Chapter 01

...Sebelum lanjut baca, beri apresiasi kepada penulis dengan cara Like, tambahkan ke rak Favorit, beri komentar, hadiah, serta Vote untuk cerita ini....

...Terima kasih....

...Happy Reading......

...•...

Suara hentakan kaki kuda yang membawa kereta kencana itu terdengar bersahut-sahutan menggema ketika memasuki halaman istana yang beralaskan marmer berwarna cream. Udaranya lembab, dan suhunya terasa rendah ketika menerpa permukaan kulit. Tapi itu semua tidak mengejutkan untuk Green yang baru pertama kali menginjakkan kaki di wilayah Amber. Istana kerajaan yang mulai hari ini akan menjadi tempatnya menghabiskan sisa hidup. Penuh kekangan, peraturan, dan tentu saja tuntutan yang harus selalu ia patuhi.

Green mengintip keluar jendela kereta kencana yang ia naiki. Sapuan udara menyapa kulit wajah cantiknya, dan pemandangan sebuah bangunan megah dengan pilar-pilar besar menyambut Indra penglihatannya. Bentuk dan design bangunannya berbeda dengan Geogini. Jika Geogini terkesan hangat dan penuh citra lembut, Amber lebih terkesan tegas dan misterius. Dan satu lagi yang membuat manik Green hampir terbelalak dan melompat keluar dari tempatnya adalah lambang kerajaan mereka. Seekor harimau dan phyton yang sedang bergumul saling membelit.

Namun tidak meninggalkan kesan indah lebih dari Geogini, Amber sangat dekat dengan sebuah laut lepas pantai, dan juga gunung berapi tidak aktif yang menjulang tinggi.

Kereta kencana itu berhenti, seorang prajurit membuka pintu dan mempersilahkan Green untuk turun.

Untuk beberapa saat, manik Green mengedarkan pandangan, menyesuaikan diri dan takjub akan apa yang dilihatnya saat ini. Perlahan, ia menuruni kereta kencana, menapakkan kaki berbalut stocking hitam dan sepatu kulit berwarna coklat itu diatas lantai marmer, disambut hangat oleh beberapa dayang istana. Ini semua nyata, dan Green akan hidup ditempat semegah ini.

Green mengingat-ingat kembali tentang apa yang menjadi kesepakatannya dengan sang ayah untuk mau tinggal disini.

Pertama, jangan pernah berperang jika tidak dalam keadaan mendesak.

Kedua, jangan pernah mengusik ketenangan Geogini.

Ketiga, jangan ganggu atau menyakiti Junot.

Ya. Tiga permintaan yang wajar. Ah, lebih tepatnya hanya dua, permintaan terakhirnya itu terdengar konyol. Bagaimana bisa persyaratan seperti itu muncul begitu saja dari bibirnya. Tapi ia rasa itu hal benar, sebab Aruchi terlihat tidak suka kepada Junot. Ya, Junot harus di lindungi. Spesies laki-laki seperti itu sangat langkah. Atau, Green memang belum pernah bertemu dengan yang seperti itu sebelumnya? Yang terpenting, Junot aman.

Tapi, terlepas dari semua itu, harusnya Aruchi berterima kasih kepada Junot. Sebab, karena laki-laki itulah, Green berubah pikiran dan ikut ke Amber bersama Aruchi.

“Tunjukkan dimana kamarnya. Honey perlu istirahat.”

Belum sempat para dayang itu menjawab perintah Aruchi, Green terlebih dahulu menyela dengan raut tak suka. “Panggil aku Green.”

“Ah, baiklah. Antar putri Green menuju kamarnya.”

Semua dayang membungkuk lima belas derajat, lantas menggiring Green menuju bangunan bertingkat yang terlihat seperti colloseum itu.

Green yang berjalan mengikuti langkah para dayang terlihat sedikit kagum akan penampakan ornamen didalam bangunan istana. Ada beragam ornamen yang tercetak didinding, lukisan-lukisan besar yang digantung dibeberapa titik, tungku perapian yang mungkin akan sangat berguna di musim dingin, serta benda-benda yang terlihat elegan. Pasti Aruchi ini tipikal orang yang mencintai seni.

Langkah kaki Green mulai menyentuh anakan tangga. Dari sini ia bisa melihat sebuah lukisan besar, atau sangat besar yang terpampang ditengah-tengah ruangan. Seorang wanita menggendong bayi sambil duduk, dua pria kecil yang berdiri disampingnya, dan seorang pria dewasa yang berdiri dibalik punggung sang wanita, yang Green tau dengan pasti siapa orang itu. Dia adalah Aruchi. Ya, Aruchi, ayahnya.

Maniknya masih memaku disana, dimana lukisan itu terpampang. Wanita dalam balutan gaun berwarna merah itu terlihat begitu anggun dan cantik. Rambut bergelombangnya berwarna coklat madu—seperti miliknya—dan senyuman begitu lembut yang sangat pas diwajah cantiknya. Green juga sadar siapa yang ada didalam gendongan wanita itu. Itu pasti dirinya.

“Lukisan itu dibuat saat anda berusia satu Minggu, tuan putri.” ucap salah satu dayang yang berbaju lain dari yang lain, mengejutkan gadis bermata coklat di sampingnya. Green menebak, dia adalah kepala dayangnya. Siapa tadi namanya? Te—ah, Theana.

Lantas Green kembali memutar pandangan dan menatap lekat pada bayi dalam pelukan wanita itu. Baju yang dikenakan bayi itu sama persis seperti miliknya yang dipajang dalam figura dirumah Skiva.

Mendadak, kaki Green seperti kehilangan kekuatan dan berubah lemas seperti jelly. Dia hampir limbung namun secepat kilat meraih pegangan besi yang membentuk lilitan seperti ular, yang berada tidak jauh dari jangkauan tempatnya berdiri.

“Apa—itu, aku?” tanyanya ragu. Berharap semuanya tidak mengakui dan Green bisa meninggalkan tempat megah ini dengan perasaan senang tanpa beban.

“Iya, tuan putri. Bayi itu adalah anda. Ratu Aluna sangat menyayangi anda dan rela melindungi anda dengan nyawanya.”

Mendengar itu, hati Green mencelos. Jadi ibunya itu sudah kembali ke pangkuan sang pencipta? Jadi itu alasan mengapa dia tidak mendapat sambutan dari seorang ibu?

“A-aku ingin pergi melihat tempatnya dikebumikan.”

Dayang itu tersenyum. “Keinginan anda akan terwujud. Tapi, silahkan beristirahat terlebih dahulu. Raja tidak ingin anda sakit karena kelelahan setelah menempuh perjalanan selama dua hari.”

Green mengangguk. Dia kembali berjalan mengikuti langkah dayangnya. Green menyukai lukisan-lukisan yang seperti menggambarkan kebahagiaan keluarga kecil raja Aruchi yang dituangkan dalam bentuk abstrak itu. Namun, langkahnya harus kembali terhenti ketika melihat sebuah lukisan wanita lain yang berdiri disamping Aruchi ketika mencapai ujung paling atas tangga. Wanita berwajah ketus dan beraura kejam. Green memicing mempertajam pandangan.

“Siapa wanita itu?”

Sesaat, para dayang saling tatap. Terlihat sedang memikirkan sesuatu. Atau mereka memang berniat menyembunyikan sesuatu?

Tapi semuanya terjawab ketika kepala dayang bernama Theana kembali buka suara.

“Dia, ratu Hellen. Istri kedua raja, ibu tiri anda.” []

^^^To be continued.^^^

...🌼🌼🌼...

...Vi's ucapkan banyak terima kasih untuk yang sudah mambaca cerita Green. Luangkan waktu untuk memberikan Like, komentar sebagai apresiasi bagi penulis. ...

...Sampai jumpa di Chapter selanjutnya......

...👋👋👋...

Terpopuler

Comments

💜⃞⃟𝓛 ➥ѕυͥηᷢѕͭнͥιᷦղᷧɛ➛📴

💜⃞⃟𝓛 ➥ѕυͥηᷢѕͭнͥιᷦղᷧɛ➛📴

nah 👀 ceritanya ada Mak tiri yang kezam ya Thor 😁

semangat up Thor 😘😘

2022-04-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!