Happy reading!😊😘
*****
Cih, namanya aneh sekali. Silver bergumam.
Suelita Abraham.
Begitulah nama gadis yang tidak sengaja berjumpa dengannya di pantai tadi.
Ia sedang duduk bersandar di bangku panjang di balkon masionnya menatap langit malam yang penuh bintang disertai purnama yang menambah cerianya matahari kecil itu di angkasa sana.
"Dan apa katanya tadi? Apapun? Hahaha... Kau tidak mengenalku rupanya, tikus kecil. Kau masih bisa tersenyum seperti orang kesurupan. Coba kita lihat apa yang akan terjadi kalau kau mengetahui siapa diriku sebenarnya. Aku penasaran apa kau masih bisa tersenyum seperti itu atau tidak. Hanya pria tua itu yang tahu siapa aku, Suelita. Ayahmu!" Suaranya terdengar menusuk ketika kata terakhir terucapkan.
Pikirannya masih terbayang dengan senyuman ceria gadis itu, betapa beningnya manik kuningnya dan betapa bangganya ia ketika menerima uluran tangan Silver
Hah, gadis yang aneh. Begitula akhir dari pergolakan pikirannya sebelum dering dari benda pipih di saku jaketnya mengalihkan fokus. Sebuah panggilan video dari seorang wanita cantik.
"Mon amor. Aku merindukanmu." Wanita itu memonyongkan bibir membuat Silver yang di seberang sana terkekeh.
"Aku akan segera pulang, Sil. Jangan merindukanku."
"Ayolah, sayang. Jangan membuatku gila karena merindukanmu."
Wanita itu terkekeh lagi. "Aku tidak akan pulang."
"Hei, ayolah. Aku akan membunuh managermu kalau sampai ia tidak memulangkanmu."
Wanita itu tertawa terbahak-bahak. Sepertinya ia menikmati wajah kesal kekasihnya.
*****
Sue menyingkapkan tirai yang menjadi penutup jendela kecil toko bunganya. Ia menguap berkali-kali menandakan bahwa semalam ia kurang tidur.
Ya, memang semalam ia tidak bisa tidur karena teringat akan pertemuan singkatnya dengan sang atlet pujaan, Silvester Dominique Dario. Bahkan sampai jam dua pagi barulah ia bisa menutup kelopak matanya dengan tenang.
"Apa saja yang kau lakukan semalam? Sepertinya kau kelelahan." Seseorang datang dari arah belakangnya membuatnya terkejut. Ia membalikkan badannya dan mendapati seorang gadis seumurannya bersedekap.
"Kau mengejutkanku, Zamora."
Zamora Eleanor, seorang gadis berkulit putih dengan rambut dicat dengan warna putih dan bermanik biru safir keturunan Amerika yang kata Sue dia terdampar di negara ini. Dia satu-satunya teman dekat Sue dan satu-satunya orang paling mengerti dirinya.
Tidak ada satupun rahasia yang bisa disembunyikan Sue dari gadis itu, entah apapun yang terjadi Zamora pasti akan mengetahuinya. Termasuk cinta tak terbalas Sue pada seorang atlet muda.
Sue tidak menceritakan itu, tapi tetap saja Zamora mengetahuinya, Sue bingung entah sihir apa yang dipakai Zamora untuk membaca pikirannya.
"Kau kenapa?"
"Ah...tidak. Tidak ada apa-apa." Ia menjawab dengan sedikit rona merah terpancar dari pipinya. "Ada sesuatu yang terjadi semalam yang sangat mengejutkan jantungku." Ia mengedipkan matanya dan memegang dada kirinya.
"Come on, Sue. Ceritakanlah padaku. Apa itu?" Ia memegang lengan Sue karena saking penasarannya.
"Bukan sesuatu yang besar." Ia tersenyum lebar sengaja menggoda gadis itu.
"Hei, ayolah. Itu pasti sesuatu yang sangat besar." Ia mulai kesal karena tahu bahwa Sue sengaja memancing kekesalannya.
"Semalam aku tidak sengaja bertemu pria idamanku."
"Astaga, Suelita. Jangan berbelit-belit. Pria seperti apa? Tinggi? Putih? Rambut cokelat? Ayolah, siapa pria yang akan mau dengan gadis kurus sepertimu itu? Bahkan pria yang kau kategorikan itu tidak akan melirikpun padamu."
"Cih, kau sangat pandai mencibir. Bagaimana kalau kenyataannya seperti itu?"
"Dalam mimpimu, Sue."
"Tidak, kenyataannya aku bertemu langsung dan berbincang dengannya. Kau tidak penasaran siapa pria itu?" Ia mencolek dagu Zamora, membuat gadis itu menjauh.
"Menjijikkan. Aku tidak penasaran lagi karena sepertinya kau masih tertidur biarpun ragamu sekarang berdiri di hadapanku."
Sue terkekeh, ia berhasil membuat Zamora kesal. "Aku bertemu Silvester Dario. Kau tidak percaya 'kan?" Ia mengedipkan sebelah matanya.
"What?" Zamora terbelalak.
*****
Sudah dua jam Silver berlari mengelilingi taman besar di mansionnya. Butir-butir kristal bening sudah menumpuk di sekitar anak rambut di dahinya. Tanpa bantuan wash cloth atau apapun, ia menyeka keringat itu dengan lengan kekarnya.
Sejenak ia berhenti karena benda pipih di sakunya bergetar mengalihkan perhatiannya. Ia menyeringai tatkala melihat nama yang tertera di layar pipih itu dan tak urung ia menekan tombol hijau.
"Ya?"
"Cepatlah. Sebentar lagi kita akan berangkat." Terdengar suara serak seorang pria dari seberang sana.
"Hm."
Kemudian ia memutuskan sambungannya sepihak. Begitulah seorang Silvester Dominique Dario. Bersikap manis dan penuh senyuman di depan publik sebagai seorang atlet yang profesional sehingga banyak kaum hawa yang berteriak histeris ketika senyuman maut itu terukir.
Akan tetapi, ketika keberadaannya jauh dari sorotan dan hiruk pikuk pers, sikapnya berbanding terbalik dengan itu. Cuek, datar, dan bersikap semaunya saja.
Perputaran waktu tak terasa begitu cepat sehingga saat yang dinantikan sepertinya telah tiba. Silver sudah di perjalanan menuju ke bandara.
Ia yang biasanya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi harus menahan kekesalannya karena sopir yang mengemudikan mobil itu patuh pada peraturan lalu lintas.
"Lain waktu, biarkan aku sendiri yang mengendarai mobilku. Kau berjalan lambat seperti kura-kura."
Sopir di depannya hanya mengangguk mengiyakan, membantah atasan pasti akan langsung drop out bukan? Tentunya ia tidak menginginkan hal itu.
Setengah jam kemudian, mobil itu berhenti di sebuah bandara internasional negara Brazil.
Congonhas Airport.
Silver langsung turun dari mobilnya dan bergegas menuju tempat check-in tiket karena sebentar lagi pesawat akan lepas landas menuju sebuah kota besar di benua Eropa.
Sebuah perjalanan yang harus ditempuh oleh atlet sepertinya. Pertandingan-pertandingan seperti ini menjadi kubu pertahanan dirinya agar ia tidak dicurigai oleh pihak kepolisian sebagai pemimpin Bunglon Hijau.
Friendly Match kali ini klub dari negaranya akan berhadapan dengan klub terbesar di negara Spanyol.
Brazillía vs El Madrid.
*****
Bahkan sampai siang hari, Zamora masih kukuh bertanya apa saja hal yang diperbincangkan Sue dan idolanya. Ia sengaja mengorek informasi tentang perasaan Sue, tetapi Sue tetap acuh. Karena terlalu menahan kesal, akhirnya Zamora meninggalkan Sue sendirian di toko itu.
Beberapa costumer berlalu lalang meminta bunga yang mereka inginkan. Dengan cekatan, Sue mengikat tangkai-tangkai bunga itu dan memberikannya pada mereka serta menjelaskan arti dari masing-masing bunga yang mereka pilih.
Inilah kehidupan sehari-hari Sue. Menjual bunga-bunga segar hasil taman di belakang tokonya dan beberapa bunga impor yang berhasil ia dapatkan dari negara lain. Ia menyibukkan dirinya dengan hal itu sepanjang hari.
Semenjak kepergian ibunya ke pangkuan Yang Maha Kuasa, ia lebih memilih merawat bunga hias hasil taman yang ia dan ibunya rawat sewaktu masih hidup dan memperdagangkannya. Semenjak itu pula, ayahnya pergi bekerja tanpa pernah pulang. Yang ia tahu, ada kabar tentang ayahnya bahwa ia bekerja pada seorang billionaire.
Bel kecil di pintu masuk membuat Sue tersadar dan segera melangkah ke sana. Orang itu akan menjadi orang yang kesekian menjadi pelanggannya.
Ia menegang. Seseorang yang masuk itu adalah seseorang yang sangat ia rindukan selama ini, bukan pelanggan biasa.
"Kemana saja papa selama ini? Sue rindu."
Sudah berulang kali kalimat itu meluncur dari bibir tebalnya. Tangis haru menyambut kedatangan Jerome, ayahnya. Orang yang dimilikinya dan sangat berharga baginya selain almarhum ibunya.
"Maafkan papa, sayang. Pekerjaan papa tidak bisa ditinggalkan begitu saja."
"Kenapa papa di sini kalau pekerjaan papa penting?" Ia mengerucutkan bibirnya.
"Papa merindukanmu." Jerome mengelus lembut rambut blonde milik putrinya.
Jangan tanya alasannya, sayang. Papa tidak bisa memberitahumu alasan kepulangan papa, pekerjaan papa berbahaya. Hanya kau yang papa miliki sekarang, papa tidak ingin kehilanganmu seperti kita kehilangan mamamu. Papa akan melindungimu, sayang. Ia membatin.
Setelah mempersilahkan ayahnya mandi dan beristirahat sebentar, Sue bergegas ke dapur dan memasak makanan kesukaan ayahnya. Toko kecilnya ia biarkan setelah memasang potongan kertas bertuliskan "CLOSE".
Ia ingin menghabiskan waktu bersama ayahnya setelah sekian lama tak bersua sehingga ia melupakan sebuah siaran televisi yang tidak pernah ia lewatkan.
*****
Stadion Santiago Bernabéu, Madrid, Spanyol
Suara gemuruh di stadion terbesar di Spanyol menandakan bahwa pertandingan persahabatan antar Brazillía dan El Madrid sedang berlangsung. Silver menjadi starter yang berposisi sebagai left winger.
Kemampuan berlarinya yang sangat cepat, penggiringan bolanya yang tak tertandingi dan keakuratan assistnya yang tidak pernah meleset membuatnya menjadi andalan di timnya.
Teriakan-teriakan histeris para penggemar terdengar riuh memekakkan telinga. Biarpun pertandingan ini berlangsung di kandang lawan, tetap saja supporter Brazillía ada dimana-mana.
"Dario ...."
"Dario ...."
"Dario ...."
"Brazillía ...."
"Brazillía ..."
Nyanyian sahut-sahutan penonton mulai terdengar untuk menyemangati para pemain idola mereka. Silver meliuk-liuk mencari celah sambil mendrible bola ke arah gawang lawan.
Central defender lawan menghalangi lari kencangnya sehingga ia nyaris terjatuh. Untungnya, sebelum itu terjadi ia melihat rekannya berada tidak jauh dari sana sehingga ia dengan mudah memberikan assistnya.
Namun sayang, tendangan kaki kiri rekannya itu meleset dan bola keluar menyamping dari mistar gawang.
"Huuuaaaww ...." Spontan seluruh penonton yang menyaksikan adegan tegang tadi langsung lemas karena kekecewaan.
Tak lama kemudian, suara sahut-sahutan terdengar lagi menyemangati tim Brazil.
"Vamos Brazillía."
Hingga first half berakhir, keadaan di papan skor masih imbang. Head coach masing-masing tim mengumpulkan anak asuhnya di pinggir lapangan dan memberi arahan lagi tentang bagaimana menyikapi lawan yang sedikit tangguh itu.
*****
São Paulo, Brazil
Setelah hampir setengah jam berkutat di dapur, akhirnya makanan rumahan ala Suelita tersaji dengan anggun di atas meja makan di dapur kecilnya. Kemudian ia beranjak le lantai atas untuk membersihkan diri dan memberitahu ayahnya bahwa makanan telah tersaji.
Beberapa menit kemudian, Sue turun dan mendapati ayahnya sedang duduk menunggunya di meja makan.
"Sorry, papa."
"Tidak apa-apa, sayang. Papa tidak tahan mencium aroma Feijoada buatanmu makanya papa berakhir di sini," terang Jerome sambil terkekeh.
Di meja makan itu telah tersaji kuliner asli negara Brazil yang diberi nama Feijoada. Feijoada ini merupakan sop kacang hitam yang direbus dengan berbagai macam daging dan sosis.
Tidak hanya itu, ada juga beberapa makanan pencuci mulut khas Brazil seperti Quindim, Salpicao, Coksinhas, Brigadeiro dan yang lainnya. Sejak kecil, Sue diajari ibunya memasak dan sekarang ia pandai memasak apapun makanan khas Brazil.
*****
Stadion Santiago Bernabéu, Madrid, Spanyol
Second half sedang berlangsung. Di babak ini, tampaknya semua pemain terobsesi memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya sehingga kerap kali terjadi fouls.
Wasit tidak terlihat jengah, ia bahkan masih gesit berlari kesana-kemari kemanapun arah gerak bola.
"Golll ...." Kembali teriakan histeris memekakkan telinga para penonton untuk tim kesayangan mereka.
*****
Ig @xie_lu13
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Lilis Ferdinan
kerennnnn,, alur ceritanya mnarik, dng kosakata yg bgs,,, lanjuttttttt,,,, 😘
2021-11-29
0
Triiyyaazz Ajuach
bkin ngiler masakan suelita
2021-11-10
0
I Fa
ceritanya bagus penulisannya rapi, tanda bacanya juga , tetap semangat Thor
2021-08-26
0