Mamaku Hantu 2
Ibu Ragil berjalan menyusuri lorong rumah sakit tempat Agia dirawat. Terlihat dari kejauhan Senja dan Sena sedang duduk di depan kamar perawatan Agia. Ibu Ragil kemudian bergegas mendekat ke arah anak-anak Agia dan Bagi.
“Senja, Sena, bagaimana keadaan Mama kalian?” Ucap Ibu Ragil ketika berhasil sampai di depan Senja dan Sena. Seketika Senja dan Sena mendongakkan kepala melihat kedatangan Ibu Ragil.
“Tante, baru datang? Mama masih seperti kemarin, Tante.” Sahut Senja bernada sendu.
Ibu Ragil lalu meletakkan tubuhnya di sebelah Senja.
“Kalau boleh tahu, Mama kalian sakit apa?”
Senja menggeleng lemah, sedangkan Sena tidak tertarik untuk ikut serta dalam perbincangan tetangga dan kakaknya. Dia memilih menatap sepatunya dan menyimak percakapan antara kakak juga Ibu Ragil.
“Senja juga kurang tahu, Tante. Selama ini Mama cuma bilang sering mual. Awalnya sih kita mengira Mama mengalami maag. Tapi barusan dokter bilang kalau Mama kemungkinan besar terkena racun, Tante.”
Ibu Ragil membelalakkan matanya terkejut karena mendengar penuturan polos anak perempuan tetangganya.
“Racun? Racun apaan, Ja?” Ibu Ragil menegakkan tubuhnya dan mencoba mendengarkan serius apapun yang akan disampaikan oleh Senja.
“Dokter bilang tubuh Mama ada kandungan tanin yang berlebihan, Tante.”
“Tanin? Apaan itu?” Baru pertama kalo Ibu Ragil mendengar kata itu, bahkan bisa menyebabkan seseorang menjadi sakit.
“Senja juga kurang paham, Tante. Dari penjelasan dokter sih, tanin itu menganggu penyerapan zat besi dan bikin mual. Senja juga enggak ngerti maksudnya apaan.”
Ibu Ragil tidak menyahuti ucapan Senja.
“Tante boleh nengok ke dalam, Ja?”
“Boleh. Masuk aja. Di dalam ada Papa kok, Tante.”
Ibu Ragil menganggukkan kepala dan beranjak menuju kamar perawatan Agia.
***
“Sebenarnya bagaimana kejadian kemarin, Bu?” Bagi membuka pembicaraan dengan Ibu Ragil yang kini telah duduk di seberang Bagi, dibatasi oleh ranjang Agia.
“Saya kebetulan mau buang sampah di depan. Eh, Mama Senja pingsan di dekat garasi. Saya panik kemudian berteriak meminta tolong sama tetangga-tetangga yang lain. Untung saja gerbang rumahnya Papa Senja terbuka, jadi Mama Senja ketahuan sedang tidak baik-baik saja.” Ibu Ragil yang rumahnya berada tepat di depan rumah Bagi dan Agia bercerita antusias tentang kejadian kemarin sore.
Bagi hanya menganggukkan kepala mendengar penuturan dari Ibu Ragil.
“Oh iya, Papa Senja. Tadi saya dengar dari Senja. Apa benar Mama Senja meminum racun?” Ibu Ragil tidak dapat menahan dirinya untuk mencari tahu tentang informasi yang didapatnya dari Senja.
Bagi tersenyum kecil mendengar pertanyaan Ibu Ragil.
“Bukan meminum racun, Bu. Tapi ada kandungan senyawa yang tidak bisa diterima oleh tubuh Mamanya Senja. Jangan salah sangka ya, Bu.” Jelas Bagi pelan-pelan agar berita yang akan menyebar tidak salah.
“Iya benar. Kata Senja senyawa apa tadi ya? Tanin ya?”
“Benar, Bu. Biasanya senyawa ini ada di dalam tumbuhan. Misalnya seperti daun teh. Kebetulan istri saya senang minum teh. Tapi saya kurang yakin kalau teh yang menjadi penyebab Mamanya Senja tidak sadarkan diri.”
Ibu Ragil nampak tidak puas dengan penjelasan dari Bagi.
“Saya tiap hari ngeteh kok, Papa Senja. Tapi baik-baik saja. Apa jangan-jangan, ada yang berniat jahat kepada Mamanya Senja?”
Bagi masih melemparkan senyum tipisnya.
“Semoga enggak ya , Bu. Istri saya itu orang baik.”
***
Bagi memikirkan perkataan tetangga depan rumahnya itu dengan sedikit rasa kurang nyaman.
“Apa benar ada orang yang berniat menyakiti keluargaku?” Bagi berbicara sendiri setelah Ibu Ragil meninggalkan ruang perawatan.
Bagi merasa ada sedikit gundah dalam hatinya karena penjelasan dokter pun mengungkap tentang kandungan senyawa tanin yang berlebihan didalam tubuh istrinya. Senyawa tanin sendiri memiliki efek kurang baik dalam tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Senyawa ini mampu menghambat penyerapan zat besi dan mengganggu sistem pencernaan. Jika senyawa ini tidak cocok dengan tubuh, pemilik tubuh akan merasakan mual dan terbakar pada bagian tubuh tertentu seperti rongga mulut dan tenggorokan.
Bagi memiliki ide untuk mengecek minuman apa saja yang disimpan istrinya di rumah.
Pintu ruang perawatan terbuka. Nampak Sena mendorong pintu perlahan karena takut membuat suara berisik, hingga mengganggu Mamanya.
“Pa, enggak makan?” Sena menanyakan Papanya dengan nada halus nyaris berbisik setelah dia berhasil duduk di sebelah Bagi.
“Papa belum lapar, Sena. Sena sudah makan bareng Kakak?”
“Sena juga enggak lapar, Pa. Sena kangen Mama.”
Bagi tersenyum lalu merengkuh putra bungsunya ke dalam pelukan erat.
“Papa juga kangen sekali sama Mama.”
“Ma…” Sena kini mengalihkan perhatiannya kepada Agia yang terbujur tak sadarkan diri.
“Mama, bangun dong, Ma. Sena kangen Mama.” Tanpa perlu diberikan komando, Sena menangis tersedu-sedu dalam pelukan Papanya.
Belum habis tangisan Sena, pintu ruang perawatan terbuka. Senja masuk bersama Silvia.
“Sena, kenapa nangis, Sayang?” Silvia mendekati Bagi dan Sena. Sena justru semakin mengeratkan pelukannya kepada Bagi. Tak ingin rasanya saat ini jika orang lain harus melihat Sena dalam keadaan terpuruk.
“Kangen sama Mama katanya.” Bagi berusaha tersenyum walau suaranya berubah lirih karena menahan tangisan melihat keadaan istrinya.
“Sena, mau ikut pulang bareng Tante Silvi, enggak?” Senja mengalihkan keadaan agar kembali stabil.
Sena kemudian keluar dari dekapan Papanya.
“Aku di sini aja, Kak. Siapa tahu Mama bangun.” Jawab Sena tanpa menoleh ke arah Kakak dan pegawai Mamanya itu.
“Sena Sayang, pulang dulu yuk. Istirahat dulu di rumah. Sekalian mandi dan ganti pakaian. Nanti Tante Silvi ajak kamu beli makan yang enak. Yuk?”
“Enggak usah, Tante. Sena di sini aja sama Papa. Tante sama Kakak aja.” Sena masih enggan menoleh ke arah Silvia.
“Kamu yakin?” Senja memastikan keinginan adiknya.
Sena lalu menganggukkan kepala.
“Kamu mau dibawain apa?” Senja berusaha mengorek sedikit keperluan yang diinginkan adiknya.
“Enggak usah bawa apa-apa, Kak.” Sahut Sena muram.
Senja tak kuasa menahan pedih hatinya melihat adik yang biasa sangat enerjik, kini tak berdaya bagaikan anak ayam tanpa induknya. Ringkih dengan tubuh tanpa otot.
“Ayo, Tante.” Ajak Senja dan bergegas membalikkan badan agar tidak ada yang melihat kesedihan yang dia rasakan.
“Tante pergi dulu ya, Sena, Kak Bagi.” Silvia berpamitan kepada Sena dan Bagi.
***
“Gimana keadaan toko, Tante?” Senja membuka pembicaraan di dalam mobil milik Silvia.
“Aman terkendali, Ja.” Sahut Silvia sambil tetap memegang kemudi dan mengarahkan mobilnya menuju rumah Bagi dan Agia.
“Senja minta tolong ya, Tante. Titip tokonya sebentar. Selama Mama belum sadar, Tante yang harus mengawasi.” Senja yang kini berusia sebelas tahun memohon bantuan kepada rekan kerja sekaligus sahabat Mamanya itu.
“Senja tenang saja ya. Tante pasti akan selalu ada untuk keluarga kalian. Tante sudah anggap Mamamu seperti kakak sendiri. Apapun yang terjadi, Tante pasti akan bantu kalian semaksimal mungkin.”
“Makasih banyak ya, Tante.”
“Sebelum ke rumah, kita mampir sebentar ke toko ya, Ja. Ada yang tante mau ambil sebentar.”
“Oke, Tante.”
Mobil Silvia kini berhenti di depan toko bunga berlantai dua. Agia menyewa sebuah ruko berlantai dua yang lumayan besar untuk usaha kecil dengan penghasilan mencapai sekitar sembilan puluh juta perbulan. Dengan bantuan empat orang pegawai, Agia berhasil mengembangkan toko bunganya yang diberi nama G Florist.
Agia memulai usaha ini saat teman-teman kuliahnya menghubungi agar bisa dibuatkan buket bunga, seperti yang dia berikan kepada beberapa kakak senior di kampus. Dengan bermaksud memberikan selamat atas kelulusan yang dilakukan oleh kakak senior, Agia membuat sendiri buket bunga sesuai kreatifitasnya.
Ternyata buket bunga cantik itu menjadi daya tarik bagi orang yang melihatnya. Agia mengeluarkan modal awal sebesar lima ratus ribu rupiah untuk membeli kain pembungkus dan beberapa bunga hias. Juga beberapa pita sebagai pelengkap desain cantik itu, agar genap menjadi delapan buket bunga sesuai pesanan.
Agia pun tidak menarifkan pesanan buket bunga segar dengan harga yang tinggi. Jika tempat lain memberikan harga dua ratus ribu hingga tiga ratus ribu rupiah, dia hanya meminta seratus ribu saja kepada teman-temannya.
Dengan harga yang terjangkau dan hasil yang bagus, buket bunga Agia mulai dikenal banyak orang.
Walaupun harus mengerjakan pesanan dibarengi dengan kuliah, Agia tidak merasa keberatan. Justru Agia sangat menikmati kegiatan yang mengasikkan itu.
Selepas masa perkuliahan, Agia memohon izin kepada orang tuanya untuk menyewa sebuah toko kecil agar tempat tinggal keluarganya tidak terus-menerus berantakan ulah kegiatan positif itu.
Tidak ada keraguan dalam diri Agia saat memutuskan untuk menekuni kegiatan yang menyenangkan ini. Bunga-bunga yang segar dan warna yang memikat, mampu memberikan rasa tenang dan nyaman pada diri Agia.
Kadang Bagi ikut serta dalam survey pemilihan pemasok bunga hias didaerah dataran tinggi dalam pulau juga luar pulau.
Berbagai jenis bunga dan tumbuhan lainnya mulai memenuhi relung hati dan pikiran Agia untuk dipelajari.
Lalu, kehidupan Agia berangsur berubah karena hadirnya Senja Titania Nugraha. Dia memutuskan untuk mengurangi kesibukan di G Florist agar bisa fokus dengan tumbuh kembang putri sulungnya. Bagi dan Agia tidak menyangka akan dianugrahi bayi mungil yang sangat cantik beberapa bulan setelah upacara pernikahannya. Kemudian Agia mengangkat salah satu pegawai terbaik untuk mengelola tempat usahanya.
Kemampuan Silvia Dalayanti dalam mengelola G Florist patut diapresiasi. Selama kepemimpinannya tiga bulan pertama, pemasukan meningkat sebanyak tiga puluh persen. Hingga kini, omset toko bunga sederhana milik Agia selalu stabil pada angka sembilan puluh juta rupiah. Walaupun beberapa kali mengalami penurunan, tidak menutup kemungkinan untuk meraih pemasukan melebihi seratus empat puluh juta rupiah dalam sebulan.
Hal-hal seperti ini biasa terjadi saat momen hari ibu, atau juga hari kasih sayang. Penghasilan G florist bisa mencapai pada angka dua puluh lima juta rupiah dalam satu hari.
Tentu saja mereka akan bekerja lima kali lipat lebih berat dari hari-hari biasanya. Agia pun tidak segan untuk memberikan bonus berlipat-lipat kepada semua pegawai atas kerja keras yang mereka lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Bambang Setyo
Siapa kira2 yg jahat sama keluarga bagi ya..
2023-04-26
0
Sylviapuspita
lhaaaa....samaan namanya 😁😁 tapi saya baik kok orgnya 😂😂
2022-06-09
2
Else Widiawati
ko aku ngerasa ada yg ga beres dengan orang ini yah🤔🤔
2022-05-24
1