“Berhenti mengganggu kehidupanku!”
“Kyaaa…”
Seakan waktu terhenti, Choon Hee langsung melepaskan cengkeramannya dari rambut Hyeri tatkala melihat Hoon dan Yeon Seok terpaku di depan pintu masuk ruang kopi. Dalam keadaan murka, Choon Hee berjalan menerobos keduanya dan menghantup bahu mereka dengan keras.
“Apa yang kau lakukan? Bodoh, kejar,” bisik Hoon kesal.
Menyadari maksud dari sahabatnya, Yeon Seok pun bergegas mengejar Choon Hee yang telah melangkah cukup jauh.
“Choon Hee!”
Setengah berlari Yeon Seok memanggil namun, tidak ada niatan Choon Hee untuk berbalik. Dia terus melangkah menuju atap perusahaan.
Diam, Yeon Seok tampak mengatur napas sembari memandang Choon Hee yang telah duduk membelakanginya di salah satu kursi yang tersedia. Sejenak ia memperhatikan sekitar yang dipenuhi tanaman, atap perusahaan yang diatur sedemikian rupa agar bisa menjadi tempat bersantai para karyawan, hari itu terlihat sangat sepi. Hanya ada dia dan Choon Hee.
“Ada apa?” tegur Yeon Seok setelah duduk di sampingnya, “kau terlihat sedikit berbeda. Apa karena naluri seorang Ibu?”
Lama, bahkan cukup lama Yeon Seok membiarkan Choon Hee yang akhirnya terisak pelan. Untuk beberapa menit dia menatap langit biru yang cerah. Sosok Hoon pun sempat datang membawakan dua gelas matcha latte ice. Walau ada rasa penasaran sebab meyaksikan keadaan Choon Hee tetapi, dia memilih segera pergi.
“Sudah lebih nyaman?” kembali Yeon Seok menegur usai Choon Hee meneguk sedikit minumannya.
“Ng,” sahut Choon Hee seraya mengangguk pelan.
“Maaf, mungkin tidak tepat jika aku membicarakannya sekarang. Tapi, aku sudah tahu tentang kabar meninggalnya suamimu. Enam bulan setelah kejadian itu kau pindah kemari dan membiarkan kedua orang tuamu mengelola toko alat tulismu hanya agar mereka tidak bosan,” jelas Yeon Seok.
Tidak ada reaksi, Choon Hee hanya diam tanpa peduli akan Yeon Seok yang menunggu jawabannya.
“Mau mendengar penjelasanku tentang kejadian 18 tahun lalu?” tanya Yeon Seok ragu.
“Terserah,” sahut Choon Hee dingin.
“Aku melakukan transplantasi jantung, dan kemungkinan berhasilnya kecil karena aku sempat mengalami pendarahan sebelumnya.”
Ada rasa syok yang begitu besar hingga membuat jantung Choon Hee berdegup sangat kencang namun, dia tetap diam dan tidak ingin Yeon Seok mengetahui rasa gugupnya sekarang.
“Persiapannya cukup lama dengan kemungkinan selamat yang kecil membuatku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita. Dan lima bulan setelah hubungan kita berakhir, mereka berhasil menemukan jantung yang cocok. Lama, bahkan sangat lama agar aku benar-benar bisa beradaptasi dengan jantung baru. Sampai hari di mana aku berniat untuk kembali juga menjelaskan semua yang terjadi, ternyata aku harus menerima kenyataan kau pun telah berhasil menghapusku dengan baik dan membuka hati untuk pria terbaik.”
Tampak Choon Hee memegang cukup kuat gelas plastiknya dan Yeon Seok terlihat menghela napas berat, untuk beberapa detik mereka terdiam, seolah memberi ruang pada diri masing-masing agar bisa lebih tenang dan menerima seluruh kejadian yang lalu.
“Aku harus kembali bekerja,” kata Choon Hee seraya beranjak.
Tidak ada sahutan dari Yeon Seok sebab ia tertunduk sembari mengerjap cepat, berusaha menahan agar tidak ada air mata yang mengganggu momen mereka.
“Apa kau masih tidak ingin memaafkanku?”
Sontak langkah Choon Hee terhenti sementara, Yeon Seok telah berdiri dan memandangi punggungnya dengan tatapan datar.
“Kau mengatakan putus dengan mudah. Dan di saat aku sudah benar-benar sakit karena kehilangan suamiku, kau memintaku untuk memaafkanmu?”
Segera Choon Hee melangkah pergi meninggalkan Yeon Seok yang hanya bisa terpaku tanpa ekspresi dengan tatapan dingin. Seakan tidak ada yang bisa ia lakukan, bahkan melangkahkan kaki untuk mengejar Choon Hee pun baginya menjadi suatu hal yang salah.
...◇◇◇...
“Kau masih bertemu dengan om-om itu?”
Sesaat Choon Hee menoleh usai mendengar suara Ye Jun dari ponsel Hermione yang tengah melakukan video call. Dan mendapati reaksi Sang Ibu, ia pun langsung menjauh berjalan naik ke kamarnya.
“Hei, kenapa gelap? Jawab aku,” teriak Ye Jun karena tak kunjung dijawab.
“Bodoh. Kenapa kau bahas “orang gila” itu di depan Ibuku. Nanti Ibuku berpikir macam-macam,” omel Hermione yang kembali terfokus pada Ye Jun setelah menutup pintu kamar.
“Mana aku tahu kalau ada Ibumu di sana,” sahut Ye Jun tak mau kalah.
“Kau tahu kalau setiap video call, aku tidak pernah sembunyi-sembunyi dari Ibu.”
“Haaa…iya, maaf. Jadi, bagaimana tadi?” kata Ye Jun yang memilih untuk mengalah.
“Masih. Dan dia pun lebih mengenaskan dari sebelum menceritakan alasan putus dengan kekasihnya.”
“Benarkah? Jadi, bagaimana? Mereka kembali bersama?”
“Melihat wajah dan pernyataan kalau wanita itu menghindarinya, sudah pasti keadaannya makin buruk.”
“Sayang sekali, ya. Kira-kira wanita itu menghindar karena anaknya atau masih mencintai suaminya?”
“Kupikir keduanya. Tapi, keadaan wanita itu mirip Ibuku. Kalaupun penggambarannya seperti itu, aku sebagai anaknya tidak akan mau Ayahku digantikan orang sepertinya.”
“Kenapa? Bukannya kau pernah cerita jika dia termasuk pria kaya dan mapan, juga hanya mencintai satu wanita.”
“Dia pengecut dan bahkan tidak pandai berkelahi. Tidak ada sedikitpun figur Ayah yang cocok untuknya.”
“Eii…memangnya kau sudah pernah melihatnya berkelahi?”
“Mmm…seingatku belum. Tetapi, melihat tampangnya yang seperti orang bodoh, sedikit membuatku ragu.”
“Eii…tidak bisa seperti itu. Sudah sering kukatakan padamu…”
“Don’t judge a book by its cover,” kata mereka bersamaan.
“Aku tahu,” tambah Hermione, “hanya saja, cover yang dia perlihatkan benar-benar buruk.”
“Mungkin dia memiliki cover yang berbeda saat bersama kekasihnya. Siapa yang tahu,” sahut Ye Jun seraya mengangkat kedua bahunya sesaat.
“Bisa jadi. Entahlah. Percintaan orang dewasa itu terlalu rumit. Jadi, kapan kau kembali?” tanya Hermione yang akhirnya merubah fokus perbincangan mereka.
“Mungkin setelah semester kedua, saat libur musim semi. Kau akan pulang ke Busan waktu itu?”
“Kalau kau benar-benar pulang, aku akan beritahu Ibu. Kabari saja nanti, seminggu sebelumnya.”
“Hmm, baiklah. Sudah cukup malam di sana, aku lanjut belajar dulu. Kau istirahatlah. Mimpikan aku. Hahaha…”
“Hmm, ya, sehat-sehatlah di sana. Minum ginseng merah yang aku kirimkan.”
“Iya, baru tiba kemarin dan sudah kuminum tadi pagi. Bubye.”
“Hmm.”
TOK! TOK! TOK!
Segera pandangan Hermione tertuju pada pintu kamar yang perlahan terbuka.
“Sudah selesai?” tanya Choon Hee sembari tersenyum lembut dan melangkah masuk ke dalam.
“Sudah. Dia bilang, akan pulang saat musim semi nanti. Apa kita akan ke Busan setiba waktu libur?”
“Kita lama tidak mengunjungi Kakek dan Nenek. Jadi, boleh saja.”
Sesaat mereka terdiam usai Choon Hee duduk di tepi ranjang sambil memandangi Hermione yang duduk di kursi meja belajar dan tampak fokus pada layar ponsel sambil mengulum senyum.
“Boleh Ibu bertanya sesuatu?” tanya Choon Hee yang sontak membuat Hermione langsung meletakkan ponsel dan fokus padanya.
“Apapun, Ibu,” sahut Hermione tegas.
“Apa kau bertemu seseorang akhir-akhir ini?”
Bola mata Hermione bergulir, berusaha tidak menatap Ibunya lagi tatkala takut akan pertanyaannya.
“Untuk yang sekarang, apa tidak ingin bercerita?”
“Bu, bukan begitu,” sahut Hermione panik, “tapi, aku hanya…”
“Takut Ibu marah?” sambung Choon Hee, seakan tahu maksud dari Sang Anak.
“Ng,” sahut Hermione seraya menunduk lesu.
“Sebenarnya siapa yang kau temui?”
“Sejak kepindahan kita kemari, aku selalu bermain di taman komplek sebelum pulang. Aku sebenarnya hanya ingin tenang setelah belajar di sekolah.”
“Lalu?”
“Lalu ada seseorang, dia tampak seumur Ibu. Tanpa sengaja jadi sering bertemu dan bercerita. Tapi…”
Kedua bola mata Choon Hee membesar saat Hermione tiba-tiba menatapnya sambil setengah berteriak diakhir kalimat.
“A, aku tidak pernah melakukan hal aneh,” lanjut Hermione, “hanya sekitar 15 sampai 30 menit. Setelah itu, aku tinggalkan dia,” tambahnya yang kemudian kembali tertunduk.
“Kau tahu namanya? Di mana dia bekerja atau sekolah? Umurnya? Dia tinggal di mana?”
“Aku tidak tahu nama dan umurnya. Aku hanya tahu kalau dia juga tinggal di sekitar sini dan bekerja di salah satu perusahaan. Kami tidak pernah bertemu di tempat lain, Bu. Hanya di sana dan itu pun tidak sering.”
Mendapati reaksi anaknya yang begitu takut dan panik, Choon Hee pun hanya menghela napas pelan. Ia beranjak dan memeluk Hermione yang sudah berkeringat dingin.
“Tidurlah. Ini sudah malam. Maaf, untuk pertanyaan Ibu yang membuatmu terdesak.”
“Tidak, aku yang salah karena tidak cerita,” sahut Hermione yang lalu memeluk erat pinggang Sang Ibu.
Senyum penuh kasih Choon Hee pun terukir. Ia melepas pelukan dan mengecup kening putri semata wayangnya.
“Sekarang kita hanya hidup berdua, sudah tugas Ibu menjagamu. Lain waktu, kenalkan orang itu pada Ibu dan tanyakan namanya. Jangan bermain sendirian dengan orang yang tidak kau kenal. Kau mengerti, kan?”
“Ng. Aku mengerti, Bu. Maaf.”
“Iya, sudah. Tidurlah. Ibu menyayangimu.”
“Aku juga sayang Ibu.”
Sesaat sebelum Choon Hee benar-benar melangkah keluar, Hermione tampak memandangnya ragu. Namun…
“Aku akan kirimkan foto orang itu kalau nanti kami bertemu atau bisa juga video call Ibu,” ucap Hermione tegas.
“Terima kasih, Sayang.”
Ucapan tulus Choon Hee tentu membuat Hermione melompat riang karena telah merasa aman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments