hari hari yang berat nan sulit

keluarga bapak hanya mau enaknya saja, tanpa perasaan mereka mengambil hak ibu, semua harta warisan bapak dikuasai, bahkan tanah dan rumah yang sengaja bapak beli untuk diberikan pada Rina adikku, itupun juga dikuasai mereka, bahkan belum genap seratus harinya bapak, dengan tanpa sepengetahuan kami, dijual oleh adik dari ibunya bapak.

Bulek aseh, sebut saja namanya begitu, dia adalah adik dari ibu nya bapak, usia nya sudah tua, hampir empat puluh tiga, tapi masih belum juga menikah, orangnya terkesan tertutup dan pendiam, tapi ternyata mempunyai hati kotor dan licik.

Namun hukum Tuhan itu adil, setelah bulek aseh menjual rumah peninggalan bapak, dia kabur ke luar Jawa, ke Kalimantan Balikpapan, namun tak berselang lama dari kepergiannya itu, ada kabar beliau mengalami kecelakaan, mobilnya terseret truk hingga mengalami kerusakaan yang cukup parah, tak hanya itu, bulek aseh juga mengalami luka parah dengan kondisi yang mengenaskan, kedua kakinya patah dan harus diamputasi, bahkan luka diwajahnya pun cukup parah.

Dengan kondisi yang cukup mengenaskan, bulek aseh menghubungi ibu, dan memohon maaf lewat sambungan telepon, ibu bergeming tanpa sepatah katapun terucap dari bibirnya, mungkin luka hati ibu terlalu dalam, hingga beliau tak lagi mampu mengucap sepatah katapun untuk mewakili semua laranya, bagaimana tidak, setelah mengambil semua uang santunan yang tidak sedikit, merebut harta peninggalan bapak, mereka tidak sedikitpun mau tau tentang biaya pemakaman, tahlillan ,dan juga selamatannya bapak, ibu yang dalam kondisi hamil besar, dengan segala keterbatasan berusaha sekuat tenaga untuk bisa memenuhi tanggung jawabnya.

Mungkin, Alloh telah membayar lunas semua perbuatan mereka, kecelakaan bulek aseh, yang membuatnya harus menghabiskan harta bendanya untuk biaya kesembuhannya, namun ternyata hasilnya nihil, selang empat bulan dari kecelakaan tersebut, bulek aseh meninggal.

Sedang Mak Wiji, ibu kandung bapak, mulai sakit sakitan , dan mirisnya Mak Wiji melewati harinya tanpa satupun ada yang perduli, keponakkan, dan saudaranya acuh terhadapnya, mereka hanya mau enaknya saja, sedangkan saat Mak Wiji butuh bantuan mereka semua menjauh, itulah karma yang harus mereka terima dari hasil perbuatan dzalim nya pada ibu.

kembali lagi pada kisah kami.

ibu yang sudah melahirkan, bayi perempuan cantik, putih bersih dan lucu, waktu itu, ada kekalutan yang menghinggapi wajah teduhnya, mungkin ibu memikirkan bagaimana ia harus bekerja memenuhi kebutuhan kami, sedangkan ada bayi mungil yang butuh penjagaan dan perawatan darinya.

Di usia adikku yang ke tiga bulan, anak dari budhe (keluarga ibu), meminta ijin untuk merawat adikku, karena di usia pernikahan yang ke tiga mereka belum juga mendapatkan momongan, entahlah bagaimana awalnya, akhirnya ibukku mengiyakan, adikku Rini diasuh dan dirawat oleh anaknya budhe.

Setelah Rini di bawa keluarga budhe, lebih tepatnya anaknya budhe yang ingin merawat adikku, ibu sering melamun dan menangis sendirian di malam hari, dan aku sering melihatnya dalam intipan pura pura tidurku, aku tau, ibu pasti sedih dan merasa bersalah karena tidak bisa merawat anaknya dengan kedua tangannya sendiri, namun keadaanlah yang telah memaksanya untuk merelakan buah hatinya dalam pengasuhan orang lain.

Ibu kerja banting tulang demi bisa menghidupi kami dengan layak, buruh cuci, buruh setrika, buruh bersih bersih, jualan botok keliling, itulah kegiatan ibu tiap harinya, demi kami anak anaknya, ibu rela melakukan apapun, hingga tak perduli begitu lelah raganya.

aku sebagai anak tertua, tak mau diam saja melihat ibuku kerja banting tulang sendirian, meskipun usiaku masih kecil, dengan iklas dan penuh semangat, aku mulai membantu ibu mencari nafkah.

tiap hari, sepulang dari sekolah, aku membantu di toko tetangga, sekedar untuk di suruh suruh, disuruh belanja, disuruh menyapu, bahkan di suruh memijat pemilik toko, lelah, sudah pasti, tapi aku iklas, karena aku tak ingin ibu menanggung beban sendirian.

setiap hari, setelah pulang dari membantu di toko tetanggaku, aku selalu membawa pulang uang tujuh ribu rupiah, saat itu uang segitu begitu sangat berarti, sudah bisa membeli beras dan lauknya.

hidup yang keras serta serba sulit membuatku harus kuat dan mampu berdiri sendiri pada kedua kaki ini, bekerja serabutan apa aja asal halal dan menghasilkan demi bisa membantu ibu memenuhi kebutuhan hidup kami, semua tidak membuatku malu tapi justru aku jadikan pelajaran hidup yang berharga sebagai bekal untuk melangkah dikehidupan selanjutnya.

#hidup yang tak mudah, bukanlah sebuah hukuman dari Tuhan, tapi sebuah pelajaran keikhlasan yang harus kita Aamiinkan, karena dengan pelajaran hidup yang sulit inilah, kita jadi tau arti dari rasa syukur, jangan pernah mengeluh dan merasa rendah, karena disaat kita mampu menerimanya dengan suka cita, insya Alloh kita memiliki nilai yang begitu tinggi di hadapan NYA.

Terpopuler

Comments

Rahmatika

Rahmatika

lanjut Thor

2022-05-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!