Happy reading!😊😘
*****
Masih terlalu dini untuk membaringkan diri di tempat tidur empuk di kamar miliknya, akhirnya Sue memilih merapikan kamar itu. Ada sebuah lemari berukuran sedang di bilik kiri tempatnya menyimpan perlengkapannya.
Pakaian yang dibawanya tadi dari toko kecilnya hanya beberapa lembar, cukup dipakainya seminggu. Setelah merapikan pakaiannya di dalam lemari itu, ia mulai merapikan ranjang kecilnya.
Belum selesai ia melakukannya, suara pintu diketuk dari luar mengalihkan fokusnya. Setelah Sue membukanya, nampaklah sesosok gadis ramping, umurnya mungkin lebih tua darinya beberapa tahun.
"Ayo keluar. Hari ini kau harus mengikutiku kemana saja aku membawamu."
Tidak ingin mendapat masalah di hari pertamanya ia ada di sini, akhirnya Sue keluar mengikuti langkah gadis itu.
"Siapa namamu?"
"Sue, nona."
Gadis di depannya itu mengangguk. "Panggil aku Carissa. Jangan menyebutku dengan sebutan menjijikkan itu, dan juga jangan membantah ucapanku."
"Saya mengerti. Akan saya lakukan." Ia menunduk dengan senyum manis masih tercetak di bibirnya.
Carissa membawa Sue berkeliling. Sejauh mata memandang, tidak ada satu pun yang tidak dikategorikan sebagai barang yang sangat mewah. Kolam yang sangat luas terletak di belakang mansion itu, airnya yang sangat jernih menggiurkan kaki Sue untuk melangkah mendekati.
"Jangan memancing amarah Bunglon Hijau."
Perkataan Carissa mengingatkannya pada perkataan José tadi. Semua orang di mansion itu selalu menyinggung tentang Bunglon Hijau, José dan Carissa. Ia menghentikan langkahnya yang hampir saja menginjak pinggir kolam itu.
"Bunglon Hijau?" Ia bergumam memastikan perkataan Carissa.
"Apa kau bodoh? Kau tidak tahu ada hewan bunglon?"
Ia mengernyit, berpendapat bahwa kemungkinan saja ada species bunglon langka yang berbahaya peliharaan tuannya yang tidak ia ketahui. Bunglon yang bisa memangsa manusia. Membayangkan ada bunglon yang seperti itu, Sue bergidik ngeri. Bulu kuduknya meremang.
Carissa yang menyadari keresahan Sue hanya tersenyum miris. Ia tahu seluk beluk gadis ini, ternyata seperti yang diceritakan José kepadanya. Seorang gadis yang menjadi permainan sang Tuan.
"Jangan khawatir, asalkan kau mematuhi aturan di rumah ini maka nyawamu dipastikan masih berada di tubuhmu." Carissa tersenyum hangat kepadanya.
Mendengar kata nyawa membuat Sue kembali dilanda ketakutan. Bukankah itu berarti bunglon yang dimaksud benar-benar makhluk pembunuh? Seberapa besarkah hewan itu sehingga Carissa dan José mengatakan hal-hal mengerikan tentangnya? Untuk mengusir rasa takutnya, ia mengangguk. "Saya mengerti."
Ketika kakinya hendak melangkah mengikuti langkah kaki Carissa, suara José dari arah belakang membuat keduanya berhenti.
"Tuan ingin mencoba masakanmu, Sue. Apa kau bisa memasak?" Lelaki paru baya itu bertanya dengan sedikit khawatir, takut Sue tidak bisa melakukannya dan berujung pada kemarahan Silver.
Sue terkikik geli mendengar pertanyaan itu. "Akan saya coba meskipun nanti rasanya sedikit berbeda dengan masakan nyonya Martha."
"Baiklah, pergilah ke dapur. Kau harus melakukannya sendiri, tanpa bantuan."
Sue mengangguk dan segera pergi dari sana.
*****
Gadis berambut putih itu langsung mendorong keras pintu kaca toko bunga yang sering didatanginya. Napasnya terengah-engah seperti baru saja melakukan olahraga lari marathon. "Su---"
"Selamat datang di Sue's Flower, Nona."
Seorang perempuan bermanik cokelat tua menyapanya dari tempat biasa Sue berdiri. Zamora terkejut, orang lain yang berdiri di sana dan bukan Suelita. Tidak biasanya temannya itu pergi meninggalkan toko ini dalam keadaan ramai kecuali keadaan darurat. Ada firasat buruk menghantui pikirannya, apakah Sue sakit? Tidak mungkin, kemarin waktu ia meninggalkan Sue keadaannya masih baik-baik saja.
Matanya menelisik tidak suka pada perempuan yang sedang tersenyum kepadanya. "Kau siapa? Dimana Sue?"
Orang yang ditanyai mengernyit bingung, ia terkejut ketika tangan Zamora memegang erat kerah gaun yang dipakainya. Ia merasa takut melihat aura kemarahan dari manik biru milik Zamora.
"Jawab!"
Teriakan Zamora membuat siapapun yang ada di sana mengerjap bingung, kemudian keluar tanpa ingin melibatkan diri dalam perkelahian antarperempuan itu.
"Sa... saya hanya disuruh seseorang untuk menjaga toko ini, nona. Saya tidak tahu toko ini milik siapa."
Mendengar penjelasan perempuan itu membuat Zamora bingung. "Apa maksudmu, sialan? Dimana Suelita?"
"Saya tidak mengenal orang yang anda maksud, Nona."
"Ah, sial."
Ia melepaskan cengkeramannya, merogoh isi tasnya dan mengambil ponselnya, mencoba menelpon Sue tetapi panggilannya tidak mendapat jawaban. Ia khawatir pada temannya, tetapi tidak membiarkan pikiran buruk mendiami otaknya.
"Siapa namamu?"
"Lidya, Nona."
"Siapa yang menyuruhmu bekerja di sini?"
"Seorang pria bermanik abu-abu."
"Kau tahu namanya?"
Perempuan itu menggeleng membuat Zamora menghembuskan napas kasar.
*****
Hampir setengah jam Sue berkutat di dapur yang super luas itu, mempersiapkan menu makan siang untuk tuannya. Semua itu benar-benar dilakukannya sendirian tanpa bantuan siapapun, termasuk Martha yang notabenenya sebagai juru masak di sana.
Senyuman manis terulas di bibirnya ketika ia menyadari bahwa apa yang dilakukannya saat ini untuk idolanya, karena itu ia berusaha sangat keras agar makanan buatannya benar-benar terasa memanjakan lidah.
Saat sedang memotong kentang untuk membuat kentang goreng, tiba-tiba saja ada yang menyenggol lengannya sehingga jarinya ikut teriris.
"Aw ... ada ... darah ... hiks."
Sue panik melihat darah yang menguncur dari jarinya. Ya, dia takut darah. Sue menutup mata dan meraba sekitar, mencari keran air. Namun, karena kepalanya yang terlanjur pusing melihat darah itu, akhirnya ia terjatuh dan pingsan.
"Hei ... Bangun! Jangan bercanda padaku, hei ... Aku tidak sengaja tadi!"
Paula Salmonetta, perempuan yang menyenggol lengannya tadi, berusaha membangunkannya dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, namun sayang Sue sudah terlanjur tidak sadarkan diri.
Ia masuk ke sana bertujuan untuk minum karena merasa haus akibat perjalanan jauh. Namun, saat ia hendak menggapai gelas yang diletakkan di lemari bagian atas tiba-tiba pusing kepala melandanya sehingga badannya terhuyung dan menyenggol lengan gadis yang sedang asyik sendiri di sana.
Tetapi, kemalangannya tidak hanya sampai di situ saja karena pisau yang dipegang Sue terjatuh dan mengenai telapak kakinya. Darah segar menetes dari kakinya.
"José!"
José menghampiri ketika ia mendengar suara yang tidak asing baginya di dapur. Teriakan Paula membuatnya mempercepat langkah kakinya.
"Tolong obati dia, José."
Paula menunjuk pada Sue yang masih tak sadarkan diri. Namun, José tidak menghiraukannya membuat Paula geram. "José! Laksanakan tugasmu seperti yang dilakukan seorang ayah." Perkataannya itu seperti angin lalu bagi José. Pria paruh baya itu malah mengambil kotak obat dan berniat membalut luka Paula.
"Brengsekk! Aku menyuruhmu mengobatinya bukan aku." Paula menghempaskan tubuh Jose dan berusaha bangkit agar ia bisa mengobati Sue. Namun, tangan José memegang lengannya kuat. "Tuan akan marah."
"Persetan dengan Silver. Aku bukan manusia sepertinya yang tidak punya hati."
Silver yang mendengar ada keributan dari arah bawah segera membawa langkahnya menuruni anak tangga. Dan betapa terkejutnya ia melihat seseorang yang terjatuh di dapur.
"Mon amor. (Sayangku)" Ia memeluk erat perempuan yang jatuh terduduk di lantai itu.
"Kau membuatku sesak napas, Sil."
Silver melepaskan pelukannya dan menatap wajah yang dirindukannya itu. Netra keduanya saling bertatapan untuk beberapa saat sebelum Silver menyadari adanya darah di telapak kaki Paula.
"Siapa yang melakukan ini padamu?" Ia mengambil obat yang ada di samping Paula.
"Aku tidak sengaja menjatuhkan pisau tadi. Maafkan aku membuatmu khawatir." Ia meringis ketika Silver menetesi obat di atas lukanya. Setelah itu, Silver menutupi lukanya dengan kain kasa.
Merasa bahwa kekasihnya menyembunyikan fakta, ia berteriak marah pada para maid yang ada entah sejak kapan di sana. "Siapa yang melakukan itu?" Mereka yang baru saja datang tentu tidak mengetahui kejadiannya. Mereka menggeleng.
"I'm fine, Sil."
"No, you're not fine, baby."
Netra hijaunya menangkap sesosok yang berbaring di samping Paula, ia menyeringai.
"Apa dia yang melakukannya?"
"Aku tidak sengaja tadi, Sil."
"Diamlah, kau tidak berhak berbicara lagi."
Paula terdiam. Ia merasa pedih saat Silver menghardiknya, entah kenapa ia ingin menangis saja sekarang. Ia memang mengenal Silver luar dalam, tetapi kenapa sekarang ia merasa ulu hatinya seperti tersayat sembilu padahal hanya kalimat itu yang diucapkannya. Itu hanya sedikit dari amarah sebenarnya.
"José, angkat dia!"
*****
Ig @xie_lu13
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
paula kekasih silver kah
2021-11-10
0
Murni Agustin
aku blum mengerti alur ceritanya maaf masih nyimak tapi aku selalu like
2021-01-31
0
Nurulfajriyah
pingsan
2021-01-27
0