Kecurigaan

Kedatangan Salman ke rumah Koh Fei sangat di sambut baik oleh semua keluarga, termasuk Koh Fei, beserta Istri Bu Yun juga semua anaknya yang ada di rumah.

Bahkan mereka semua juga tidak segan untuk mengajak Salman untuk makan malam bersama mereka.

Tak mau membuat kecewa Salman menurut, dia makan bersama keluarga Koh Fei di satu lingkar meja dari kayu jati yang sepertinya juga buatan tangannya sendiri.

Meskipun tak mempunyai mata batin atau yang di sebut indra keenam namum Salman tetep saja merasakan ada sesuatu yang berbeda, ada aura hitam yang semakin kuat di dalam rumah itu.

Salman yang tak mau dianggap sok tau hanya memilih diam dan menyimpan semua yang dia rasakan sedari tadi dia datang sampai sekarang.

Semakin malam aura itu semakin kuat, Salman semakin merasa panas padahal sudah ada beberapa AC yang ada di sana juga sudah di nyalakan tetapi tetap saja tak membuat salman semakin membaik.

Selesai makan Koh Fei sesekali mengajak bergurau begitu juga dengan Bu Yun. Mereka terus bertanya bagaimana pekerjaan Salman, dia betah atau tidak, bosnya baik atau tidak, bagaimana makannya terpenuhi atau tidak bahkan bagaimana keadaan tempat tidur Salman semua mereka tanyakan.

Sesekali Salman tersenyum sebagai jawaban sesekali dia mengangguk juga kadang menjawab dengan kata yang singkat saja dan itu sudah cukup membuat mereka berdua sangat senang.

Meskipun hanya anak angkat tetapi mereka sangat perhatian kepada Salman. Memberikan perhatian penuh selayaknya anak kandung mereka sendiri. Bahkan mereka sebenarnya menginginkan Salman tinggal di sana tetapi dia menolak.

Kring... kring... kring...

Belum juga mereka selesai berbincang-bincang ponsel Salman berbunyi dengan cepat dia pamit untung mengangkatnya.

''Saya pamit sebentar,'' pamit Salman.

Koh Fei mengangguk, mengizinkan Salman untuk menerima telfon dari seseorang.

Salman sedikit menjauh dari tempat mereka duduk berkumpul, setelah berada di tempat yang lumayan jauh Salman langsung mengangkatnya yang ternyata adalah Febri.

''Ada apa?'' tanya Salman dengan cepat tak mau berlama-lama dan membuang waktu lebih lama lagi karena tak enak juga dengan yang lain yang tengah menunggunya.

''Udah pulang belum, aku udah otw nih,'' ucap Febri.

''Pulang dulu ngapa sih!'' sebenarnya Salman masih ingin berada di sana karena dia juga sudah sangat lama tak mengunjungi keluarga itu.

''Ayolah, pokoknya aku sampai di jalan tadi kamu harus sudah ada, awas saja kalau kamu belum datang.''

''Halah... bilang saja kamu takut kan?''

''Nggak!'' ucapan Febri terdengar begitu ngegas sepertinya dia sama sekali tidak suka di katai sebagai penakut, padahal memang iya sih.

Salman tidak menjawab dengan kata tetapi dia malah terkekeh yang mana berhasil membuat Febri kesal dan langsung mematikan ponselnya.

Salman cepat kembali ke tempat berkumpul, duduk sebentar lalu dia beneran pamit untuk segera pulang.

"Koh, Salman pamit dulu ini sudah malam. Besok Salman pasti bakal main lagi ke sini," ucapnya.

"Baru juga ngobrol sebentar sudah mau pulang saja. Tinggallah sebentar lagi, kami masih belum puas," Bu Yun ya berbicara.

Kasih sayang Bu Yun yang selalu membuat Salman dekat dan juga tidak tega untuk menolak keinginannya, tetapi kali ini Salman memang harus pulang kalau tidak entah petuah apa yang akan dia dapatkan dari Febri saat dia kesal.

"Maaf Bu, tetapi Salman benar-benar harus kembali. Sudah ada temen yang nunggu di jalan," sebenarnya sangat tidak enak bagi Salman tetapi apa mau di kata.

"Biarkan dia pulang, Bu. Besok juga dia datang lagi," ucap Koh Fei.

"Baiklah, ingat jangan lama-lama mengunjungi kami. Kami akan sangat menunggu kedatangan mu," Bu Yun terlihat sangat sedih saat Salman ingin pulang, tetapi dia juga tidak bisa mencegahnya karena dia juga menyadari akan situasi mereka yang dulunya hanya orang asing dan sekarang sudah seperti keluarga.

"Assalamu'alaikum, Salman pamit, Koh, Bu," Salman menyalami keduanya sebelum dia benar-benar pergi dari sana.

"Wa'alaikumsalam," jawab keduanya bersamaan.

Kuk... Kuk... Kuk...

Suara burung hantu menambah suasana yang dingin-dingin angker di jalan pertigaan di desa itu. Di mana Febri masih menunggu Salman yang belum juga nongol batang hidungnya. Febri juga masih terus menunggangi sepeda motornya dan tak ada niat untuk sedikit menjauh darinya.

Padahal juga baru selesai shalat isya tetapi sudah tak ada satu orangpun yang terlihat berkeliaran. Kini Febri hanya menunggu seorang diri di sebuah pertigaan jalan juga di bawah pohon besar yang kemungkinan umurnya juga sudah tua.

Suara burung gagak juga terus bersahutan, berebut dengan suara burung hantu yang sama-sama tak mau kalah. Dan kedua suara itu begitu sangat jelas dan terasa hanya di atas kepala Febri saja.

"Salman, cepat lah. Aku sudah tidak tahan," ucapnya. Matanya terus celingukan bersamaan dengan bulu kuduk yang mulai terbangun juga tengkuknya yang terasa mulai tebal juga terasa panas.

Berkali-kali Febri mengusap juga memijat kecil tengkuknya, berharap dengan cara itu dia bisa menghilangkan perasaan aneh yang muncul seiring berjalannya waktu yang semakin malam.

Kak... Kak... Kak..

"Astaga..., kenapa harus suara dua burung seram itu sih yang nongol. Sesekali suara artis Hollywood napa sih. Kan bisa ikutan ucek ucek hotahe," ucapnya yang semakin gemetar.

Febri juga sudah mulai merasa sangat aneh, ada hawa dingin yang bercampur dengan hawa panas yang tak jelas. Keduanya seakan bertarung dengan udara yang sama-sama ingin menjadi penguasa malam.

Febri kembali merogoh saku celananya kembali mengambil ponsel untuk menghubungi Salman yang dia rasa sangat lambat kali ini.

Tetapi kejadian tak mengenakan terjadi kepada Febri, saat dia menarik ponselnya ponsel itu malah terjatuh.

"Sial, kenapa harus jatuh sih! Ngerepotin saja. Awas saja kau Salman, akan aku jadikan perkedel kalau kamu datang," umpat Febri sangat kesal.

Febri celingak-celinguk sebelum dia turun dari motor, memastikan tak ada hal-hal aneh yang mungkin tengah melintas di sana, semoga hanya suara burung dua jenis itu saja yang terus menemaninya dan bukan yang lebih menakutkan lagi.

Bayangan akan pocong bermata merah terus bergelantungan di pikiran Febri membuatnya ekstra hati-hati dalam pergerakannya, apalagi kali ini dia semakin di buat merinding.

"Jangan datang ya, jangan datang ya," kicau Febri menyaingi suara burung yang bertengger di dahan pohon yang tepat di atas kepalanya.

Febri mulai membungkuk, tangannya meraih ponsel yang terjatuh.

Pluk...

Febri terdiam, dia semakin gemetaran saat tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh bahunya.

Dua netra hitam milik Febri terus berputar-putar di barengi dengan bibir yang bergetar juga.

"Jangan-jangan..." Suaranya hampir saja tak dapat terdengar, dia sudah sangat ketakutan.

"Pocong... Pocong..!" teriak Febri, dengan gerak cepat dia langsung menaiki motornya, merogoh saku untuk mencari kunci yang sebenarnya masih terpasang di motornya sedari tadi.

Matanya tak mau melihat apa atau siapa yang ada di sebelahnya, ketakutannya sudah sangat menguasai Febri.

"Hey, calon pocong! Kamu takut sama pocong! Hhhh..." Salman terkekeh melihat temannya yang sudah kalang kabut dalam ketakutan.

Febri memicing kecil, dan akhirnya dia kesal, dia ingin mengumpat sebanyak-banyaknya setelah melihat yang di sana ternyata adalah Salman.

"Hahaha...!" tawa Salman menggelegar sekarang. Lucu sekali melihat wajah Febri.

"Kurang asemmm..."

---///----

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Reyy

Reyy

🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2022-05-24

5

Sulis

Sulis

Sabar ya Febri, temanmu memang terlalu 🤣🤣

2022-05-23

7

Sulis

Sulis

Hey Salman, Febri masih calon pocong belum jadi pocong. ya jelas takut lah

2022-05-23

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!