Kelopak mata bulat itu perlahan mengkerut karna cahaya dari Fentilasi yang sudah bergergerigi dengan serbu kayu hampir terbang ke wajahnya digeroggoti rayap yang selalu berpesta setiap waktu senggangnya.
Dahi wanita itu mengkerut membuka mata beratnya hingga pandangannya kabur tak melihat jelas apa yang ada disekitarnya. hanya beberapa tautan abu yang sangat samar di indranya.
"B..Bik!"
Lirih Natalia meraba tempat disebelahnya mencari kacamata yang biasa membantunya melihat kejamnya dunia ini. lama Natalia mencari dengan tergesa-gesa hingga ia menyentuh satu benda disamping gelas yang berdenting berbenturkan dengan lantai.
Setelah mendapatkannya. Natalia memakai kembali benda rongsokan itu hingga matanya kembali mengerijab dan akhirnya melihat keadaan disekelilingnya.
Ada senyum samar dibibir mengelupas Natalia melihat bungkusan obat disamping tempat tidur tipis ini.
"Tuan Dokter."
Gumam Natalia meraih Parasetamol dan beberapa tablet obat yang disediakan. ia merasa tubuh ini masih lemah tapi entah mengapa ia masih bisa tersenyum sampai saat ini.
"Tuan! kenapa kau sangat perduli pada ku?"
Natalia membayang menduga bagaimana pria itu selalu memberinya Vitamin dan selalu menemuinya ketika Pasar minggu. ia senang bahkan sangat senang mengingat bagaimana pria itu memperhatikannya.
Namun, Natalia tertegun saat matanya tak sengaja bersitatap dengan pantulan wajah di cermin yang ada disampingnya. kulit kusam, mata sembab bahkan tak ada yang bisa dibanggakan dari pahatan biasa ini.
Natalia beralih menatap telapak tangannya yang memang putih bersih tapi kulitnya mengelupas dan kasar karna sering melakukan pekerjaan yang berat.
"Non!"
Suara Bibik Mina dari arah pintu sana membuyarkan lamunan Natalia yang lansung memberi senyum hangat dari bibir pucat itu.
"Iya. Bik!"
"Alhamdulillah. Nona sudah baikan."
Natalia hanya diam bersandar ke dinding dengan warna mengelupas dibelakangnya. ia masih terlihat berusaha tegar menatap wajah segar Bibik Mina yang terkadang membuatnya jadi geli sendiri.
"Bibik terlihat lebih muda dariku!"
"Ha? yang benar saja. Non!" menjawab dengan kekehan malu-malu tapi terlihat sangat bahagia.
"Aku benar. Bik! kau cantik."
Bibik Mina tersenyum biasa duduk didekat Natalia yang memang tak segan untuk memuji. wanita ini sangatlah rendah hati dan sangat polos, ia tak tahu apapun selain urusan dapur di dunia ini.
"Nona juga cantik!"
Natalia lansung terkekeh pelan menepuk paha Bibik Minah berdahabat dekat.
"Apanya? yang ada orang-orang akan menganggapku monster betina."
"Non. Nona cantik, bahkan sangat cantik! tapi, Nona hanya tak punya waktu untuk merawat keindahan yang Nona punya."
Kalimat itu hanya dijawab senyuman dari Natalia yang menunjukan gingsul manis disela gigi putihnya. ia terlihat tak terbuai sama sekali bahkan rasanya semua itu hanya sekedar ucapan penenang bagi Natalia.
"Mama sangat cantik. itu karnanya Talita juga, cantik!"
"Apa gunanya cantik? kalau tak punya budi pekerti yang luhur begitu!" sinis Bibik Minah jengkel.
"Hust! jangan begitu, Bik. aku yakin Talita hanya belum sadar. dia masih belum Dewasa."
Bibik Mina hanya mengangguk ingin membereskan piring dan gelas air semalam tapi tangan Natalia dengan cepat mencengkalnya.
"Non!"
"Tidak usah,Bik! aku sudah sehat."
"Tapi.."
Natalia sudah mencoba berdiri walau ia terlihat masih lemah tapi ia tetap tak putus asah terus mencoba hingga bisa berdiri dengan sedikit sempoyongan.
"Non!"
"Sini piringnya!"
Dengan terpaksa Bibik Mina memberikannya ke tangan Natalia yang lansung mengambilnya. ia tak terbiasa jika sedang sakit harus berbaring lama di tempat tidur membuat tubuhnya semangkin lemah, ia lebih suka beraktifitas normal apapun yang terjadi.
"Nona. bisa?"
"Bisa, Bik! ayo kita keluar!"
Bibik Mina mengangguk mengiring langkah pelan Natalia keluar kamar kecil ini hingga lorong menuju Dapur lansung terlihat dari sini.
Para Pelayan yang melihat Natalia dari kejahuan menjadi prihatin ikut bersimpati tapi tidak dengan satu wanita muda yang terlihat menatap Natalia dengan benci.
"Enak sekali kau bangun sesiang ini!"
"Mentari!!"
Tegur Bibik Mina pada seruan sinis Mentari pada Natalia yang hanya diam tersenyum secerah Mentari tak seindah orang yang dihadapannya ini. Mentari adalah putri Bibik Mina yang berumur 17 tahun, ia bekerja paruh waktu disini seraya terus sekolah. tapi, ia sangat muak dengan Natalia yang mengambil perhatian Ibunya, wanita ini sangat pandai mencari simpati banyak orang.
"Apa yang masih belum dikerjaan?"
"Banyak!! Mencuci, menyapu, mengepel, memasak dan masih puluhan pekerjaan lagi!!"
"Hm, aku akan kerjaan!"
Jawab Natalia ringan tanpa beban. ia mencuci piring bekasnya semalam membuat Bibik Mina lansung menarik Mentari kuat ke sudut ruangan.
"Buu!"
"Kau memang benar-benar, ha?"
"Bu! sampai kapan kau mau membela wanita sialan itu!!"
Plakk..
Natalia terkejut mendengar suara tamparan itu hingga ia menoleh kearah Bibik Mina yang tampak sudah naik darah bahkan wajah wanita itu sudah merah padam begitu juga semua orang yang membatu.
"Jaga bicaramu!!"
"B..Bik! Bibik kenapa menamparnya?"
Natalia mendekati Mentari yang tampak menggeram dengan mata berkaca-kaca dan gertakan gigi terdengar nyaring.
"Anak tak tahu diri kau!!"
"Bik!"
Natalia memeggang bahu Bibik Mina lembut. wanita paruh baya itu tampak menangis menatap kecewa Mentari yang sangat tak memiliki budi pekerti sama sekali.
"Karna wanita sialan ini kau menamparku!!!"
"Bahkan, tak hanya menampar! aku bisa membakar mulutmu sekarang juga!!"
"Kauu!!"
"Sudah!"
Natalia melerai tapi Mentari lansung mengambil segelas air didekat meja dapur dan lansung mengguyur Natalia dengan benda itu membuat mereka semua terkejut.
"Non!!!"
Mereka menutup mulutnya tak percaya apa yang dilakukan Mentari pada Natalia yang terlihat bungkam menatap Mentari yang tampak sangat puas melihat pakain dan wajah Natalia basah.
"Kau bukan apa-apa disini!! bahkan Ayahmu saja tak mau menerima Putri tak berarti sepertimu!!"
"Mentari!!!"
Bentakan Bibik Mina menggelegar ingin mengejar Mentari tapi Natalia mencengkal lengannya dengan ringan tanpa beban.
"Bik!"
"Dia..N..Non. maaf! maafkan putriku."
Sesal Bibii Mina mengambil tisu membersihkan wajah Natalia yang basah dan Daster kumunya yang tampak kusut. tak terlihat wajah amarah dari raut Natalia menatap kepergian Mentari. bahkan, wanita ini hanya tersenyum lembut tak ingin mempermasalahkannya.
"Maafkan, Mentari. Non! dia..dia memang.."
"Sudahlah. disiram beginipun tak akan mengurangi wajahku. bahkan ini baik untukku, Bik! aku belum cuci muka tadi."
Kalimat jenaka Natalia membuat para Pelayan sana saling pandang lalu mendekat ingin membantu tapi Natalia menolak mengatakan, ia baik-baik saja, ini sama sekali tak ada artinya.
"Ya Sudah, aku mau mengepel di ruang makan! Bibik bisa lanjutkan Pekerjaan yang mau dilakukan."
"Tapi.."
"Selamat Bekerja!!"
Berucap ceria dengan wajah bersinar mengambil alat tempurnya berubah kain Pel dan ember yang manual. entahlah mungkin mereka sengaja tak menyiapkan peralatan canggih karna ingin mengiksa Nonanya.
Natalia melangkah ke Ruang Makan membersihkan lantai ini dengan cekatan. ia sama sekali tak mau melirik banyak hal selain fokus pada pekerjaannya.
Namun, kefokusannya teralihkan saat suara Heels seseorang mulai terdengar turun dari arah tangga utama membuat Natalia tertegun.
"Paaa!!!"
Suara lantang Talita yang seperti biasa tampil menawan dengan Dress cantik diatas lutut tanpa lengan itu. riasan wajahnya sangat pas membuat Natalia kagum dan sangat ingin mencobanya.
"Kak!"
Wajah Talita berubah 180° derajat melihat Natalia yang seperti biasa menyambutnya dengan senyuman manis, tapi ia tak suka wanita ini masih bisa tersenyum dihadapannya.
"Kenapa kau disini, ha??"
"Kak! aku mengepel, em. apa kau ingin makan?"
Tawar Natalia memberi senyum hangat seakan ia tak punya rasa kesal dan marah pada Talita yang selalu mempermalukannya dan bersikap kasar. terkadang Talita bingung terbuat dari apa hati wanita ini?
"Kau pikir aku berselera makan setelah melihatmu?"
Natalia tercekat dalam mendengarnya. padahal ia hanya ingin melayani dengan baik bukan bermaksud untuk menganggu sama sekali.
"Kak! aku hanya ingin membantu dan.."
"Membantu? kau masih punya otak, ha? lihat pakaianmu. wajahmu semuanya sangat menjijikan. lebih baik aku melihat anjing mengongong setiap hari dari pada memandangmu."
Hati Natalia lansung mencolos. apa ia seburuk itu? padahal ia tak bermaksud lain selain menjadi berguna disini.
"K..Kak. a..aku.."
"Pergi dari hadapanku!!!"
"Ada apa ini?"
Natalia yang menahan rasa sakit itu seketika melihat kearah sumber suara dimana Tuan Hartono sudah berdiri diatas tangga atas menatapnya dengan membara.
"Pa!"
"Sayang! ada apa?"
Tuan Hartono turun mendekati Talita yang lansung mengandeng tangan pria paruh baya itu dekat membuat cengkraman Natalia ke tangkai sapunya mengerat. kapan ia bisa sedekat itu dengan Papanya?
"Pa! wanita kampungan ini merusak moodku lagi."
"Apa???"
Tuan Hartono melotot tajam pada Natalia yang menunduk dengan air mata yang luruh sempurna. ia tak masalah dengan makian setiap orang yang tak suka padanya tapi ia memohon agar jangan Papanya yang melakukan itu.
"P..Pa.."
"Kau memang tak berguna!"
Tuan Hartono mendorong bahu Natalia dengan kasar hingga tubuh lemah wanita itu jatuh membentur lantai dengan ember yang tumpah membasahi pahanya.
.....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Fareza Gmail.Com
jangan mancing2 emosi dong natalia. ada tapi tak terlihat lebih baik
2024-11-22
0
fitriani
bapak gila... kakak sinting
2022-11-17
0
Mhimi Rahalus Rahakbauw
emosiiiiiii aku dasar kakek tua sialan semoga cepatlah mati😡😡😡😡😡😡😡😡😡😡
2022-09-06
0