Hari demi hari hidupku semakin hampa. Dia, yang biasanya selalu ada disampingku. Kini mulai menjauh. Aku tidak tahu alasan kenapa ia menjauh dariku. Aku rasa hidupku benar-benar berantakan. Ada sesuatu yang hilang, tapi aku tidak tahu apa itu.
Bayangan kejadian beberapa hari lalu kembali bermain di pikiranku. Kejadian dimana aku harus menelan rasa kecewa karena sudah teralalu berharap begitu besar. Hingga akhirnya aku terjatuh dalam lubang yang aku gali sendiri.
Flashback on
Aku menatap kepergiannya, hingga ia tak lagi terlihat dibalik pintu.
"Alan!!" panggil seseorang yang kini sudah duduk di depan ku. Ya tuhan, aku melupakan tujuanku. Aku tersenyum pada gadis cantik yang tengah menatap ku.
"Emm.. Jihan. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan." ucapku berusaha untuk terlihat tenang. Ku tarik tangannya kedalam genggamanku. Aku bisa melihat dia sangat terkejut.
Jihan Almira. Dia adalah gadis cantik yang berhasil membuat ku jatuh hati. Pria manapun pasti akan luluh dengan kecantikan yang ia miliki. Termasuk aku, aku sudah jatuh hati padanya. Aku semakin tertarik padanya saat begitu banyak pria yang ingin memiliki gadis ini. Aku juga ingin berada diantara pria itu. Karena aku yakin, aku akan selalu menjadi pemenang diantara semua pria yang mengejarnya.
"Alan, kamu mau bicara apa?" lagi-lagi dia membuyarkan lamunanku.
"Emm... Jihan, aku sangat menyukaimu. Aku ingin kau selalu ada di sampingku. Mau kah kau menjadi istriku?" ucapku dengan lantang. Jantung ku berpacu hebat. Aku juga bisa melihat keterkejutan dimatanya.
"Emm.. Alan, apa kamu bercanda?" ucapnya menarik tanganya dari genggamanku. Aku tersenyum dan kembali menarik tangannya. Kali ini aku menggenggamnya dengan erat.
"Aku tidak bercanda Jihan. Aku sangat menyukaimu. Jadi kau mau menjadi istriku?" ucapku menatap matanya. Sungguh indah ciptaanmu ya Allah.
"Maaf Alan, aku tidak bisa menerima itu." aku sangat terkejut mendengar ucapannya.
"Kita masih muda Alan, aku masih ingin menikmati masa mudaku. Mungkin aku akan menerima jika kau ingin menjadi pacarku. Tapi untuk menjadi istri. Aku tidak bisa. Kau tahu kan? Aku seorang model. Aku masih ingin menikmati karirku. Jadi maaf lan, aku tidak bisa." perkataan itu bagaikan tombak yang menhunus dadaku. Jadi aku di tolak? Rasa kecewa mulai menyeruak masuk di hatiku.
"Emmm... Mungkin kita bisa pacaran dulu?" sambungnya. Bukan itu yang aku mau, aku tidak pernah memikirkan untuk berpacaran. Aku ingin serius.
"Pacaran? Sepertinya tidak bisa. Aku tidak pernah memikirkan untuk berpacaran. Aku tidak mau kita terjerumus kejalan yang salah. Aku serius dengan cintaku Jihan. Masalah karirmu. Aku tidak akan menghalangi itu. Setelah kita menikah, kau masih bisa menikmati karir mu." ucapku untuk meyakinkannya.
"Tidak bisa Alan, bahkan saat ini kamu belum bekerja. Dan... Dan... " aku menunggu ia melanjutkan ucapannya.
"Dan apa?" tanya ku.
"Dan aku dengar kamu bukan anak kandung keluarga Digantara. Itu pasti akan mempengaruhi reputasiku."
Aku terdiam saat mendengar kejujurannya. Dia benar, aku hanya anak angkat dari keluargaku. Anak dari wanita masa lalu papa. Ah, dia kembali membuka luka ku yang sudah hampir kering.
"Aku mengerti. Sepertinya kita memang tidak cocok. Tidak jadi masalah, kamu tidak perlu merasa bersalah. Aku menerima keputusanmu." ucapku tersenyum. Dia terlihat gelisah. Mungkin dia merasa tidak enak padaku.
"Alan, aku minta maaf." ucap Jihan menggenggam tanganku. Aku mengangguk dan menepuk tangannya.
"Aku baik-baik saja. It's ok, enjoy." ucapku. Jihan tersenyum. Sepertinya ia merasa lega. Bisa aku lihat wajahnya yang tegang kini sudah kembali seperti biasa.
Flashback off
Huh. Aku membuang napas cukup dalam. Kegagalan itu akan menjadi sejarah dalam hidupku. Aku menatap langit-langit kamar dengan seksama.
Tunggu dulu. Kenapa aku sama sekali tidak sedih?Bukan kah semua orang akan sedih saat cinta nya ditolak. Kenapa aku sama sekali tak meraskan itu. Aku hanya merasa kecewa karena ini adalah kali pertama kegagalan dalam hidupku.
"Jihan... " Aku mencoba menyebut namanya dan ku pegang dadaku. Tidak ada getaran sama sekali.
"Jihan." sekali lagi aku mencoba. Sama, masih belum ada getaran didada ku.
"Ara." ucapku. Aku sangat terkejut, dadaku bergetar dan ada rasa hangat yang menyelimuti hatiku. Tunggu! Kenapa aku menyebut nama nya. Tidak-tidak. Ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin mencintai gadis cengeng itu. Tapi....
"Ara.. Ara..Ara... " Aku sangat senang saat menyebut namanya. Jantung ku juga berdebar tak karuan. Apa aku benar-benar mencintainya. Lalu bagaimana dengan Jihan? Perasaan seperti apa yang sebenarnya aku rasakan padanya? Aku semakin bingung dengan diriku sendiri. Ini benar benar gila.
"Ara... Ara... Ara... " lagi-lagi bibir mu menyebut namanya. Aku bangun dari tidurku. Aku mengambil foto yang menghiasi kamar ku selama bertahun-tahun. Fotoku dengan Ara beberapa tahun lalu. Foto itu diambil saat kami berlibur di puncak. Aku meneliti wajah gadis difoto dengan seksama. Cantik. Aku baru menyadari itu, dia sangat cantik saat sedang tersenyum.
Bayangan Ara tersenyum, marah, menangis dan cemberut pun aku putar di kepalaku. Dia sangat lucu dan menggemaskan. Matanya yang teduh, bibir tipis yang selalu mengeluarkan kata-kata lucu. Pipi yang selalu merona saat ia sedang malu, marah ataupun saat ia kepanasan. Semua itu tak luput dari ingatanku.
Akhhh... Aku sudah gila. Wajahnya terus berputar di kepalaku.
"Ternyata sejak lama aku mencintaimu Ara. Betapa bodohnya aku tak menyadari itu semua." aku kembali mejatuhkan tubuhku dikasur. Kupejamkan mataku. Yang pertama aku lihat adalah wajahnya. Dia tersenyum padaku.
"Ara... Aku mencintaimu.. Aku mencintaimu ARAAA... " teriakku. Aku sangat senang. Hatiku kembali menghangat. Aku tidak akan membohongi diriku sendiri. Aku akui, aku mencintai gadis itu. Aku mencintainya. Perasaanku pada Jihan mungkin hanya sebuah obsesiku semata. Aku hanya ingin orang lain tahu, jika aku selalu jauh diatas mereka. Betapa bodohnya diriku.
"Ara aku mencintaimu..."
***
Ah itu dia. Aku berlari untuk mengejarnya. Dia sudah membuka pintu mobil dan hendak masuk. Namun dengan cepat aku menahannya.
"Alan? Apaan sih main tarik-tarik. Kalau Ara jatuh, terus lecet gimana?" omelnya saat mengetahui aku yang menarik tangannya. Dia sangat menggemaskan.
"Aku yang obatin. Cerewet." ucapku menyentil hidungya. Lihat, betapa lucu nya saat hidungnya memerah karena ulahku.
"Huaaaaaaa... Idung ara merah Alan." dia berteriak cukup kencang. Aku sangat panik, jika orang lain mendengar pasti akan berfikir yang bukan-bukan.
"Shhuut, jangan teriak. Nanti orang kira aku apa-apain kamu lagi." ucapku kesal. Dia terlihat mengerucutkan bibirnya. Ya tuhan, itu sangat menggemaskan. Ingin sekali aku menerkamnya saat ini juga. Ck, aku masih waras. Jadi aku tidak mungkin melakukan itu.
"Ada apa?" tanya nya ketus sambil mengelus hidungnya. Aku menariknya kedalam dekapanku. Aku bisa merasakan tubuhnya menegang. Dia pasti sangat terkejut. Aku tidak perduli dia akan marah, saat ini aku hanya ingin memeluknya.
"Ih Alan, jangan peluk-peluk Ara. Kasian tahu calon suami Ara, masak iya jatahnya kamu ambil. Alan jahat." dia mendorongku dan sedikit menjauh. Aku sangat bingung dengan sikapnya yang benar-benar sudah berubah.
"Ck, siapa juga cowok yang mau sama anak kecil kayak kamu. Dasar." ucapku.
Eh, apa aku salah bicara? Dia menunduk. Apa dia menangis? Rasa bersalah mulai menyelimuti hatiku.
"Ra, aku minat maaf. Aku gak ada maksud... "
"Enggak kok Lan, kamu benar. Mana ada cowok yang mau sama aku, aku ini kekanak-kanakan, cerewet dan kupel. Jauh banget sama cewek diluar sana." ucapnya. Dia benar menangis. Aku melihat air matanya jatuh. Dan apa yang dia katakan. Dasar bodoh. Siapa bilang tidak ada yang menyukai mu? Aku menyukai mu, aku menyukai semua yang ada pada dirimu.
"Maaf aku cengeng ya?" ucapnya sambil tersenyum manis.
"Ck, aku juga minta maaf." ucapku hendak memeluknya lagi. Namun dia langsung menghindar. Ini bukan Ara yang aku kenal. Ara tak pernah menolak jika aku peluk.
Aku menatapnya cukup lama. Aku sangat kecewa dengan sikapnya yang mulai berubah.
"Kamu berubah Ra, aku perhatikan sekarang kamu banyak menghindar dari aku. Apa aku menyakiti hati kamu Ra?" tanya ku. Aku ingin meyakinkan jika ia tidak sedang marah padaku.
"Bukan begitu Lan, bunda bilang kita sudah dewasa. Jadi kita harus menjaga jarak, aku gak mau ada kesalah fahaman jika kita terlalu dekat. Aku harap kamu ngerti." dia tersenyum lagi. Tapi apa yang dia katakan? Aku sama sekali tidak mengerti. Bukan kah kita memang dari dulu sangat dekat. Bahkan jika bisa, aku ingin hubungan kita semakin dekat.
"Aku harus pulang sudah sore. Selamat atas keberhasilan kamu. Semoga selalu bahagia. Assalamualaikum."
Apa yang dia katakan? Keberhasilan? Apa maksudnya? Ah, aku ingat. Ini pasti masalah Jihan. Apa dia berubah karena masalah ini? Jangan-jangan dia juga memiliki perasaan padaku. Ya tuhan, jika itu benar. Aku sangat bahagia.
"Kamu salah Ra, aku gagal. Aku gagal Ra.. Kamu berubah... Kamu semakin menjauh Ra." ucapku menatap kepergiannya.
"Tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan mendapatkan kamu Ara, kau akan menjadi milikku selamanya. Itu janjiku." ku ukir senyuman dibibirku. Aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang berkecamuk. Semangat ku kembali membara. Aku pasti akan memiliki gadis cengeng itu. Dan mengikat nya dalam kehidupanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Diah Cubi Cubi
kalimat agk brbda sma seaseen pertma ya..
2022-01-21
0
Fa Rel
mending kasih saingan buat alan biar tau rasa awal awal uda nyakitin ara
2021-12-15
0
Ika Sartika
semangat alan
2021-11-01
1