Hasbi masih berjalan menyusuri jalan setapak ditaman luas menghampar didepan aula pondok putri. Mungkin karena ditujukan untuk kaum hawa, suasana pondokan Tazkiya Putra dan Putri berbeda.
Suasana asri, teduh, hijau dan penuh warna dari aneka ragam bunga menambah keindahan fasad depan saat akan memasuki kawasan pondokan lebih dalam.
" Assalamu'alaikum Ustad Hasbi, " sapa seorang lelaki penjaga gerbang kedua saat Hasbi akan memasuki wilayah administratif asrama.
Penampilan Hasbi yang mencolok diantara dosen pria di pondok putra memudahkan ia untuk dikenali oleh seluruh penghuni komplek pendidikan di Tazkiya..
" Wa'alaikumussalam Kang, aku boleh berkunjung kedalam?, " tanyanya sopan.
" Silakan, Ustad. " penjaga membuka pintu gerbang.
" Syukron Kang. " Hasbi melewatinya setelah gerbang kedua terbuka.
Ia kembali menyusuri lorong, berawal dari ruang guru dan ruang tata usaha yang bersebelahan dengan perpustakaan dan UKS sekolah.
Lama ia berjalan hingga menemukan sebuah bangku taman yang teduh dibawah pohon beringin sisi barat ruangan administratif. Diseberang sana, berderet ruang kelas santri putri, berlantai dua. Dipisahkan oleh lapangan basket ditengah halaman, Hasbi memandang dari kejauhan.
Kriing, bunyi bel tanda waktu istirahat.
Satu persatu santri putri dari berbagai tingkatan keluar dari kelas mereka menuju tempat wudhu, perpustakaan, bahkan kantin. Sebagian dari mereka terlihat bercengkrama dibawah pepohonan didepan kelas masing-masing. Entah membicarakan tentang apa, yang jelas Hasbi melihat aktivitas santri putri sangat kontras dengan santri putra dibawah asuhannya.
" Permisi, nunggu siapa Ustad?, " tanya seorang pria menghampiri, yang Hasbi duga ia juga merupakan seorang pengajar disini.
" Oh ana Hasbi, ngajar di sebelah Ustad. " Hasbi menyilakan pria yang menyapanya itu duduk bersebelahan dengannya di bangku taman.
" Ana Rahmat, ah kebetulan, baru saja ana diterima bekerja untuk perbantuan guru disini, namun dialihkan ke pondok Putra esok hari. Karena disini hanya menerima akhwat. "
" Barokallah... Salam kenal Ustad Rahmat.. Antum sempat mengajar disini berarti ya?, " Tanya Hasbi kemudian.
" Na'am, satu pekan di tingkat 12. "
" Tingkat 12, kenal Aiswa?, " tanya hasbi penasaran.
" Aiswa? putri pemilik pondok? gadis pintar tapi sangat pendiam dan penyendiri, selain cantik, suaranya sangat mahal.. Aiswa hanya akan berbicara bilamana ia memang harus bicara, sabar pokoknya kalau ingin berinteraksi dengan beliau.. Mungkin karena menjaga nama baik Abuyanya juga. " Terang Rahmat.
" Begitu yaa.. Populer juga rupanya, " Hasbi bergumam.
" Nah, itu Aiswa, yang sedang berjalan menuju perpustakaan dengan wajah menunduk dan membawa botol minum ungu, warna kesukaan Aiswa sepertinya. "
Maa sya Allah, cantik aslinya daripada di foto. Hasbi mengagumi dari kejauhan sebelum sosok idaman itu menghilang terhalang pintu perpustakaan.
" Baik, ana duluan yaa Ustad Rahmat, sampai jumpa esok hari.. Ini sudah menjelang dzuhur sepertinya, ana harus kembali... Syukron sudah menemani, " Hasbi bangkit, pamit undur diri pada Rahmat, sahabat yang baru saja dikenalnya.
" Afwan Ustad Hasbi.. Silakan. " Rahmat pun ikut bangkit melanjutkan langkahnya menuju ruang kantor guru.
Dalam perjalanan kembali menuju kediaman Yai nya disamping Aula pondok Putri, Hasbi tak henti mengembangkan sebaris senyum di bibirnya.
Hatinya terlanjur merasakan kebahagiaan meski ia hanya sekilas pandang memandang sang gadis pujaan hati.
" Lho, sebentar sekali Nak Hasbi, sudah ketemu Aish?, " Suara bariton mengagetkannya.
Tak terasa ia kini telah ada dihalaman depan rumah sang Yai.
" Sudah, Yai.. Tadi sekilas melihat dari jauh. " Tunduknya sopan.
" Masuk Nak... Abuya mu tadi menelpon ana. "
" Nggih... "
" Duduk Hasbi.. Begini, niatan mu untuk berkenalan dengan Aish sudah disampaikan oleh Buya mu sejak lama. Namun, Ahmad baru saja memberitahuku beberapa hari lalu bahwa kamu memang berniat mengenal Aish. Mengenal yang bagaimana Nak Hasbi, ana kurang paham maksud mu. "
" Ana ingin ta'aruf, Yai... Bila diizinkan dan bila Aiswa tidak keberatan. "
" Alhamdulillah, ana akan sampaikan pada Ais nanti malam.. Kamu sudah siap dengan hasilnya nanti? jangan sampai nafsu menguasai mu Nak.. Ana juga tidak mau bila Aiswa dijadikan sebagai pelarian bagimu untuk melupakan gadis yang gagal kau khitbah beberapa waktu lalu.. Adik Amirzain bukan? " Kyai Hariri Salim menyampaikan kegundahan nya. Kyai Hariri mengenal baik setiap santri putra nya yang berprestasi. Ia juga mengagumi sosok Amirzain dan Abahnya, selain karena ia seorang hafiz, Amir juga sangat bersahaja.
" Astaghfirullah, ana tidak berani Yai. Aiswa adalah Aiswa, bukan Naya ataupun lainnya. Ana tidak memandang Aiswa sebagai sosok wanita lain yang membayangi masa lalu.. Afwan Yai, " Hasbi menundukkan pandangan, melihat ujung kakinya dilantai yang mulai merasa tidak nyaman karena sebuah pernyataan Yai nya.
" Alhamdulillah bila tidak demikian, ana hanya khawatir sebagai orang tua. Mohon dimaklumi yaa... Sudah menjelang dzuhur, mari bersiap Nak Hasbi, setelah sholat nanti kita makan siang dirumah yaa sembari menunggu Aiswa pulang . "
" Beik, Yai. "
Tigapuluh menit berlalu. Hasbi telah ada diruang makan kediaman Yai nya kembali. Tidak ada orang lain disana kecuali mereka berdua karena sahabatnya Ahmad Hariri sedang keluar rumah untuk sebuah pekerjaan.
" Buya, ini minumnya. Teh hangat tanpa gula sesuai permintaan Buya tadi ke Umma. " Suara lembut seorang gadis terdengar jelas disamping Hasbi.
" Syukron sayang, Ais sudah makan? sebelum kembali ke kelas, makan dulu yaa sama Umma. "
" Ehm.... " Aish hanya bergumam.
" Nanti malam, Buya ingin bicara. Aish jangan tidur dulu yaa karena setelah ini Buya keluar menyusul kakak mu dan akan kembali ba'da maghrib nanti. "
" Na'am Buya. Aish pamit. " Aiswa sempat mencuri pandang pada sosok pria yang sedang bersama Buyanya dimeja makan sebelum kakinya melangkah pergi menjauh dari ruangan itu.
Dia sopan, tak memandangku meski punya kesempatan. Batin nya.
" Tadi Aiswa, Nak Hasbi sudah lihat jelas kan, " goda sang Yai.
" Tidak berani, Yai. "
" Hahahaha... Hasbi Hasbi.. "
Percakapan kedua orang pria itu akhirnya berakhir saat ponsel Hasbi berdering. Ia pamit undur diri setelah satu jam lamanya bercengkrama dengan sang Yai.
" Halo assalamualaikum Mir, " Sapanya membuka salam pada panggilan yang dilakukan oleh sahabatnya Amir.
" Wa'alaikumussalam, lagi dimana?, " tanya Amir diujung telepon.
" Rumah Yai Hariri Salim.. Mir, aku gak tahu jika Aiswa sudah beranjak remaja... Aku berniat mendekati nya... Eh baru kamu yang tahu lho ini... Gimana kabar mu disana, Naya apa kabar?, "
Degh, degh. Jantung Amir seakan berhenti berdetak.
" Serius, Aiswa? kamu berniat khitbah dia?, " Amir shock.
" Iya, gimana menurut kamu? "
" Hmmm aku sedang tak ingin menanggapi, masalah hati soalnya... Aku mau ngomong sesuatu, tapi apa yaa tadi, ko jadi lupa, " elaknya padahal hati Amir berkedut menahan sakit.
" Ya sudah nanti kita bicara lagi, aku jalan pulang dulu yaa... Assalamu'alaikum. "
" Wa'alaikumussalam. "
Degh, degh, degh, jantung Amir kian berdetak hebat hingga rasanya akan meledak.
Gadis pujaan hatinya, yang telah lama ia kagumi dan cintai dalam diam, nama gadis yang telah lama ia sebut dalam doanya, gadis yang memotivasinya untuk melanjutkan hafalan hingga sempurna, kini akan di khitbah oleh sahabatnya sendiri.
" Hasbi, apakah ini adalah cara mu membalas dendam padaku? sebab tak sampainya rasa cintamu untuk Naya dimasa lalu? atau apakah ini murni ketidaktahuan mu bahwa aku pun mempunyai rasa yang sama untuk Aiswa?, " Amir menggeram kesal, ia mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.
.
.
_________________________
Duh.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
@Ani Nur Meilan
demi persahabatan Amir menahan Rasa Hati nya....
2024-11-23
0
Irkham Maulana
sabar kang amirrr....berkali2 baca ttep deg deg syerrrrr
2023-08-30
1
???
wis tenang Mir, ada gantinya kok☺😌
2022-08-24
1