Apa ini mimpi? Ck, ini tidak mimpi. Ini nyata Alan. Ya tuhan, aku sangat bahagia. Niatku hanya untuk menjemput dirinya. Tapi nyatanya kebahagiaan juga menjemputku. Terimakasih ya Allah.
Ku lirik gadis disebelahku yang sedari tadi memilih untuk diam. Sesekali ia melirikku, lalu ia kembali menatap keluar jendela. Kedua tanganya juga terpaut. Aku tahu, dia juga masih sangat terkejut. Malam ini dia terlihat sangat cantik. Tak ada sedikit pun polesan di wajahnya. Namun pipinya yang merona alami membuatku semakin jatuh cinta.
"Ada apa? Kenapa kamu terlihat sangat tegang?" aku membuka pembicaraan agar suasana tak lagi canggung. Dia menatapku, bibirnya berkedut seperti ingin bicara. Namun ia menahannya. Entah kenapa sejak dari rumahnya tadi ia sama sekali tidak bicara. Sampai-sampai aku merasa kehilangan Ara yang cerewet. Biasanya dia akan mengomentari penampilanku. Tapi kali ini dia sangat diam. Apa karena ucapan papanya tadi? Ah gadis ini memang selalu membuatku gemas.
"A.. Alan, untuk masalah tadi aku harap kamu tidak menanggapinya dengan serius. Papah pasti cuma bercanda, mungkin dia belum bisa melepaskan aku untuk orang lain. Kebetulan kamu datang, jadi papah menjadikan kamu sebagai alasan untuk menolak mereka." ucapnya panjang lebar. Aku tersenyum. Jadi benar dari tadi dia masih memikirkan hal itu.
"Aku tahu mana yang serius dan mana yang bercanda. Jangan dipikirkan." ucapku mengusap kepalanya. Dia sedikit tersentak akibat ulahku.
"Hmmm,,, syukur lah." ucapnya menghela napas lega. Aku tersenyum melihat wajahnya yang begitu tentram. Lalu dia pun kembali menatap ku. Aku menaikkan sebelah alis ku untuk meminta jawaban dari tatapannya.
"Kenapa berpenampilan seperti ini? Kamu sangat jelek Alan."
Akh, akhirnya ini yang aku tunggu dari tadi.
"Memangnya ada apa dengan penampilanku? Bukankah aku tampan?"
"No, kamu sangat jelek Alan. Lepaskan rompi jelek ini. Itu lagi apa yang kamu pakai?" omelnya sambil menunjuk gelang yang aku pakai.
"Buka semuanya. Sudah aku bilang berapa kali, jangan berpenampilan seperti preman. Aku tidak suka, sini tanganya." ucapnya menarik tangan kiriku. Dia melepaskan gelang yang melingkar ditanganku dan menggantinya dengan sebuah arloji yang sengaja aku letakan di dashboard mobil.
"Aku sedang nyetir Ara." ucapku menarik tanganku darinya.
"Berhenti disini Alan." ucapnya. Aku menatapnya bingung. Mau apa dia menyuruhku berhenti?
"Berhenti Alan!" ucapnya terlihat kesal. Aku pun menghentikan mobilku di tepi jalan. Ara menarik rompi yang aku pakai.
"Apa kamu membawa kemeja?" tanyanya sambil melihat kebelakang dan seperti mencari sesuatu.
"Ada di bagasi belakang, buat apa?" tanyaku pura-pura bingung.
"Ganti Alan, aku tunggu 2 menit." ucapnya melipat kedua tangannya di dada. Aku tersenyum.
"Baik lah tuan putri." ucapku mencubit pipinya. Sebelum ia marah, aku langsung turun dari mobil. Seperti yang dia minta, 2 menit aku sudah kembali ke dalam mobil. Dia menatap penampilanku dan bibirnya mengukir senyuman indah. Ya tuhan, aku menyerah.
"Tampan. Ayok jalan. Waktu kita cuman 10 menit lagi. Mereka pasti sudah menunggu disana." ucapnya dengan penuh semangat. Aku mengangguk dan kembali melajukan mobilku. Dia terlihat bergerak untuk menghidupkan musik. Aku terus memperhatikannya.
"Ara, apa kau menyukai seseorang?" aku sengaja bertanya seperti itu. Ingin tahu bagaimana reaksinya. Dia terlihat sangat terkejut.
"Emmm... Kenapa bertanya seperti itu?" tanyanya dengan surat bergetar. Aku tahu, dia pasti gugup.
"Aku hanya ingin tahu, apa kau menyukai seseorang atau tidak." ucapku meliriknya sekilas. Ia menunduk. Ya tuhan, apa aku salah bertanya?
"Ah, tidak perlu di jawab. Aku hanya iseng." ucapku merasa bersalah.
"Ada." jawabannya yang berhasil membuatku terkejut. Aku langsung menatapnya.
"Dia seseorang yang sulit untuk digapai. Aku tidak mungkin mendapatkannya. Dia sudah memiliki pujaan hatinya." ucapnya terdengar pilu. Siapa sebenarnya pria yang dia maksud? Aku kira dia memiliki perasaan padaku. Tapi ternyata aku salah. Siapa pria yang beruntung itu?
"Wah bodoh sekali orang itu, jika aku jadi dia. Aku akan memilih kamu Ra." ucapan itu keluar begitu saja dari bibirku. Ara terlihat kaget, ia menatapku penuh tanda tanya.
"Ya, secara kan kamu cantik, baik, penyayang, lembut. Walaupun cengeng dan cerewet." ucapku yang berhasil membuatnya tersenyum. Aku sangat senang bisa membuatnya tersenyum. Mungkin mulai sekarang aku harus berjuang untuk mendapatkan hatinya. Aku akan merebut hatinya dari pria itu. Aku tidak akan menyerah Ra, aku akan menjadikan mu separuh nafasku. Itu janjiku.
"Apa pria itu tampan? Sehingga kamu menyukainya?" aku sangat penasaran seperti apa pria yang dia sukai.
Dia terdiam cukup lama. Tapi aku tetap bersabar untuk menunggu jawabannya. Dia terlihat menarik nafas begitu dalam.
"Dia sangat tampan, baik, pintar dan sangat pengertian. Dia sangat berbeda dengan yang lain." akhirnya dia menjawab. Aku melirik. Tatapannya lurus kedepan. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Aku selalu mengharapkan hanya aku yang selalu dia pikirkan. Bukan orang lain.
"Hmmm, apa dia tahu kamu menyukai nya?" aku semakin tertarik untuk tahu semuanya.
"Tidak, dia tidak akan pernah tahu. Aku selalu berusaha untuk menyembunyikannya. Aku harap dia tidak pernah tahu, karena aku tidak mau menghancurkan per... Eh maksudnya hubungan dia dengan kekasihnya." uajarnya. Jadi dia menyukai pria yang sudah punya kekasih? Ya tuhan Ara, kenapa kamu begitu bodoh.
"Kenapa kamu menyukai pria yang sudah punya kekasih Ara? Itu hanya akan menyakiti diri kamu sendiri." ucapku sedikit emosi.
"Maaf, aku terbawa suasana." ucapku menyadari kesalahanku. Tidak seharusnya aku marah padanya.
"Tidak apa-apa." ucapnya sambil menunduk. Lalu tak ada lagi pembicaraan. Aku bingung harus bicara apa lagi. Aku membiarkan hatiku sedikit tenang.
"Ah, iya. Pria yang tadi itu siapa? Apa jangan-jangan... "
"Bukan, Aku tidak mengenalinya. Bahkan aku saja sangat terkejut saat dia sudah ada dirumah. Untung aja ada kamu, kalau enggak aku bingung harus jawab apa." ujarnya dengan semangat. Aku sendiri tidak mengerti kenapa dia begitu semangat.
"Jika nanti ada seseorang yang sudah lama kamu kenal melamar kerumah bagaimana?" tanya ku untuk memancing reaksinya. Dia menatapku penuh kecurigaan.
"Hmmm... Jangan bilang kamu mau lamar aku ya? Kalau kamu yang datang, mungkin aku bisa memikirkannya kembali." ucapnya sambil tersenyum lebar. Apa dia serius?
"Ih Alan, mukanya jangan serius gitu! Aku kan cuma becanda. Lagian mana mungkin kamu yang mau lamar aku kan?" ucapnya sambil menepuk lenganku. Aku menghentikan mobilku dan ku tarik tangannya hingga tak sengaja mataku bertemu dengan mata indah nya. Ini adalah kesempatan untukku menatap wajah cantiknya dengan jarak yang sangat dekat. Kesempatan yang tak bisa aku sia-siakan. Aku hendak mendekatkan wajahku agar semakin dekat. Namun dia langsung mendorong tubuhku dan langsung beranjak turun.
Ku sentuh dadaku yang bergetar hebat. Aku sangat bahagia.
"Ayok." ajak nya kembali membuka pintu. Aku memberikan senyuman terbaikku dan langsung turun dari mobil. Ya, saat ini kami memang sudah samapai di tempat tujuan.
"Apa penampilanku sudah rapi?" tanyaku sambil merapikan lengan kemeja ku.
"Sudah, ayok masuk." ucapnya berjalan mendahuluiku. Ck, padahal aku hanya ingin mencari perhatian padanya. Sudah lah, dia memang bukan tipe wanita peka.
Suasana terlihat sangat ramai. Aku menyapa beberapa teman lamaku yang sudah lama tak berjumpa.
"Hay Lan, makin ganteng aja sih Lo. Mana Ara? Pasti dia makin cantik kan?" ucap salah satu temanku yang bernama Nino.
"Lo mau nanya gw apa Ara?" tanyaku kesal. Entah lah, sekarang aku merasa sangat sensitif jika orang lain membahas Ara.
"Santai kali bro, kapan lo halalin tu anak?Jangan lama-lama bro, nanti keburu gw embat." celetuk Nino yang berhasil membuatku semakin emosi.
"Secepatnya." ucapku. Setelah mengobrol dengan teman-temanku. Aku duduk di kursi. Lalu ku lempar pandanganku pada gadis yang kini tengah tertawa ria bersama teman-temannya. Melihat senyumannya, aku pun ikut tersenyum.
Tap! Lalu tak sengaja mata kami kembali bertemu. Namun tak berapa lama dia tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya.
Sepertinya aku harus bicara empat mata dengannya. Aku sudah tidak bisa menyembunyikan lagi perasaanku padanya.
"Ra, ikut aku sebentar." ucapku menarik tangannya. Dia sedikit terkejut.
"Mau kemana?" tanyanya sambil memegang tanganku.
"Maaf." ucapku langsung melepaskan tanganya.
"Ada apa Alan? Apa yang mau kamu bicarakan?" dia menatapku bingung. Aku sendiri bingung harus bicara apa. Kenapa aku jadi seperti ini. Saat aku mengungkapkan perasaan pada Jihan kenapa tidak segugup ini.
"Emmm, Ara... A.. Aku.. Aku.. " aish, kenapa sulit sekali mengucapkan kata-kata. Aku mencintaimu Ara, aku mencintaimu.
"Alan, kamu kenapa sih? Aneh banget tahu. Lihat tuh, pipi kamu juga merah gitu. Kamu sakit?" Ia menyentuh kening ku. Tubuhku semakin tegang saat tangan halus itu menyentuh kulitku.
"Gak panas. Kamu kenapa sih? Jangan buat aku khawatir Alan." ucapnya lagi. Namun kali ini aku bisa melihat kekhawatiran diwajahnya. Aku tersenyum kikuk. Aku bingung harus bicara apa. Kenapa kau jadi pengecut begini Alan? Ayo lah, katakan padanya apa yang sebenarnya kau rasakan. Suara hatiku terus menggertak.
"Ara, aku ingin... "
"Sudah jangan bicara lagi, sepertinya kita harus pulang. Kamu butuh istirahat. Aku tidak mau kamu sakit. Ayok." potongnya. Sepertinya ini memang bukan waktu yang tepat. Mungkin aku akan langsung bertindak dari pada lama-lama dengan sebuah ucapan.
Aku mengangguk. Aku memang harus mengajaknya pulang. Sudah cukup mata para lelaki disini menatapnya. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi di waktu yang akan datang. Dia hanya milikku dan hanya aku yang boleh menatapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ika Sartika
lanjut
2021-11-01
0
Tati Cinqi
lanjut Thor mkin seru aj ne ceritay
2021-05-31
2
Anisa Mohi
bucin lgi 😂
2021-05-05
1