Devil Side Of The Athlete
Halo, selamat datang di karya Xie!
Ini adalah karya pertamaku. Berikan kritik dan saran terbaik kalian di sini dan jangan lupa dukung author dengan cara like, komen, rate, vote, share dan favoritkan novel ini sebagai novel favorit kalian. Terima kasih.
Happy reading!😊😘
*****
São Paulo, Brazil.
Sang mentari masih setia menemani bumi dengan sinar sayu nan bersahabat yang memancar dari ufuk barat. Sinarnya merambat malu-malu lewat celah pepohonan rimbun di sekitar lapangan terbesar di kota terbesar di negara Brazil. Negara penghasil atlet sepakbola terbaik di dunia.
Sāo Paulo, nama kota itu sekaligus menjadi ibukota negara bagian dan juga merupakan kota terbesar di belahan bumi selatan. Sāo Paulo juga merupakan kota metropolitan terbesar ke-7 di dunia.
Di sudut lapangan, seorang pria muda bermanik hijau zamrud sedang meneguk sebotol air mineral. Dia menghela napas lega ketika air di dalam botol berukuran 500 ml itu tandas. Tak lupa, dia juga menyeka keringat di wajahnya dengan wash cloth yang tersampir di bahu kokohnya.
Baju olahraganya yang telah da buka membuat otot perut sixpacknya terlihat. Tubuhnya yang atletis dengan kulit putih bercampur keringat setelah latihan seharian membuatnya terlihat gagah dengan pantulan sinar matahari sore menyilaukan mata.
Di seberang lapangan itu, rekan se-timnya sedang bersorak ria entah apa yang sedang mereka lakukan. Bibirnya mengulas senyum memperlihatkan deretan gigi putih yang tersusun rapi, menyaksikan aksi konyol mereka. Bibir yang berwarna pink menambah kesan seksi dalam senyumannya.
"Silver, Ayo, kesini!" teriak salah satu dari mereka.
Pria yang bernama lengkap Silvester Dominique Dario itu tersenyum. Dia kerap disapa Silver oleh rekan-rekanya. Bukan hanya alasan karena namanya yang seperti itu, tapi hampir keselurahan miliknya berwarna silver. Mulai dari warna rambut sampai pakaiannya juga mobil yang dikendarainya, semuanya berwarna silver.
"Tidak, aku mau pulang." Di menolak.
***
Sebuah mobil sport bermerk Mercedes Benz berwarna silver menyalip di jalanan membelah lautan mobil yang berlomba-lomba ingin sampai di garis finish ala mereka. Silver mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata sehingga seringkali mendahului kendaraan lain.
Dengan dua jari tangan kirinya menjepit sebatang rokok, dia memegang kemudi mobilnya dengan tangan kanan dan melajukannya menuju sebuah pondok lusuh yang tak pantas dihuni di pinggiran kota.
Setelah memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran khusus, Silver membawa langkahnya mendekati pondok tersebut dengan tatapan tajam yang mengintimidasi siapa pun yang melihat.
Dengan postur tubuh dan tingginya yang terbilang di atas rata-rata tinggi pria di kota Sao Paulo, Silver melangkah lebar dan membuka pintu pondok itu.
Begitu dia menjajakkan kaki panjangnya di tempat itu, mata hijaunya langsung disuguhkan oleh para anak manusia yang meliuk-liukkan badannya mengikuti alunan musik-musik bertempo cepat yang memekakkan telinga.
Pondok yang terlihat lusuh tersebut adalah sebuah kelab malam tertutup yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu.
Tanpa menghiraukan usikan dan godaan dari para wanita yang bekerja dengan cara yang dibilang tidak wajar, Silver menaiki tangga yang menyambungkan lantai bawah dan lantai atas menuju sebuah ruangan tempat seseorang yang sedang menunggunya.
"Ada apa?" tanyanya to the point begitu dia membukakan pintu ruangan tersebut.
"Maaf mengganggu waktu Anda yang berharga, Tuan."
Seorang pria paruh baya yang menunggunya tadi bangkit dari sofa tempatnya duduk dan membungkukkan badannya ketika Silver memasuki ruangan itu. Ia menahan napasnya yang tak beraturan ketika ia menangkap aura tak bersahabat dari manik emerald itu.
"Katakan! Jangan bertele-tele. Kau membuang waktuku." Ia mengangkat tangannya menyuruh pria paruh baya itu duduk setelah pantatnya mengenai sofa yang empuk.
"Ah... ma... maaf, Tuan." Lelaki itu terbata-bata menjawab. "Saya rasa sudah waktunya untuk saya berhenti dari pekerjaan ini, Tuan." Dengan sekali tarikan napas Jerome menjawab.
Inilah keputusannya setelah berbulan-bulan bergelung dengan pikiran sendiri. Meskipun dia telah mengatakan berulang kali pada si Tuan, tapi kekeraskepalaan si Tuan yang memaksanya melakukannya sekali lagi, berharap kali ini ia mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Mencoba berkali-kali tidak masalah bukan? Itulah prinsip yang dipegangnya.
Jerome telah memantapkan keputusan dengan mengutarakannya lagi secara langsung pada sang Tuan. Ia berharap keputusannya ini membawa dampak yang positif bagi keluarganya kelak.
Pekerjaannya ini memang membahayakan siapapun, bukan hanya dirinya. Ia bekerja sebagai penembak jitu yang bekerja di bawah naungan Dario Company milik Silvester Dominique Dario, seorang atlet sepakbola yang juga merangkap menjadi seseorang yang lain di kehidupan malam. Dikenal dengan julukan Bunglon Hijau.
Senyuman manis Silver di depan kamera dan aksi luar biasanya di lapangan membius siapapun yang melihatnya tanpa ada yang penasaran dengan kehidupan malamnya karena memang ia menjaga ketat informasi-informasi pribadinya agar tidak mencuat ke luar.
"Kita sudah sering membahas ini, Jerome. Kalau memang itu yang kau inginkan, aku harus melakukannya. Aku akan memberikan upahmu selama bekerja di sini. Hubungi Greg untuk itu." Tatapan datarnya tetap terpampang jelas di wajah tampannya. Tak lama kemudian, senyuman maut terukir di bibir berwarna merah mudanya.
*****
Seorang gadis belia berjalan menyusuri jalanan sempit nan sepi menuju pantai Sete Fonte. Kaki jenjangnya yang mulus tak berhenti melangkah menapaki tanah datar di sekitar pantai itu.
Gulungan ombak kecil merupakan fenomena alam yang tidak akan bisa dilewatkan oleh siapapun yang menghabiskan waktunya di tepi pantai. Semilir lembut angin malam membelai surai panjang blonde milik gadis itu.
Manik kuningnya tak henti memancarkan rona kebahagiaan. Ia sangat menikmati waktu nya di atas pasir putih itu tanpa ada yang mengganggu tiap malamnya. Kelelahan akibat bekerja seharian menjadikan pantai yang sepi ini tempat melepaskan penatnya.
Purnama penuh menjadikan suasana pantai itu semakin indah. Kilauan air laut bagaikan mutiara yang berhamburan ketika dipantulkan oleh biasnya cahaya itu.
Mugkin malam ini bukan waktu yang tepat untuknya melepaskan dahaganya akan angin segar karena sebuah teriakan dari arah lain membuatnya kehilangan fokus. Teriakan itu menyita perhatiannya sehingga ia perlahan-lahan menuju ke arah datangnya suara.
Ia berjalan sambil berjinjit seakan pasir putih itu mengeluarkan suara keras ketika ia berjalan. Ketakutan seakan menggerogototi kalbunya. Ia bersembunyi di balik batang pohon besar yang ada di sekitar pantai.
Betapa terkejutnya ia ketika melihat seseorang yang berhasil mengganggu waktu senggangnya. Seseorang yang sangat ia puja, yang sering membiusnya dengan aksi menawan di lapangan sepakbola yang sering ia tonton langsung di siaran televisi.
Astaga. Dia bahkan lebih tampan berjuta kali lipat dibandingkan di tv.
Ia meneguk ludahnya kasar saat pandangan mata mereka bertemu.
"Bagaimana ini?" Ia membalikkan badanya berharap seseorang itu tidak terlalu menyadari kehadirannya meski itu adalah harapan sia-sia. Ia memegang dadanya yang bergemuruh seakan jantungnya akan copot dari tempatnya.
Di tempatnya melepaskan amarah, sang atlet menatap datar gadis itu. Seringai iblisnya muncul lagi. Otaknya memikirkan sesuatu yang menurutnya akan sangat-sangat menarik.
"Let's start the game, little girl."
Ia membawa langkahnya menyusuri pasir-pasir putih menuju pohon tempat gadis itu bersembunyi.
Merasa bahwa seseorang itu mendekat, gadis itu mendekap erat tubuhnya. Jantungnya saat ini tidak berdetak normal. Ia berharap seseorang itu tidak datang ke tempatnya dan mendapati dirinya yang sedang berantakan itu bersembunyi.
Sekali lagi, harapannya sia-sia. Orang itu sudah berdiri di hadapannya. Manik kuningnya tak berkedip menatap orang itu sampai ia tidak sadar bahwa jarak di antara mereka semakin menipis.
Orang itu mengulurkan tangan kanannya, mengajaknya bersalaman. Gadis itu terpaku pada pemandangan indah di depannya. Ia berpikir ini hanyalah mimpi yang membawanya menemui dewa-dewa tertampan di langit sehingga ia dengan cepat menyambar tangan yang terulur di depannya itu.
"Halo, Nonaa. Apa kau mengenalku?" Suara bariton milik orang itu membuat lamunannya buyar. Senyuman yang terlukis di bibir orang itu membuatnya salah tingkah.
Ia balas tersenyum seakan itu adalah senyuman termanis dan terbaik yang dimilikinya dan berusaha mengatur detak jantungnya yang tak karuan sejak tadi.
Tentu saja aku mengenalmu. Aku pemujamu selama ini, Silvester Dominique Dario. Ia berteriak histeris dalam hati.
"Hei, kau mendengarku?" Orang itu -Silver- bertanya sekali lagi ketika ia tidak mendapat sahutan darinya.
Ia gelagapan. Secepat kilat ia mengangguk. "Maaf, Tuan. Ya, tentu saja saya mengenal Anda, Tuan. Anda adalah pesepakbola terkenal itu. Saya sangat mengidolakan Anda, jadi apapun tentang Anda saya mengetahuinya."
Ia menjelaskannya panjang lebar saking senangnya ia bertemu langsung dengan idola yang sering ia lihat hanya di tv. Ia tersenyum menampilkan deretan gigi putih susunya.
"Oh, begitu rupanya. Apapun?" Silver memastikan lagi.
"Ya, apapun." Ia mengangguk lagi seakan pertanyaan itu ialah seputar kehidupan para atlet seperti biasa.
Namun, dari balik mata hijau yang menajam itu terlukis dendam, terukir banyaknya tanda yang ingin melenyapkannya, darah daging Jerome. Sayang sekali, Sue tidak memahami. Dia melihat senyum itu seperti oase di padang pasir. Menyejukkan.
*****
Ig @xie_lu13
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sisca Wilujeng
mampir kak...
2021-12-04
0
Triiyyaazz Ajuach
knp silver begitu dendam pada jerome apa yg dilakukannya??
2021-11-10
0
SuLastri Nasa
nyimak
2021-06-15
1