Perjanjian Hitam

Perjanjian Hitam

Desas-desus

...#######...

Suara saling beradu dari satu persatu mesin pemotong kayu disalah satu tempat usaha pembuatan meubel. Berbagai ukiran kayu yang dijadikan perabotan rumah tangga dari bermacam-macam kursi, almari, dipan dan berbagai furniture lainnya.

Usaha Meubel Koh Atong yang terdapat di salah satu daerah di Negara Indonesia, sebut saja kota J. Usaha yang berdiri kurang lebih lima belas tahun itu tampak begitu maju dan berjalan dengan lancar.

Semua para pegawai terus sibuk begitu juga dengan salah satu pemuda berusia 23 tahun. Namanya Salman, pegawai paling muda yang datang dari kota P bersama satu temannya yang bernama Febri berusia 24 tahun.

Bukan hanya tempat Koh Atong saja yang menggeluti usaha meubel tetapi semua masyarakat sekitar juga sebagian besar menggeluti usaha itu.

Meskipun begitu, mereka semua tidak saling jatuh menjatuhkan, semua saling bekerja sama untuk bisa laris di pasaran bersama-sama. Bahkan hasil semua jenis furniture juga berhasil di kirim sampai luar kota.

Jiwa persatuan mereka memang sangat kuat dan itulah yang membuat mereka bisa berdiri sukses bersama-sama.

Salman tampak lelah, berkali-kali mengusap keringat yang terus menerus keluar dari pori-pori wajahnya. Bukan hanya karena pekerjaannya yang berat tetapi juga karena cuaca di sana memang terbilang sangat panas.

"Salman, kamu sudah dengar belum cerita tentang...?" ucapan Febri terhenti. Wajahnya tampak celingukan sebelum dia melanjutkan kata-katanya yang membuat Salman menunggu dengan penasaran.

Salman mematung menunggu lanjutan cerita dari Febri tetapi sepertinya lagi-lagi dia hanya di permainkan oleh teman seprofesinya itu.

Nah kan benar, bukannya meneruskan kata-katanya Febri malah kembali melanjutkan pekerjaannya, sungguh membuat kesal orang saja kan. Tadinya dia kekeuh ingin mengatakan tetapi sekarang? Etdah...

"Dasar nggak jelas, Luh!" umpat Salman tak habis pikir. Lelah lelah juga, sekali fokus ingin mendengar sesuatu yang mungkin penting eh malah di php-in, bikin esmosi jiwa.

Febri malah terkekeh melihat Salman yang kesal. Seneng banget tuh anak bikin orang jadi sensi.

Salman juga Febri kembali serius mengerjakan satu kursi yang belum selesai. Keduanya seperti kejar target karena barang juga harus segera di kirim besok.

"Alhamdulillah!" Seru keduanya di iringi dengan tawa bahagia. Akhirnya beres juga setelah melalui perjalanan panjang dan sekarang sudah jadi satu set meja makan yang terlihat begitu menarik yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang indah.

"Istirahat dulu yuk!" ajak Salman dengan tangan melambai ke arah Febri juga yang lainnya.

Febri mengangguk, juga langsung melangkah membuntuti Salman begitu juga dengan yang lainnya. Mereka duduk-duduk istirahat sembari menikmati teh hangat juga cemilan yang memang sudah di sediakan oleh istrinya Koh Atong.

Selayaknya para emak-emak semua pegawai yang berjumlah tujuh orang itu bergosip hangat mengenai desas-desus yang beberapa hari ini telah beredar yang bersumber dari kampung sebelah.

"Eh, saya dengar. Di desa sebelah setiap malam ada dedemit keliling loh," Febri mulai bicara.

"Mau ronda?" celetuk Doni.

"Kalau dia ronda, berarti dia lebih rajin daripada kamu, Feb!" Ilyas menyahuti.

"Hahaha..., iya iya! Febri kan udah kek kebo kalau malam. Ngorok gitu saja kalau sudah lihat bantal!" Kini Salman yang berucap.

"Tetapi ini benar loh! Sudah banyak yang lihat. Bahkan sekarang katanya kampung sebelah itu kalau malam sepi kek desa mati," Febri masih kekeuh.

Sementara yang lain juga masih setia mendengarkan sembari menikmati cemilan juga teh mereka secara bergantian.

"Salman, ngemeng-ngemeng nih ya! Katanya usaha dari ortu angkat mu kini perlahan juga mulai membaik. Bahkan sekarang sudah banyak orderan aja loh."

Salman melirik Febri, menjauhkan cangkir dari bibirnya.

"Ya Alhamdulillah kalau begitu," ucap Salman.

Meskipun hanya anak angkat saja Salman tetap merasa bahagia karena usaha mereka kembali pulih setelah delapan bulan diterpa kebangkrutan.

"Apa kamu tidak merasa aneh gitu?" mata Febri menyipit memandangi Salman yang kembali asyik dengan cemilannya.

"Elah... Perut aja yang kamu pikirin," kesal karena di abaikan Febri mengambil semua cemilan yang sedari tadi di nikmati oleh teman-temannya. Bisa-bisa dia nggak kebagian lagi kalau nggak ambil sama wadahnya sekalian.

"Lah! kok diambil semuanya. Sini bagi bagi!" tangan Ilyas berusaha menggapai tapi tak sampai karena sudah di sembunyikan di belakang oleh Febri.

"Kalian kan sudah makan, ini bagian barat."

"Bagian ku!" seru enam teman Febri bersamaan.

"Ya itu maksudku, hehehe..." Febri meringis lalu kembali diam karena berganti dengan mulut yang penuh dengan cemilan.

Baru saja diam dalam sesaat, udara seakan berganti. Meski saat ini masih siang tetapi mereka sangat merinding, bulu kuduk mereka semua sudah berjajar rapi selayaknya para abdi negara yang ingin menjalankan tugasnya meskipun mereka semua tertawa.

Rapi bener pokoknya tuh bulu kuduk, sampai-sampai mereka semua terus berusaha untuk menidurkan lagi tetapi tetap belum bisa.

Atmosfer seketika berubah, tadi yang adem ayem sejuk-sejuk enak kini berubah menjadi panas dan semakin tidak enak sama sekali.

"Kalian pada kenapa?" tanya Salman kepada semua teman-temannya yang kini berubah menjadi pendiam.

Baru saja mereka semua tertawa hangat tapi sekarang? Nggak mungkin kan apa yang barusan mereka bicarakan itu langsung datang di sana begitu saja. Tapi mungkin sih, meski mata tak dapat melihat tapi rasa pasti akan bisa menyadari akan kedatangannya.

"Kenapa jadi hori gini sih!" tengkuk Febri berasa tebal begitu saja juga terasa panas-panas gimana begitu.

Febri maupun yang lain mengedarkan matanya melihat kondisi dan situasi tetapi yang jelas tak mereka lihat apa yang mereka takutkan.

"Kalau kalian takut jangan bicara yang kayak gitu!" Salman mengingatkan.

"Memangnya kamu nggak takut?" Mata Febri menyipit kedua ujung alis saling menyatu.

"Sikit sih, hehehe..., tapi penasaran." Salman terkekeh sendiri.

Berita yang beredar dari mulut ke mulut kini sampai di telinga mereka dan berhasil membuat Salman penasaran.

Kenyamanan dan ketentraman desa sebelah benar-benar tengah di guncang ketakutan karena semua warganya yang selalu dihantui dengan kedatangan pocong bermata merah yang sangat menyeramkan.

Bukan hanya rasa penasaran yang datang di hati Salman tetapi juga rasa khawatir dengan salah satu keluarga di desa itu yang sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Bahkan mereka juga menjadikan Salman anak angkatnya padahal keluarga itu juga sudah memiliki lima anak.

"Bagaimana kabar mereka sekarang ya?" Salman termangu setelah kata-katanya keluar.

Keenam teman Salman seketika memandanginya dengan diam, juga saling lempar pandang satu sama lain.

"Salman, apa kamu tidak merasa aneh dengan keluarga angkat mu itu? Berbulan-bulan loh ya usahanya dalam keadaan kritis tapi sekarang?" Febri berbicara lagi, menanyakan hal yang tadi sudah dua tanyakan.

Aneh saja kan?

Siapapun orangnya pasti akan sangat curiga dengan kemajuan sebuah usaha yang begitu pesat, apalagi setelah berbulan-bulan dalam kebangkrutan dan bisa naik kembali dengan cepat bisa di bilang secara instan.

Apalagi makhluk yang datang dan terus menghantui desa sebelah juga ada setelah meningkatkannya usaha dari orang tua angkat Salman.

"Entahlah..."

Bersambung....

Terpopuler

Comments

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

hai kk thor aq hadir yah.. mski dah tamat g apa kan ya kk... mksh

2023-10-22

0

Reyy

Reyy

nyimak, Thor

2022-05-24

6

Sulis

Sulis

Hadir, Thor...

2022-05-23

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!