DI ANTARA 3A
Pondok Putri Tazkiya, Jakarta.
Seperti biasanya Aiswa Fajri, gadis pendiam yang berparas ayu, berkulit putih, dan penyuka warna ungu bila waktu ashar telah menjelang ia pasti bersiap untuk menuju halaman belakang rumah yang letaknya masih berada didalam komplek pesantren untuk menghafal imrithi.
" Sulitnya, aku teringat metode dari Ka Amir bahwa menghafal imrithi itu harus sedikit demi sedikit namun di ulang-ulang. Ah, Buya saja mengatakan bahwa aku lemah di bidang ini... Tapi kenapa dia begitu yakin padaku yaa? dan nyatanya aku bisa menghafal cepat waktu itu... Bagaimana kabarnya dia disana?.... Eh astagfirullah, aku memikirkan pria yang belum mahram... " Aiswa bermonolog mengingat saat Amir sowan kerumah Ayah nya untuk bertemu dengan Ahmad, sang kakak yang satu pondokan saat Tsanawiyah di Tegal dulu sebelum akhirnya Amir masuk di pondok Tazkiya Putra untuk melanjutkan pendidikannya ke Aliyah.
Aiswa menaruh rasa suka pada sahabat kakaknya itu saat pandangan keduanya bertemu satu tahun silam. Saat Ahmad sakit dan Amir menjenguknya dengan Hasbi, keduanya adalah kawan baik sang kakak.
Dia mengingat dan terkesan dengan Amir kala pemuda itu menghampiri nya di halaman belakang yang sedang menangis berputus asa seorang diri karena tak kunjung hafal sedangkan waktu untuk setor hafalan hanya tersisa beberapa jam lagi. Amir lalu membantunya dan ajaib, Aiswa mampu menghafal lebih dari 100 nadzom dalam waktu satu setengah jam.
Semenjak saat itulah, Amir perlahan masuk kedalam relung hatinya yang belum berpenghuni.
" Aiswa, Buya memanggil...., " Suara lembut umma membuyarkan lamunan Aiswa tentang Amir.
" Beik, Umma... Ana masuk. " Jawabnya sembari merapikan kitab yang ia baca tadi.
Beranjak dari duduk nyaman nya, Aiswa melangkah masuk kedalam rumah menuju tempat Buya nya berada. Jika tak salah, bila kamis sore Buya ada didalam ruang baca karena malam nanti akan ada kajian kitab Al-Hikam di Masjid Pondok untuk jama'ah umum.
" Assalamu'alaikum Buya.... Perlu sama Aish?, " Tanya nya lirih.
" Duduk Nak... Buya mau sampaikan sesuatu padamu, " Suara pria yang masih terdengar tegas diusianya yang sudah separuh abad itu membawa Aiswa duduk di hadapannya.
" Aish, sudah siap menikah?, " Tanyanya hati-hati.
" Hmmmm Aish mau lanjut ke King Saud boleh? mau ambil bisnis... Aish punya cita-cita punya butik abaya nanti, " Pinta nya takut sembari menundukkan pandangan.
" Izin sama suamimu nanti bila ingin meneruskan kuliah... Ada yang ingin mengkhitbahmu, nasabnya baik... Inisial namanya AH, seorang dosen di Tazkiya Putra. "
" Siapa Buya?, " Tanya Aiswa penasaran.
" Aish bersedia tidak, kalau iya... Nanti kita ada pertemuan kenalan dulu. " Buyanya tersenyum melihat anak bungsu nya penasaran.
" Aish punya pilihan tidak? kalau punya, jangan sekarang... Aish belum lulus sekolah, juga masih ingin sendiri satu atau dua tahun lagi, " Sekali lagi, Aiswa berkata tanpa menatap Buyanya dan hanya memandangi lantai dibawah kakinya.
" Punya... Aish boleh menolak setelah istikharah nanti... Tapi bila dia ingin bertemu, aish mau yaa? " Buya nya hanya menggoda anak gadisnya ini. Ia hanya ingin tahu, apakah anak gadisnya ini telah mempunyai tambatan hati atau belum mengingat Aiswa seorang yang pendiam dan amat irit bicara.
" Iya boleh Buya.... " Masih dengan wajah menunduk.
" Sekarang, lanjutkan hafalan mu... Yang rajin yaa, mau ujian kan. "
" Na'am Buya... Aish pamit... Assalamu'alaikum. " Aiswa menarik dirinya bangkit dan melangkah keluar dari ruang baca sang Ayah.
Bersamaan dengan Aiswa yang keluar dari sana, Umma mendekat menegur sang putri yang terlihat gamang berjalan setelah menemui Ayahnya itu.
" Sayang, kamu kenapa? Buya marah? cerita sama Umma. " Tarik lengannya menuju dapur.
" Gak apa-apa Umma... Buya cuma tanya Aish siap menikah belum? "
" Jawab apa sayang? "
" Gak jawab... Umma, memang kita harus ya menikah muda? apa tidak boleh kuliah dan berkarir dahulu? "
" Jika ada pria dengan agama yang baik, nasab yang baik, akhlaknya baik.. Mau cari apa lagi? kalau suami mu mengizinkan, kesempatan bagi mu terbuka... Tapi bila tidak, pengabdianmu sebagai seorang istri dengan tulus ikhlas adalah jalan tiket mu ke Jannah, pun apabila tercukupi semua kebutuhanmu dhohir maupun bathin. "
" Jadi memang tidak ada pilihan ya, buat anak seperti ku? "
" Maksudnya Aish? anak seperti apa? "
" Anaknya Buya... Harus ikut apa kata Buya.... "
" Engga ko, Aish punya pendapat sayang... Katakan pada Buya, in sya Allah Buya mendengar. "
" Mendengar tapi belum tentu mengabulkan kan Umma? "
" Aish..... Sebenarnya Aish sudah ada pria yang disuka ya? Siapa sayang, Umma boleh tahu? "
" Hmmmm.... Engga, " jawabnya malu sembari menundukkan kepalanya kembali.
".......... " Umma hanya tersenyum simpul melihat anak gadisnya tersipu.
" Ya sudah, lanjutkan hafalan mu sana. "
Aiswa bangkit dari hadapan ibunya dan melangkah menuju kamar nya yang nyaman. Ia mengurungkan niatnya untuk kembali ke halaman belakang rumah seperti rutinitasnya selama ini untuk menghafal.
" Aah, andai aku hanya gadis biasa... Mungkin aku bebas berkarir dan bertualang melihat dunia luar sebelum aku menikah. " Ia berkata lirih sembari menatap langit-langit kamarnya yang berwarna pink dengan lukisan awan.
***
Tegal. Beberapa hari lalu.
Hasbi sedang menatap foto yang baru saja dikirimkan oleh Ahmad sahabatnya sekaligus putra pemilik pondok tempatnya bernaung, bahwa ia baru saja kembali ke rumah setelah magangnya selesai di sebuah perusahaan travel umroh di Mekkah.
Lama ia memperhatikan sosok disebelah Ahmad Hariri sang sahabat yang duduk tersenyum manis sedang memandang kolam ikan, saat keluarga itu sedang berada di balong pembibitan ikan. Yang Hasbi ketahui merupakan salah satu bidang usaha yang Yai nya punya.
" Kamu Aiswa? adik bungsu Ahmad sudah gadis aja, cantik pula meski usianya masih dibawah Naya. "
" Aah, Naya.... Mungkin kamu sedang honeymoon sekarang.. Semoga kamu bahagia yaa cintaku yang tak sampai. " Hasbi masih merasa sesak dan sangat kehilangan harapan kala itu. Naya adalah cinta pertamanya yang baru tumbuh namun harus ia musnahkan karena Naya lebih memilih pria lain yang kehadirannya sangat dominan di hati wanita itu.
" Aiswa... Semoga kita berjodoh... Aku akan mengunjungi Ahmad pekan depan, semoga kita dapat bertemu... Aku ingin melihat mu langsung. " Tatapnya pada foto sosok cantik dilayar handphonenya.
***
Tazkiya Putri, Jakarta. Malam hari.
Setelah makan malam, Buya langsung menuju majlis untuk kajian kitab seperti biasanya.
Kedua anaknya sudah ada didalam kamarnya masing-masing. Ahmad yang baru saja beberapa hari tiba dari Mekkah tengah disibukkan dengan program baru yang akan ia coba terapkan untuk travel agent umroh sang Ayah.
Sedangkan Aiswa, masih berkutat dengan mempelajari semua mata pelajaran untuk persiapan ujian akhir tahun.
Jam sepuluh malam.
Buya kembali masuk ke kediamannya setelah kajian dan bincang dengan sesama jamaah usai, ia mencari keberadaan sang istri untuk memintanya mengantarkan secangkir kopi ke dalam ruang baca.
" Umma, tolong buatkan kopi yaa, Buya di ruang baca ". Pintanya setelah menemukan istrinya sedang berada di dapur.
" Beik Buya. "
Tak berselang lama, umma mengetuk pintu ruang baca perlahan, membawa pesanan suaminya masuk dan meletakkannya di meja.
" Umma, Aish sudah punya pria yang dia suka ".
" Tahu darimana Buya? "
" Sikapnya tolong umma perhatikan... Buya khawatir anak itu keluar jalur. "
" Longgarkan aturan Buya, umma ga mau kehilangan Aiswa. "
" Bagaimana lagi... Dia anakku, anak gadis satu-satunya, aku ingin dia disayangi dan dimanjakan sebagaimana dia saat bersama kita. "
" Tapi Buya.... Urusan hati, kita harus hati-hati... Beda jaman dengan kita dahulu yang dijodohkan yaa akhirnya mau-mau saja... Bahkan punya anak banyak... Anak jaman sekarang, belum tentu... Jangan sampai, Aish berontak. "
" Aiswa tidak akan begitu... Aku yakin. "
" Anak pendiam, belum tentu tidak punya pendapat, anak pendiam justru harus kita beri perhatian extra... Karena kita tidak bisa melihat gejolak emosinya, Buya.... Tolong pertimbangkan lagi permintaannya. "
Umma bangkit berdiri meninggalkan sang suami diruang baca yang terpekur atas perkataannya barusan.
Hati umma mulai resah, ia memutuskan melihat anak gadisnya itu sebelum kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Ia pernah menjadi seorang gadis, wanita dan ibu yang dahulu juga merasakan betapa sulit dan beratnya berusaha berbakti kepada suami ketika cinta itu belum bersemi.
Terlebih bila memang benar, Aiswa telah mencintai seorang pria dalam hatinya, tentunya di usia yang masih sangat belia, anak itu akan mencari jati dirinya sendiri.
Aiswa anak pendiam, namun ia juga punya segudang mimpi yang ingin dia capai. Umma tahu itu.
" Aish, umma selalu berdoa... Kamu mendapatkan apa yang dimau, tanpa menderita terlebih untuk urusan cinta... Aamiin. "
Doa umma saat melihat anak gadisnya telah terlelap diatas tempat tidur, dengan kitab yang menutup wajahnya.
__________________________
Hmmmm..........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Winda Wati
sayang
2023-09-21
1
𝐀⃝🥀ḉ!ℓℓᾰ❁
aaamiin
2023-09-02
1
𝐀⃝🥀ḉ!ℓℓᾰ❁
ummaaa😭😭
2023-09-02
1