Allah tahu kamu kuat, itu sebabnya diuji sedemikian habat. Allah tahu kamu tangguh, itu sebabnya diberi cobaan sesulit itu. ~ Devan.
🌸Selamat Membaca🌸
Ini hari kedua, Devan tinggal di rumah besar milik Wirawan, sejauh ini ia masih malu untuk keluar dari dalam kamar, ia masih belum mau bertatap muka langsung dengan Mikha, wanita muda yang dua hari lalu membuat rusak ponsel miliknya.
"Kata paman, ada anak temenya tinggal di sini. Siapa, mah, pah? Kok aku belum melihat wajahnya walau sebentar." decak Mikha heran.
"Ada, dia tidur di kamar itu!" bu Lita menunjuk kearah pintu kamar dimana Devan tengah beristirahat.
"Namanya siapa sih?" tanya Mikha lagi.
"Namanya, Devan Narendra Kalla, umurnya baru 19 tahun," kini Wirawan yang menjelaskan.
"Wooow... namanya keren buanget, pasti cakep."
"Di larang jatuh cinta! Karena usiamu 3 tahun lebih tua dari dia. Paham!" si papa berucap serius.
"Siap...!!"
Malam ini, Mikha sengaja berlama-lama berada di meja makan, karena menurut si Mama dan si Papa. Pria bernama Devan itu, akan makan setelah keduanya selesai.
"Kepo gue..! Cowok kok pemalu!" decak Mikha seraya menautkan kedua alisnya.
Dan... benar saja, tak lama kemudian pintu kamar pun terbuka. Devan terkejut luar biasa saat mendapati ada Mikha yang kini tengah menatapnya.
"Luu... yang beberapa hari lulu, gue tabrakan?" Mikha coba untuk mengingat.
"Ahaha... masa sih. Saya lupa," tawa Devan datar.
Mikha memilih diam sejenak, ia memandangi pria muda dihadapanya, dan ia yakin sekali, jika Devan'lah orang yang tak sengaja bertabrakan tubuh denganya.
"Mana ponsel lu?"
"Rusak."
"Tuhh kan, bener. Maaf ya! Tapi, kok bisa lu ada di rumah gue?"
"Maaf mbak Mikha! Kalau ngomong gak usah pake lu... gue! Telinga saya sakit dengernya." jujur Devan yang seketika membuat Mikha kesal.
"Di Jakarta, lu, gue... bisa aja. Kampungan banget sih lu!"
Devan tak memperdulikan ucapan Mikha, ia berlalu dari hadapan gadis itu, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Woy, gue tanya tadi. Lu belum jawab!" Mikha menghentikan langkah Devan.
"Besok saja, saya mau tidur."
"Njir.. baru kali ini ada cowok, ketus ke gue!" Mikha menautkan kedua alisnya.
Sementara Devan langsung merebahkan tubuh di atas ranjang, seraya memegangi perutnya, sebab ia belum sempat untuk makan malam, padahal rasanya lapar sekali.
"Laper banget. Mau keluar dan cari makanan, tapi takut... takut kalau di culik." Devan berujar sendiri.
Devan bukan anak polos, tapi otaknya sedikit bego, namun karena cita-citanya menjadi orang kaya, ia bertekad untuk kuliah dan mendapatkan gelar sarjana. Devan berharap suatu saat nanti, ia akan memiliki mobil dan rumah sendiri. Devan suka sekali membuat onar, mencari masalah dan satu-satunya hal yang bisa dibanggakan darinya hanyalah wajah tampan nan rupawan. Akhirnya malam ini, ia tertidur dengan perut lapar.
***
Juli 2019, bulan dimana Devan pertama kali masuk kuliah, ia berdecak bahagia dan menyambut dengan begitu semangatnya.
"Ihh...!" Mikha menatap sebal kala bertemu Devan di meja makan saat mereka semua sarapan.
"Dev, semangat! Ini hari pertama kamu kuliah," Wira menyemangati.
"Terima kasih pak Wira," sahut Devan bersemangat juga.
Kedua orang tua Mikha memang terlihat sangat akrab dengan Devan, pak Wirawan dan bu Lita sangat perhatian dengan anak muda berusia 19 tahun tersebut.
"Pak Yanto, tolong antar Devan ke kampus, ya!" titah bu Lita kepada sopir pribadinya.
"Siap nyonya."
Mereka semua sudah berada di teras rumah, Mikha siap melangkah menuju mobil pribadinya, sedangkan Devan masih sibuk berpamitan.
"Bu.. pak, saya bisa berangkat ke kampus sendiri, gak perlu di antar!" tolak Devan lembut.
"Dev.. kamu belum terlalu paham kota, jadi di antar saja ya!"
"Saya bisa naik angkot pak. Sebelumnya pak Gama memberiku uang sebesar 1 juta, in sya Allah, cukup untuk naik angkot dan jajan ala kadarnya selama 1 bulan." jujur Devan dan seketika membuat Mikha tertawa.
Buhahahahahahaha! Tawa Mikha tak bisa di hindarkan, baginya Devan benar-benar lucu, ia mendekati keberadaan anak muda itu lalu menepuk pelan pundak Devan. "Ehh Dev... satu juta, itu uang jajan gue, untuk dua hari, laah elu buat sebulan, mana bisa? Mau jajan apa lu, permen karet!" cetus Mikha mengejek.
"Dihh sombong! Saya anak yang hemat, jadi bisa atur uang sebaik mungkin." Devan membalas.
"Hahaha... buat apa hemat, hah?"
"Hemat pangkal kaya."
"Njir, lu hemat, tapi gak kaya-kaya juga. Mending ke kampus gue anter aja yuk!" Mikha menarik tangan Devan.
"Ogaaah, lepasin tangan saya! Males, naik mobil bareng anda, nanti bisa-bisa saya kena penyakit jantung!"
Mikha dan Devan memang selalu bertengkar, tak pernah akrab, bahkan hal kecil selalu di permasalahkan. Terlebih mulut Mikha yang terkesan tajam membuat Devan kadang merasa sakit hati.
"Hiih, dibaikin gak mau, dijahilin juga gak mau, terserah lu deh!"
Secepat kilat Mikha masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraan miliknya, untuk menuju ke tempat ia bekerja. Sedangkan Devan diantar ke kampus, oleh pak Yanto.
.
.
.
"Pak, mbak Mikha itu memang judes dan cerewet ya?"
"Iya mas Devan, tapi mbak Mikha orang baik kok, dia sebenarnya nggak sejudes yang mas Devan pikir!"
"Gitu ya."
Entah mengapa, Devan merasa tidak betah tinggal di rumah pak Wirawan. Ia menghubungi pak Gama untuk meminta pindah.
"Kok ga boleh, sih?" decak Devan kesal.
Karena setelah menghubungi pak Gama, ayah angkatnya itu tak memberi izin ia untuk pindah tempat tinggal.
"Mas, anaknya pak Gama ya?"
"Bukan, saya hanya anak angkatnya Pak Gama."
"Ohh, begitu ya. Jelas mas ga boleh pindah,"
"Lah, kenapa pak?"
"Istri pak Wira dan pak Gama, saudara kandung, jadi mas Devan di titip kan ke orang yang tepat, sebab pak Wira adalah adik ipar dari pak Gama."
"Buset... artinya pak Gama orang kaya dong."
"Jelas.. pak Gama dan pak Wira memiliki perusahaan besar dari turun temurun."
Sejenak Devan terdiam, ia menarik sudut bibir lalu tersenyum getir. Sebab selama ini pak Gama tak pernah menunjukan jika beliu orang berpunya.
"Pak Gama, buat apa bohong? Karena beberapa kali selalu mengatakan, meski bukan orang kaya, dia dan istrinya pasti mampu membiayai uang kuliahku." ucap Devan pelan.
"Waah, kalau itu saya kurang tau mas."
Devan hanya menghela napas pelan, banyak tanya berputar-putar dalam pikiranya.
***
Tibalah, Devan di halaman kampus, ia berjalan pelan seraya menatap kesegala arah. Banyak mahasiswi dan siswa disana, saling berkumpul dan memiliki kelompok masing-masing, hanya Devan yang seorang diri, jangankan teman, siapapun tidak ada yang mengenalnya.
"Permisi.. permisi!" ujar Devan sesopan mungkin saat masuk kedalam ruang kelas. Sikapnya menimbulkan gelak tawa diantara beberapa pria muda didalam ruangan tersebut.
"Sopan benget bro, pasti dari kampung, jadinya kampungan...!
Hahahahaha!
Mereka tertawa lagi, hanya ketiga anak-anak inilah yang tertawa seolah sikap Devan dan menganggap sebegitu lucunya.
"Iya.. rumahku di kampung cinta, jalan hati-hati, RT 5, RW 7... orang sombong masuk sana, dijamin mati!"
"Haaah!"
Seketika mereka balik terdiam, mau tertawa tapi seram, tak ada sepatah katapun mereka lontarkan lagi.
"Buhaahahahaha!"
Kini Devan yang tertawa, lalu berjalan menuju kursi paling belakang. Sikap ketiga pria itu membuat ia tertawa geli.
"Anak kota jangan sok berkuasa, melawan patah tangan anda!" cutusnya tak mau mengalah.
Jangankan anak kota, yang rata-rata mukanya imut kayak oppa-oppa Korea. Preman di kampung saja, Devan patahkan tangan dan kakinya. Satu-satunya orang yang melukai tapi tak pernah ia balas, hanyalah sang Ayah.
.
.
.
.
B E R S A M B U N G
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Khusnul Ibu'e Fida El-Rabbani
devan pinter2 bawa diri ya,tunjukan bahwa kamu bisa seperti kakak kamu,
2022-05-29
0
Khusnul Ibu'e Fida El-Rabbani
motivasinya sip markusip thor shan
2022-05-28
0
🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻
Suka Quotesnya Kk Shanty
2022-04-20
0