C E M B U R U

Jangan karena prosesmu lambat, bukan bearti kamu gagal. Nikmati jalani dan yakin jika suatu saat nanti, apa yang kamu mau pasti bisa diraih.

❣Selamat Membaca❣

Jam lima sore, Devan baru tiba di rumah. Ia menatap kesegala arah yang hening tak tampak ada siapapun. Biasanya ada sang papa di teras rumah tengah membaca koran dan sang mama yang sibuk meyiram bunga. Tapi tidak dengan kali ini, Devan hanya disambut dengan wajah cemberut sang Kakak angkat.

"Masih marah, Kak?"

"Menurut lu gimana? Baru beberapa bulan di kota, sudah belagu!"

Devan terdiam, ia hanya menundukan kepala. Jika saja yang mengumpat bukanlah Mikha, sudah pasti akan ia hajar mulut tajam itu.

"Dev.. kemarilah! Ada yang mau Papa dan Mama bicarakan." Wira memanggil Devan pelan namun sorot matanya tak bisa dipungkir jika ia tengah menahan amarah.

"Ada apa, Pah?"

Wirawan pun memarahi Devan, karena menurut cerita Mikha, Adik angkatnya itu menghajar Caka sampai tak berdaya. Wira tak menyukai sikap Devan yang kasar dan semena-mena.

"Dari dulu, gue memang seperti ini. Ada yang kurang ajar sudah pasti kuhabisi." Devan berujar santai, tapi tatapanya mengarah kewajah Mikha.

"Maksudmu, apa Dev?"

Devan menceritakan alasan kenapa ia menghajar Caka. "Mentalku tidak sesiap itu, dadaku sesak jika ada yang memanggilku anak pungut."

Sorot mata Devan berkaca-kaca menujukan betapa ia terluka. Hal itu tentu membuat Mikha merasa bersalah. "Maaf Dev!"

"Besok, ajak pacarmu bernama Caka itu, biar Papa yang tampar mulutnya!" kesal Wira kepada Mikha.

"Maaf, pah! Aku tidak tahu jika Caka menghina Devan tadi."

"Gak masalah Kak, aku sudah terbiasa, tidak diterima dimanapun."

Devan beranjak dari duduknya, setelah itu masuk kedalam kamar. Hal tersebut tentu saja membuat Mikha dan kedua orang tuanya merasa bersalah.

"Kha, lain kali... jangan asal menuduh, cari tahu penyebab Adikmu marah!"

"Iya Pah, maaf!"

Karena Devan tak mau keluar dari dalam kamar, tentu membuat Wira dan istrinya panik. Sejak pulang dari kuliah tadi, Devan juga tak mau makan. Yang akhirmya membuat Mikha memutar otak untuk mencari cara, agar Devan keluar dari dalam kamarnya.

"Haaah. Kak Mikha serius?"

"Iya. Sudah kalian gak usah bawel! Masuk dan usahankan Devan keluar kamar dan mau makan!"

Mikha memang menghubungi Bagas, Adi dan Celo untuk datang ke rumah. Berharap Devan mau makan jika ada teman-temanya.

"Ngapain kalian kesini?" Devan berdecak heran namun tetap membuka pintu kamar dan mempersilahkan sahabat-sahabatnya masuk.

"Lu kok manja sih, Dev. Masa ngambek sampai gak mau keluar kamar." Celo menyeringai.

"Duh sok tau lu! Gue gak marah sih sebenernya."

"Lah terus. Kalau kagak marah, kenapa gak mau makan?"

"Bego lu, otak kagak nyampe! Gue cuma pura-pura marah, cari tahu seberapa perdulinya orang tua angat gue dan Kak Mikha." Devan menjelaskan membuat sahabat-sahabatnya berdecak lega.

"Uuuuh syukurlah. Gue kira marah beneran, soalnya kak Mikha panik banget, lu marah dan gak mau makan." Adi menghela napas.

Devan pun memutuskan untuk keluar dari kamar dan mau makan. Hal itu disambut bahagia oleh Mikha dan kedua orangtuanya.

"Mau makan apa? Mama kupasin apel ya?"

"Atau kakak ambilin nasi goreng?" Mikha pun berusaha.

"Terserah kak Mikha dan Mama saja."

Devan malu sendiri, karena ia diperlakukan layaknya anak TK. Sungguh kasih sayang keluarga barunya bukan pura-pura. Entah harus senang atau tidak yang pasti, kini ia merasakan, menjadi anak yang diperhatikan itu seperti apa bahagianya.

***

Keesokan harinya, Devan sengaja berangkat ke kampus ikut mobil milik Mikha yang tentu saja membuat Caka semakin cemburu. Ia langsung menarik tangan Mikha agar menjauh dari Devan.

"Ehh bro, jangan kasar dong! Sakit tangan Kak Mikha gegara lu!"

"Banyak bacot lu! Gue gak suka, lu deket-deket cewek gue!"

"Haaah!" Mikha menghempas tangan Caka lalu menjauh dari kelasihnya itu. "Devan Adek gue, kok lu nyolot sih!"

"Adek ketemu gede. Dia hanya anak pungut, siapa yang akan menjamin jika dia tidak akan jatuh cinta ke elu."

Mendengar ucapan Caka membuat Mikha menggeleng pelan. Ia memilih untuk menjauhi Caka, sebab Mikha tentu saja kesal, pria yang hampur 1 tahun menjadi kekasihnya itu, tak memiliki kepercayaan sama sekali kepadanya.

"Cowok posesif, gak akan pernah langgeng kalau pacaran!" bisik Devan pelan di telinga pria itu. Dan gilanya ia tak ragu sama sekali menegakan jari tengah ke arah Caka.

"Anjir... berani banget tu bocil. Awal saja, patah tanganmu sore ini!" decak Caka kesal.

Caka pun mengumpulkan teman-temanya dan meminta mereka untuk menghajar Devan, ia juga memerintahkan mereka agar bisa mematahkan jari jemari anak itu.

Ssatt...

Tanpa mereka ketahui, sedari tadi ada Bagas yang mendengar sangat jelas semua rencana Caka dan kawan-kawanya. Bagas segera memberi tahu hal itu kepada Devan dan yang lain.

"Hahaha, mampus lah!" umpat Devan seraya melipat tangan di dadanya.

"Memangnya lu ngapain dia sih?" Adi penasaran.

"Nih.. gue kasih ini!"

Tak ragu Devan mengacungkan jari tengah yang spontan membuat sahabat-sahabatnya tertawa.

"Astaga Devan, gimana Caka gak marah. Lu asli parah memang." Bagas membuka suara.

"Bodooo... lagi pula, gue memang kesel banget liat muka, sampah masyarakat bentukan Caka. Rasa ingin menyeret kakinya, lalu melemparkan tubuh dia dari lantai tiga." Devan tak ragu menunjukan rasa tak suka terhadap Caka.

"Waduh, sadis lu! Ngeri gue."

Hahahahahaha!

Mereka pun tertawa bersama, lalu diam sejenak mengatur napas dan akhirnya tertawa lagi. Devan menceritakan sikap Caka pada Mikha tadi pagi.

"Dia tarik kasar tangan Kakak gue dan bilang, kalau gue bakal rebut Kak Mikha dari dia. Sumpah ngakak banget, anjir... Caka cemburu cuy ke gue."

Mendengar cerita Devan mereka pun akhirnya tertawa terbahak-bahak, meski sebenarnya cerita Devan tidak lucu sama sekali. Tertawalah sebelum tawa itu di larang.

"Kan, lu Adeknya Mikha, masa dicemburuin. Mana boleh seorang Adik jatuh cinta ke Kakaknya sendiri. Hahahahaha........!!" Celo memperjelas.

Tentu saja Devan seketika terdiam, ia seolah tak menerima ucapan Celo baru saja untuknya.

"Bagaimana, jika nyatanya? Aku memiliki rasa terhadap Kak Mikha." ucap Devan lirih didalam hati. Karena sebenarnya ia terpesona kepada Mikha sejak mereka bertatap muka.

"Woy... kok diam sih?" Adi membuyarkan lamunan Devan, ekspresi terkejut anak muda itu sungguh terlihat lucu bagi mereka bertiga.

"Astaga, lagi mikirin apa sih lu?"

"Mikirin hutang Negara. Kepo lu!"

Devan memasamkan wajah, sementara sahabat-sahabatnya tertawa tebahak-bahak melihat sikapnya. Tak ada batasan antara mereka dan Devan. Adi, Bagas dan Celo tak pernah sekalipun mengungkit siapa Devan dan masalalunya.

"Pulang pake mobil gue yuk!"

"Ogah. Sombong lu!"

"Muheehe.. bukan sombong kawan, tapi gue dapet izin pake mobil setelah masuk kuliah." Bagas berujar bangga.

Devan dan yang lain, hanya mengernyitkan wajah. Tapi mereka tetap mengindahkan permintaan Bagas, agar mencoba mobil milik temanya itu.

"Jangankan mobil, motor aja gue kagak punya." decih Devan spontan.

.

.

.

.

B E R S A M B U N G

Terpopuler

Comments

Khusnul Ibu'e Fida El-Rabbani

Khusnul Ibu'e Fida El-Rabbani

devan jangan dekil2 napa ya

2022-05-29

0

mama Al

mama Al

Devan kamu itu cowok
masa cowok ngambekan

2022-05-01

0

hanum hakim

hanum hakim

kamu harus kuat Devan.... jangan mau diremehkan

2022-04-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!