidak ada di rumah. Bryan Aditama, sang ayah sedang berada dalam perjalanan bisnisnya ke wilayah lain di Australia. Yang Vian tahu, sang ayah sedang ada di Wellington, New Zeland (Selandia Baru).
"Berapa lama?" selidik Vera.
"Oh come Ma, sejak kapan Mama peduli denganku?" ketus Vian.
Hubungan mereka memang boleh dikatakan tidak baik. Nampak harmonis di luar. Namun sebenarnya menyembunyikan bara api yang membara di dalamnya.
"Vian jaga ucapanmu!" Vera menaikkan oktaf suaranya. Dia tidak suka dengan ucapan Vian.
"Kenapa? Memang yang Vian katakan salah?" Vian pun tak kalah sengit.
"Vian, hormati Mama. Mama yang mengandung dan melahirkan kamu" suara Vera semakin meninggi.
"Lalu? Apa itu cukup? Setelah itu Mama mengabaikanku, sibuk dengan dunia Mama. Tahu begitu aku tidak minta dilahirkan Ma" ucap Vian tajam.
Jleb,
Ucapan Vian seolah pisau yang mengoyak hati Vera. Ya, kehadiran Vian adalah sebuah kesalahan pada awalnya. Tapi berakhir manis. Tapi kesalahan Vera adalah begitu Vian berumur tiga tahun. Vera yang kala itu mendapat izin bekerja dari Bryan. Menjadi tidak bisa membagi waktu antara Vian dan pekerjaannya.
Hingga anak itu tumbuh dengan kasih sayang yang kurang dari Vera. Membuat hubungan mereka terasa dingin. Tidak hangat layaknya hubungan ibu dan anak pada umumnya. Vian terus menjaga jarak dengan kedua orang tuanya.
Keadaan semakin memburuk dengan meninggalnya kakek David, lima tahun yang lalu. Satu-satunya tempat bernaung bagi Vian, juga tempat Vian mendapat kasih sayang yang melimpah. Tempat Vian meluahkan segala rasa yang ia punya.
"Vian..." ucap Vera dengan bibir bergetar.
Kesalahan Vera berdampak begitu besar pada Vian. Pria itu menolak semua cara yang Vera coba lakukan untuk memperbaiki hubungan mereka. Hatinya terlalu sakit untuk sekedar menerima permintaan maaf dari sang mama.
"Aku sudah selesai" ucap Vian.
Mengelap bibirnya dengan tisu. Lantas meninggalkan meja makan. Meninggalkan Vera bergeming dengan air mata yang mulai mengalir di pipi.
"Sesakit inikah rasanya? Tidak didengar sedikitpun penjelasan yang coba ingin diutarakan" batin Vera.
Sekelebat bayangan masa lalu terlintas di pikirannya.
..."Aku tidak melakukannya Ra, tolong dengarkan penjelasanku dulu" suara itu kembali terngiang di telinganya....
Air mata semakin deras mengalir di pipinya. Salahkah tindakannya selama ini? Vera teringat pesan terakhir sang papa mertua untuknya.
..."Perbaiki kesalahanmu. Sebelum kau kehilangan semuanya dan menyesalinya. Bijaklah dalam menyikapi masa lalu. Berpikirlah lebih jernih. Tidak semua yang terlihat baik di depanmu. Juga baik di belakangmu"...
Sampai sekarang, Vera tidak tahu maksud dari pesan mertuanya itu. Apa ini menyangkut Vian.Kalau iya, dia selama ini sudah berusaha memperbaiki hubungannya dengan putra tunggalnya itu. Tapi sampai sekarang hasilnya nihil. Bahkan Vian, semakin ke sini semakin dinģin pada dirinya juga ayahnya.
Vera menghela nafasnya dalam.
***
"Apa tidak sebaiknya saya ikut dengan tuan?" tawar sang asisten.
Mereka sudah berada di bandara.Sidney Kingsford Smith Airport. Siap melangit ke Singapura.
"Tidak perlu Jhon. Aku hanya beberapa hari. Lagipula tidak baik meninggalkan perusahaan kosong tanpa pengawasan. Kamu tahu, papaku belum tahu kapan dia kembali. Sedang kamu tahu sendiri. Tuan Anderson mendadak ingin bertemu" ucap Vian.
Jhon, sang asisten tampak berpikir. Sebenarnya tugas utamanya adalah mengawal seluruh pergerakan Vian. Semua tidak boleh terlepas dari pengawasannya.
Dan itulah yang membuat Vian curiga. Dia sejak kecil diawasi begitu ketat, oleh sang ayah. Seolah takut ada sesuatu yang akan menimpa Vian. Atau lebih tepatnya sesuatu yang bisa diketahui Vian.
Vian kecil bahkan tidak punya teman dekat. Saking ketatnya pengawasan yang dia terima. Bahkan sampai sekarang dia tidak punya teman dekat. Apalagi pacar. Teman wanita saja dia tidak punya. Namun dirinya juga tidak masalah. Karena di juga tidak menyukai makhluk yang bernama perempuan.
Bukan karena dirinya tidak normal. Tapi lebih kepada pengalamannya yang tidak baik dengan mamanya. Membuat Vian berpikir. Semua wanita itu sama. Sama menyebalkannya seperti mamanya.
Dia yang diawasi begitu ketat, membuat Vian penasaran. Dia tahu dirinya tidak terlahir di Sidney. Melainkan di Surabaya. Sebuah kota di negara Indonesia. Karena itu dirinya fasih berbicara bahasa Indonesia. Karena sejak kecil sang kakek menggunakan bahasa itu jika sedang berdua.
Namun anehnya sang papa justru melarang keras Vian pergi ke kota itu. Surabaya sudah diblack list dari daftar kota yang boleh Vian kunjungi.
"Kau bisa pergi ke mana saja. Tapi tidak dengan kota itu. Kota itu terlarang untukmu" ucap Bryan, sang Papa.
Yang membuat Vian justru semakin penasaran. Ada apa di Surabaya. Padahal setelah Vian telusuri. Root perusahaan mereka ada di Surabaya. Sidney hanyalah sebuah cabang yang dibuka di luar negeri. Bukan kantor pusatnya.
Kantor pusat Surabaya di kelola oleh seorang asisten yang bernama Dika. Bertanggung jawab langsung pada kakeknya semasa masih hidup. Dengan pengawasan dari Bryan. Namun sekarang semua berada dalam kendali penuh Bryan sejak sang kakek tidak ada.
Akhirnya waktu keberangkatan Vian. Seringai tipis terukir di bibir seksinya. Dia melangkah masuk ke area check in. Meninggalkan Jhon begitu saja. Yang langsung menghubungi tuannya.
"Tuan muda berangkat, tuan besar" lapor Jhon.
^^^"Biarkan saja" jawab Bryan"^^^
Hampir delapan jam, burung besi itu mengarungi angkasa membawa para penumpangnya ke satu tujuan. Changi Imternational Airport, tujuan dari burung besi itu.
Vian melangkah keluar dari bandara itu setelah menyelesaikan semua urusannya. Mencari taksi untuk mengantarkannya ke Mandarin Oriental Hotel tempatnya menginap.
Kredit Google.com
Sebenarnya dia tidak lama berada di Singapura. Setelah bertemu dengan Thomas. Vian berencana untuk langsung terbang ke Surabaya. Sampai di hotel, Vian langsung naik ke kamarnya. Vi sejenak menikmati pemandangan kota Singapura dari jendela kamarnya.
Kredit Google.com
Dari kamarnya dia bisa melihat bangunan megah Marina Bay Sands yang berada di area Marina Bay.
Menarik nafasnya pelan. Ini adalah perjalanan pertama kalinya untuk Vian. Merasakan dunia di luar Sidney yang selama ini mengurung dirinya. Jelas sebuah rasa yang menimbulkan euphoria tersendiri di dadanya.
Ada banyak hal di luar sana yang sangat menarik untuk dijelajahi. Untuk di pelajari. Dan Vian ingin merasakan itu semua. Penjara yang dibuat papanya, membuat Vian penasaran dengan dunia luar. Apalagi setelah mengecap rasa manis dari sebuah kebebasan. Membuat Vian enggan kembali ke sangkar emasnya di Sidney.
Sesaat kemudian ponselnya bergetar.
"Ya?"
"...."
"Saya akan tiba di sana dalam lima belas menit"
"..."
"Baik"
Vian melempar ponselnya. Melesat masuk ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian dia sudah siap. Seorang pria berpakaian serba hitam. Sudah menunggunya di depan pintu kamarnya.
Membawa Vian menuju sebuah private meeting room yang ada di hotel itu. Tak berapa lama Vian sudah duduk di hadapan seorang pria bule yang meski sudah cukup berumur. Namun masih terlihat bugar dan tampan tentunya.
"Good night, Mr Anderson" sapa Vian.
"Good night, it's okay bila kita bicara dalam bahasa Indonesia. Saya biasa menggunakannya dengan bos saya" jawab Thomas.
Ingat Thomas? Asisten Kai yang menjadi wakil di Liu Corp.
Vian mengerutkan dahinya. Dia pikir Thomas adalah bosnya, ternyata dia juga seorang bawahan. Sejurus Vian mengangguk. Dan selanjutnya kedua orang itu sudah terlibat dalam pembicaraan bisnis yang memuyengkan bagi mereka yang tidak paham.
Termasuk author 🤣🤣🤣
**
"Aku rasa kemampuannya lumayan" ucap seorang pria.
"Aku pikir juga begitu" sahut yang lain.
Kedua pria itu bisa mendengarkan pembicaraan Vian dan Thomas karena ruang mereka hanya disekat dengan dinding tipis. Tak berapa lama Thomas ikut bergabung.
"Bagaimana?"
"Dia luar biasa. Dia lebih hebat dari bapaknya. Lebih teliti, lebih cermat. Dia punya future sens yang bagus" puji Thomas.
"Wah benarkah itu"
Thomas mengangguk.
"Dan satu lagi. Dia tampan" kerling Thomas.
"Ogah aku kalau lihat kopian Bryan"
"Kau tidak lihat wajahnya?" tanya Thomas.
Kedua pria itu kompak menggeleng.
"Kami hanya mendengar suaranya. Ya memang terdengar seksi sih"
Pria satunya langsung tersedak.
"Are ýou serious?" tanyanya tidak percaya. Dia masih terbatuk-batuk.
"Mau coba dengarkan saranku?" Thomas menaikkan satu alisnya.
"Apa?"
"Coba pertemukan Lana dengan Vian. Siapa tahu dia akan beralih dari sepupu favoritnya itu" usul Thomas.
"Ogah aku besanan sama Bryan!" tolak Jayden mentah-mentah.
"Eits lihat dulu. Tidak ada potongan Bryan sama sekali di wajah anak itu. Sejauh yang aku tangkap. Sifatnya juga jauh berbeda dari bapaknya" Thomas menganalisa.
"Tetap saja darah si gila itu mengalir dalam tubuh Vi" maki Jayden.
"Yang itu aku tidak menampiknya. Tapi lihat dulu. Dia berbeda. Dia seperti bukan anaknya Bryan. Lembut tapi tegas dan mematikan" ucap Thomas sambil membalik layar laptopnya.
"Wah, dia anak siapa sebenarnya?" seloroh Kai. Melihat takjub wajah Vian dari layar laptop milik Thomas. Sedang Jayden nampak tergugu.
"Ini sih bisa bikin Lana oleng" batin Jayden.
Tahu selera putrinya seperti apa.
Sementara itu di kamarnya, Vian sudah berganti baju. Melepas setelan resminya. Menggantinya dengan kaos oblong dan celana kargo. Dia cukup puas dengan negosiasinya dengan Thomas.
"Okay let's the rebellion begin"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Mom FA
salam dari in memories🤗
2022-05-23
1