Berfikiran Positif

...~~~...

Selesai dengan pekerjaannya. Salman berniat untuk menyambangi keluarga angkatnya yang ada di desa sebelah. Desa dimana terdapat desas-desus akan cerita tentang makhluk gaib yang selalu berkeliaran di setiap malam hari.

Bukan untuk memastikan atau mencari tau kebenarannya, melainkan Salman hanya ingin mengetahui kabar dari mereka. Semoga saja mereka dalam keadaan baik-baik saja.

"Salman, mau kemana, sudah rapi aja?" Febri yang baru selesai bersih-bersih merasa penasaran dengan Salman yang sudah siap juga bergegas untuk pergi.

"Mau ke kampung sebelah, mau ikut?" jawab Salman seraya menoleh ke arah Febri yang ternyata juga sudah rapi meski baru keluar dari kamar mandi.

"Nggak ah, mau mingguan aja sama ayang beb. Sudah lama juga nggak jalan, ya itung-itung makan malam di luar dinner gitu," Febri terkekeh membayangkan dia yang akan jalan dengan kekasihnya dan dinner spesial di malam minggu meski hanya di pedagang kaki lima.

"Terserah kamu saja lah. Hem..., aku boleh nebeng nggak sampai kampung sebelah. Kamu kan mau lewat sana sekalian daripada aku jalan kaki," Salman berjalan menghampiri, semoga saja Febri mau memberikan dia tebengan kalau tidak ya terpaksa jalan kaki.

Febri diam berpikir, tetapi tak apalah benar kata Salman mereka kan searah kekasihnya juga kampungnya melewati desa itu.

"Boleh," jawab Febri yakin.

Salman keluar lebih dulu, menunggu di luar sekaligus menyalakan motor Febri untuk memanaskannya.

"Feb, kamu pulang jam berapa? Ingat jangan sampai malam. Kalau kemalaman jangan heboh loh ya kalau lewat sini," Salman memperingatkan Febri setelah dia turun dari motornya.

Salman yakin kalau Febri pasti akan heboh kalau sampai dia pulang terlambat dan melintasi jalan desa itu sendiri saja.

"Jangan nakut-nakutin begitu lah, Salman. Tega bener kau ini," Febri sudah mulai merinding membayangkan kalau dia lewat sendiri di tengah malam dan tak ada siapapun yang ada.

Bagaimana kalau pas lewat dia berpapasan dengan makhluk bermata merah yang menjadikan orang-orang sangat takut dan tidak keluar rumah saat malam hari? Bisa-bisa terbirit-birit kan Febri.

"Aku nggak nakutin, tetapi hanya mengingatkan saja," jawab Salman.

"Huh! Kebiasaan kau ini. Sana pergi, aku juga mau pergi." Febri berkata dengan nada kesal, tangannya juga langsung menghidupkan lagi mesin motornya dan bergegas. Bisa-bisa pacarnya akan ngomel nantinya.

Tetapi benar juga sih, di bilang pemberani Febri juga tidak seberani yang dia katakan. Di bilang penakut nyatanya dia juga berani keluar meskipun ini juga sudah sore. Febri berada di antara takut juga berani dia berada di tengah-tengah.

Sejenak Febri membayangkan akan makhluk yang mungkin akan tiba-tiba nongol di depan wajahnya, astaga dia sudah ngeri, merinding bulu kuduknya juga langsung berdiri.

"Kenapa malah melamun, nggak jadi berangkat?" Salman yang hendak berjalan menjadi urung dan kembali menoleh ke arah Febri.

"Salman, nanti pulangnya nungguin ya di sini. Atau kalau tidak kamu tetap di tempat Anton dulu, kalau sudah dekat nanti aku kabarin," bau-bau ketakutan Febri sudah muncul nih.

"Kalau kamu takut nungguin, ajak saja Anton untuk nemenin kamu," Imbuhnya.

Bisa saja Salman mengajak Anton, Anton teman nongkrong mereka juga sekaligus anak kandung dari Koh Fei orang tua angkat Salman. Tetapi tak enak juga sih meski Anton akan menyetujuinya.

"Memang kenapa, kamu takut?" jawab Salman malas sekaligus melemparkan tanya.

"I-iya," Febri tersenyum kikuk. Belum jelas dia takut atau tidak karena belum pernah bertemu juga dengan hal-hal yang seperti itu hanya saja kok rasanya ngeri-ngeri sedap gitu ya.

"Makanya jangan pacaran mulu." Salman hendak berjalan.

"Halah... iri bilang boss..., sebenarnya kamu pengen juga kan? Makanya cari gebetan ngapa, masak jomblo mulu nggak capek?" Nyinyir Febri.

"Kayak emak-emak luh! Pergi sana. Awas, di ujung desa sana itu...?"

"Jangan ngacok deh loh, Salman!" sengaja Febri memukul bahu Salman, dia mulai merinding kan meski yang Salman katakan juga tidak jelas.

Salman hanya terkekeh tak menanggapi dengan ucapan lagi. Dia langsung melangkah pergi untuk ke tempat Kok Fei.

Setelah kepergian Salman, Febri juga langsung tancap gas. Dia harus berusaha keras supaya tidak pulang sampai malam takut kalau Salman tidak menunggunya dan dia akan lewat sana sendiri.

"Hi.." Febri menaikan bahunya dia sudah bergidik ngeri lebih dulu. Matanya juga terus diedarkan ke segala penjuru, Alhamdulillah tidak ada apapun yang dia lihat kecuali beberapa orang yang melintas.

Sampailah Salman di kediaman Koh Fei. Dilihatnya usahanya yang memang mulai kembali pulih lagi. Beberapa waktu lalu saat Salman datang masih sepi tak ada orang yang bekerja kecuali anaknya sendiri dan sekarang sudah ada beberapa orang yang membantu.

Meski merasa heran juga sangat curiga tetapi Salman tidak mau memiliki prasangka yang buruk kepada keluarga yang sangat baik padanya. Keluarga yang selalu menganggapnya sama seperti anak mereka sendiri bahkan juga tidak pernah membedakan.

Salman masih melihat-lihat orang-orang yang sudah beres-beres untuk istirahat, begitu juga dengan anak Koh Fei yang ada di sana.

"Salman!" Deri anak pertama Koh Fei memanggilnya, melambaikan tangannya. Dia begitu senang melihat Salman yang datang.

Deri benar-benar menyamakan Salman seperti Anton, sudah seperti adiknya sendiri.

Salman juga melambaikan tangannya, melangkah menghampiri Deri.

"Belum istirahat, Bang?" tanya Salman. Matanya menatap Deri tetapi sesekali melihat-lihat usaha yang mulai ramai lagi dengan pesanan.

"Nih baru mau istirahat. Barang harus di kirim besok jadi harus jadi hari ini," Deri masih terus membereskan alat-alat yang tadi dia gunakan tetapi juga masih ada beberapa orang yang membantunya juga.

Tangan Salman menyentuh hasil karya dari Deri juga teman-temannya. Hasilnya tidak bisa diragukan, pahatan nya sangat rapi ukirannya juga sangat bagus. Patut di acungi dua jempol pokoknya.

Mungkin karena hasilnya yang bagus itulah yang membuat usahanya kembali naik. Lebih baik di pupus dengan pikiran seperti itu daripada nantinya akan tumbuh kecurigaan yang tidak mendasar.

"Hasil kerja Bang Deri memang sangat bagus dan halus. Perlu belajar dari Bang Deri nih," pujian Salman lontarkan. Tetapi bukan semata pujian abal-abal karena memang sangat bagus.

"Kamu bisa saja. Hasil karyamu juga sudah bagus," jawab Deri.

"Masih belajar, Bang. Belum bisa sebaik seperti Bang Deri."

"Yuk masuk," ajak Deri.

Salman mengikuti Deri tanpa mengatakan apapun dia hanya mengangguk lalu membuntuti Deri.

Tak tau ada apa, tetapi ada rasa yang sangat aneh. Tak seperti hari-hari sebelumnya yang terasa adem dan biasa-biasa saja tetapi saat ini Salman merasa sedikit panas. Ada aura yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Tidak mengerti apa alasannya yang jelas baru saja masuk kedalam rumah Salman merasa sangat kepanasan padahal ada kipas angin yang sudah di nyalakan tetapi sepertinya tidak berpengaruh apapun padanya.

"𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘤𝘶𝘢𝘤𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘶 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘥𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘢𝘴, " 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘚𝘢𝘭𝘮𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘱𝘰𝘴𝘪𝘵𝘪𝘧.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

hai kk thor....

2023-10-22

0

Reyy

Reyy

Jejak jejak

2022-05-24

5

Sulis

Sulis

minum Es Salman, biar adem

2022-05-23

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!