Chapter 5

FLASHBACK

Suara deruh motor terdengar di seluruh area itu, semua Geng motor bersiap untuk balap liar dengan lawannya, termasuk Dinda. Claudya dan Jaera menyuruhnya untuk mewakili Geng yang bernama Unit Killer Savage nya, Dinda juga menyetujui. Dinda, Claudya juga Jaera mengenakan pakaian hitam, wajahnya di tutupi agar tidak di ketahui orang lain. Tidak ada yang tau siapa tiga gadis itu selain Sinta, gadis yang dibicarakan Claudya tadi.

Ketiga gadis itu baru saja datang di area, Dinda turun dari motor Claudya. Begitu juga dengan Cladya dan Jaera. Ketika Dinda tengah melihat sekitar, Claudya yang sudah turun dari motornya menepuk pundak Dinda dan menunjukkan jari telunjuknya ke seorang gadis yang tengah berdiskusi dengan kelompok Gengnya.

"Sinta.."

Ucap Claudya di telinga Dinda, karna suara yang sangat bising, bahkan dapat memecahkan gendang telinga seseorang jika dia tidak terbiasa. Dinda melihat ke mana jari Claudya menunjuk, lalu tersenyum dan bertanya.

"Jadi.. Dia lawan gue nanti?"

Tanya Dinda yang langsung mendapat anggukan dari Claudya.

"Girl's... and Unit Killer Savage..."

Seru seseorang, Claudya dan Dinda juga Jaera yang tengah mengobrol dengan entah siapa itu menoleh. Claudya sekali lagi menepuk pundak Dinda, Jaera mendekat.

"Gue percaya sama lo Dii.."

Ucap Claudya pada Dinda, Dinda hanya tersenyum dan mengangguk.

"Lo pasti bisa kalahin dia.."

Ucap Jaera, Dinda menoleh dan hanya mengangguk lagi. Lalu dengan perlahan dan santai berjalan ke arah depan, dua motor telah tersedia di sana. Dinda saling bertatapan sinis dengan gadis bernama Sinta tersebut. 'Sialan.. siapa cewe ini? Bukannya gue lawan Claudya malem ini?' Batin Sinta bertanya-tanya. Dinda berjalan menaiki motor, lalu mekai helm full face nya, begitu juga dengan Sinta.

"Siiaaappp???"

Seru seorang gadis yang memegang sebuah bendera, dia berdiri di antara motor Dinda dan Sinta. Dinda mengangguk, di ikuti Sinta yang juga mengangguk.

"Saatuuu!!!"

Gadis itu kembali berseru, dia mengangkat bendera di tangannya. Dinda masih menatap sinis Sinta, lalu mendelik ke arah Sinta dan menutup kaca helm nya.

"Duuaaa!!!"

Seru gadis itu lagi, Dinda bersiap menunggu hitungan ke tiga. Juga dengan Sinta.

"Tiigaaa!!!!"

Serunya lebih keras, mendengar hitungan ke tiga di ucapkan, Dinda langsung manancab gas nya. Di ikuti dengan Sinta. Semua anggota Geng motor bersorak memberi semangat ketika hitungan ke tiga itu diucapkan.

Dinda mengendarai motornya di depan motor Sinta, dia terus menghalangi jalan agar Sinta tidak bisa menyiapnya. Namun, Sinta berhasil menyiap dan memimpin jalanan.

Posisi tidak terus seperti itu, mereka saling siap-menyiap, hingga mereka hampir sampai di garis finis. Dinda hampir sampai ke garis finis, tapi suara sirine polisi membuat mereka seketika kaget setengah mati.

Semua anggota menyebar entah kemana, mereka sibuk melarikan diri dengan jantung yang hampir copot. Tak terkecuali Jaera dan Claudya, mereka juga melarikan diri berboncengan.

Semua Geng Claudya dan Jaera menuju ke arah yang sama, tapi saat mendekati sebuah perempatan, Claudya yang dibonceng Jaera memberi isyarat pada semua anggotanya. Jaera yang memimpin jalanan, mebuat mereka mudah untuk melihat isyarat dari Claudya.

Ketika sampai di perempatan, Dinda berbelok ke arah kiri, sedangkan Jaera dan Claudya ke arah kanan dan anggota lainnya terus maju, mereka berhasil melarikan diri dari mobil polisi yang mengejarnya. Sedangkan Dinda, Claudya dan Jaera masih dikejar polisi tersebut.

Dinda menoleh sekejap ke belakang melihat dua mobil polisi yang masih membunyikan sirinenya. Dinda menancab gas, namun anehnya dia berbalik dan menjalankan motornya ke arah berlawanan, dia semakin menambah kecepatan dan menjalankannya di antara dua mobil polisi itu.

Dinda menancab gas menuju ke arah Jaera dan Claudya. Ketika di perempatan yang tadi dilewatinya, satu mobil polisi yang mengejar anggota Geng tadi, sudah kembali dan berada tepat di tengah-tengah perempatan itu.

Dinda membulatkan matanya sembari membating motor, dia kembali menjalankannya ke arah Jaera dan Claudya, Setelah berhasil menyiap mobil dihadapannya tersebut.

Dinda menyusul Jaera dan Claudya yang tengah di kejar juga, dia dengan lihai menyiap tiga mobil polisi itu. Kini motor Dinda dan motor Jaera berjalan sejajar, Claudya menoleh, lalu menatap Dinda, sedangkan Jaera fokus mengendarai motornya.

Dinda memberi isyarat pada Claudya dengan tangan kirinya, yang tidak bisa dimengerti oleh polisi-polisi itu. Sebelumnya mereka telah membuat sebuah isyarat jika hal seperti ini terjadi.

Claudya mengerti akan isyarat yang Dinda berikan, lalu dia mengengguk ke arah Dinda dan menepuk pundak Jaera memberi tahunya, Jaera pun mengerti dan mengangguk. Dan Claudya kembali menoleh ke arah Dinda yang sejak tadi menunggu Jawaban, lalu Claudya mengangguk ke arah Dinda. Dinda juga kembali menggukkan kepalanya.

Kemudian Jaera menambah kecepatannya dan mendahului Dinda, dia berbelok ke jalur yang berbeda. Dinda sengaja menghalangi semua mobil polisi itu, setelah merasa Jaera dan Claudya sudah jauh dari sana, barulah Dinda kabur dengan kecepatan sangat tinggi.

Dinda menoleh sekejap ke belakang, disana masih ada mobil-mobil polisi yang mengejarnya. Dinda merasa sedikit tenang karna mereka terlihat sedikit jauh, tidak terlalu dekat seperti tadi. Namun rasa kaget itu kembali datang, kali ini lebih kaget dari tadi...

Matanya membulat sempurna ketika melihat truk yang menjepat di tengah jalan, tapi tak berlangsung lama. Dia kembali membantingkan motornya, hahh.. untunglah dia selamat. Tapi sayangnya polisi yang mengejar Dinda tadi tidak selamat, tiga mobil polisi itu akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan beruntun.

Mata Dinda kembali membulat melihat dua mobil polisi yang tengah menjalankannya ke arah yang berlawanan dengan Dinda. Sontak Dinda kembali membantingnya ke arah kiri.

"Brruuukkkk....

"Duukkkk...

Motornya berputar dan terjatuh, helm miliknya pecah seketika. Bahkan motornya sampai terseret menjauh darinya.

"Arrggghhhh.."

Beberapa polisi mendekat ke arahnya, sedangkan Dinda masih meringis kesakitan. Dia tergeletak di jalanan, dadanya naik turun engap. Membuat polisi pria yang hendak mendekatinya mengalihkan pandangan dan menyuruh polisi wanita yang bertanya.

"Aiisss... Saekkiiiiaaaakkkkk...."

Ringisnya sembari mengumpat, dia mencoba bangun. Ketika dia sudah berhasil terduduk, dia melepas helm miliknya dan melemparnya. Lalu mencoba menatap siapa yang ada di hadapannya, meski dia tau itu polisi, tapi dia hanya ingin tau wajahnya.

"Bangunn!!"

Ucap salah seorang polisi wanita, dengan tegas. Dinda tak mendengarkan polisi itu, dia kembali meringis kesakitan sembari memegang kepalanya. Polisi wanita itu berjongkok di depannya dan kembali bertanya.

"Ngapain kamu disini?"

Tanya dia kembali, sama seperti tadi, suaranya tegas bagai tak bisa dibantah.

"Ini..? Ngapain kamu pake ini?? Buka..!!"

Ucapnya dia menyuruh Dinda membuka penutup wajahnya. Wanita itu mencoba membuka, tapi Dinda dengan galak menepis tangannya.

"Kamu denger saya??!!"

Sentaknya lalu kembali memgulang kalimatnya yang tadi.

"Buka!!"

Tapi Dinda malah menoleh, dan melihat wanita yang sendari tadi terus bertanya padanya, Dinda menatapnya sinis.

"Kalo gak mau gimana??"

Tanya Dinda dengan tak melepaskan tatapan matanya.

"Kamu ikut saya ke kantor!!!"

Jawab wanita itu tegas dan galak.

"Kamu harus ikut pemeriksaan di sana, dan hubungi orang tuamu!!"

Ucapnya yang membuat Dinda terdiam, lalu terkekeh.

"Kalo orang tuanya gak ada gimana kakak??"

Tanya Dinda ke wanita itu, wanita itu mendengus kesal.

"Hubungi saudara atau siapa pun yang bisa menjadi perwakilan orang tuamu!!!"

Jawabnya lagi.

"Dinda gak punya siapa pun di negara ini kak!!"

Ujar Dinda dengan nada yang berbeda, menjadi dingin, rasa sakitnya seolah hilang membahas itu. Namun hilangnya bukan menghilang entah kemana.. tapi hilang berpindah ke hatinya.

"Terus kamu ngapain disini??"

Dinda terdiam, dia sedikit tenang karna Jaera dan Claudya sudah berhasil melarikan diri. Dia menoleh ke arah handphone miliknya yang bergetar, panggilan dari Zee, dia khawatir dengan Dinda. Walau retak handphonya masih bisa menyala, sebelum salah satu polisi mengambilnya, Dinda segera mengambil handphone itu dan mendelik ke arah polisi yang hendak mengambilnya.

Dinda tak mengatakan apa pun di sana, lalu Zee mengawalinya dengan penuh kehawatiran.

"Nona apa anda baikk???"

"Saya sangat khawatir.."

"Dinda baik.."

Jawab Dinda singkat.

"Anda berada di mana sekarang?? Apa saya harus pergi menyusul??"

"Gak usah"

Zee mengerutkan alisnya mendengar sedikit keributan.

"Nona.. saya sangat khawatir.. apa anda benar-benar baik-baik saja???"

"Huftt.. Baikk!!!"

jawab Dinda dengan penuh penekanan. Lalu dengan cepat mematika telepon nya. Sedangkan wanita itu hanya terdiam dan menatap Dinda. Sekali lagi, Dinda membuang nafasnya kasar, lalu dengan tatapan dingin menyerahkan handphone miliknya.

Polisi itu memeriksa semua data yang tersimpan di handphone milik Dinda. Sedangkan Dinda hanya mendelik dan menatap ke arah lain.

"Berdiri!! Saya akan memeriksa seluruh badanmu.."

wanita itu menyuruh Dinda bangun dan berdiri, dia akan memeriksa tubuh Dinda. Dengan perlahan Dinda mencoba terbangun, padahal seluruh tuhnya terasa remuk bahkan terasa patah-patah.

Dinda berdiri, dan mengangkat tangannya ke atas. Dia seperti tau apa saja yang akan dilakukan polisi wanita itu. Lalu wanita itu memeriksa seluruh tubuh Dinda.

Dia menghentikan tangannya di pinggang Dinda, lalu mengambil sebuah pistol, dan sebuah pisau belati kecil. Lalu dia bertanya.

"Kenapa bawa ini??"

"Cuma buat jaga diri!!"

Sinis Dinda. Wanita itu geram dan menyentak Dinda.

"Kamu jangan main-main sama saya!!!"

Sentak wanita itu, tapi Dinda semakin mentapnya dengan tatapan sinis, bibirnya mencibir, namun tak terlihat dia masih memakkai penutup wajahnya.

"Buka!!"

Suruh polisi pria yang agak jauh dari sana. Dinda menoleh, dan hanya menatapnya. Wanita itu semakin geram dan kesal pada Dinda, lalu dengan kasar menarik penutup wajahnya.

Dinda hanya diam, pria itu mengerutkan alisnya menatap Dinda. Dinda juga mengerutkan alisnya ketika sadar dia seperti mengenal pria itu.

Ingatannya kembali pada dua tahun lalu, ketika ada seorang pria yang menolongnya saat dia hampir diperk*sa oleh sekelompok orang jahat.

Tapi Dinda tidak pernah mengetahui siapa nama pria itu, juga sulit untuk melacak data atau keberadaan dirinya, ternyata dia seorang polisi.

"Kamu harus ikut saya ke kantor!!!"

Tegas wanita itu, yang membuat Dinda menoleh. Tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulut cantiknya.

♡♡♡

"Kamu ikut balap liar disana??"

"Gak..

"Kenapa kamu membawa senjata tajam??"

"Tadi kan Dinda udah bilang!!"

"Hubungi orang tuamu!"

"Ckk.. HARUS BERAPA KALI SIH DINDA BILANG??? DINDA GAK PUNYA ORANG TUA!!! WALAU PUN ADA, DINDA JUGA GAK MAU KETEMU SAMA DIA!!!!"

teriak Dinda, dan semua polisi yang tengah mengerjakan tugasnya menoleh, termasuk pria tadi.

"Dindaa??"

Tanya seorang pria yang baru saja datang di sana, Dinda menoleh, dia tahu siapa pria itu.

"Gabeee!!!????"

Teriaknya, tapi kali ini dengan nada riang. Pria itu mendekat, lalu bertanya.

"Lo ngapain disini Dii??"

Tanya pria itu, Dinda mengangkat pundaknya, wajahnya kembali telihat kusut.

"Emm.. lo lagi ngurusin kasus apa disini??"

Tanya pria itu lagi.

"Huftt.. gak ada yang gue urusin disini Be.."

Jawab Dinda lesu.

"Terus apa??"

Tanya pria itu lagi.

"Gaberiell?? Ngapain lo disini??"

Tanya pria yang tadi bertatapan dengan Dinda, dia bertanya pada pria yang bernama Gaberiell itu. Dia menoleh, sedangkan Dinda hanya mengerucutkan bibirnya kesal, itu terlihat sangat imut...

Gaberiell menoleh, dan melihat teman dekatnya, Raka berjalan mendekat. Lalu kembali bertanya.

"Lo kenal dia??"

Tanya Raka pada Gaberiell, tentu Gaberiell mengangguk, dia adalah sahabat lama Dinda, dia juga kakak angkat Sem-min. Sedangkan Dinda hanya mendelik semakin kesal.

"Em!! Kenapa??"

Tanya balik Gaberiell.

"Dia salah satu anggota Geng motor yang ikut balap liar di jalanan.."

Gaberiell mengerutkan alisnya, 'Dinda? Ikut balap liar??', batinnya terus bertanya, tapi sesaat kemudian dia mengerti pada Dinda yang hanya ingin mengalihkan rasa sakit di hatinya. Dia lalu mengangguk.

"Lo kenal dia??"

"Dia adik gue.."

"Adik?? Dia bilang dia gak punya siapa pun di negara ini.."

"Karna dia gak tau gue ada di sini.."

"ehh.. lo telphone Zee suruh buat dia jemput lo di sini.. ini biar gue yang urusin.."

Ucap Gaberiell sembari menoleh ke arah Dinda, yang masih dengan wajah kesalnya. Dinda menoleh lalu berdecak kesal.

Tak lama, Zee datang. Namun Dinda belum memberi tahunya. Sepertinya Zee melacak keberadaan Dinda dengan jam tangan yang dipakainya.

"Nona..??"

Zee menatap Dinda, Dinda juga menatapnya balik dengan tatapan dingin. Zee mengerti, Dinda tak mau ditanya.

Zee menghela nafas mencoba menenangkan perasaannya. Dan menoleh ke arah Gaberiell. Dia menunduk ke arah Gaberiell, dan pria itu hanya mengangguk.

Mata Zee membulat, melihat kaki Dinda. Pakaian hitamnya menyamarkan warna darah itu. Tapi Zee mengetahuinya.

"No-nona.. anda..??"

"Dinda baik.."

Tegas Dinda dengan nada dingin dan penuh penekanan. Zee diam, dia bungkam, tapi rasa khawatirnya tidak hilang.

Tap.. tap.. tap..

Langkah yang terburu-buru terdengar, dua gadis itu datang dengan pakaian yang berbeda. Tentu saja Claudya dan Jaera. Dinda menoleh, lalu tersenyum kecil ke arahnya.

"Dii?? Lo gak papakan??"

Tanya Claudya pelan. Jaera menatap Dinda.

"Gue gak papa.."

Jawab Dinda, tetap menjawabnya dengan jawaban yang sama.

"Lo tau dari mana??"

Tanya Dinda pada Jaera dan Claudya, mereka menghela nafasnya kasar.

"Gue lihat lo di pertigaan, tepat banget di belakang mobil polisi itu.."

Dinda hanya mengangguk mengerti. Mendengar penjelasan Claudya, yang sedikit samar karna berbisik.

"Ckk.. terus lo gimana dong disini??"

Tanya Jaera dengan suara yang kecil.

"Lo pulang aja dulu.. nanti kita ketemu di sekolah.."

Jawab Dinda santai. 'Mau sampe membusuk pun gue sudi, asal gue gak minta bantuan sama ayah..' batinnya.

"Kenapa lo gak telphone bokap lo Dii..??"

Tanya Jaera, dia ingat. Tuan David, ayah Dinda. Dinda hanya menggeleng mendengarnya.

"gak.."

jawab Dinda, Jaera mengerutkan alisnya, begitu juga dengan Claudya, jawaban Dinda hanya sebuah gumaman kecil.

"sorry ya.."

sebelum Jaera melanjutkan kalimatnya, Dinda menoleh dan menyelanya. tapi tak sempat karna handphone milik Claudya bergetar.

♡♡♡

makasih semua♡♡♡♡

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!