2nd Confession
Bagiku hal terindah adalah Tuhan beserta seluruh ciptaannya dan hal terburuk bagiku adalah, keluhan-keluhan manusia tentang hidupnya…
“Kita putus…”
“…Seok. Yeon Seok?”
Sosok berjas rapi tampak memanggil berulang kali seseorang yang tengah tertidur lelap di kursi kerjanya. Perlahan pria bernama Yeon Seok itu membuka mata. Keningnya berkerut menyoroti nametag pria berambut merah yang membangunkannya.
“Apa sudah jam rapat?” tanya Yeon Seok.
“Ini bahkan sudah jam makan siang. Kau tampak lelah,” ujar pria bernama Kim Hoon tersebut sembari menjatuhkan diri ke sofa.
“Haaa…entahlah. Setelah semua yang terjadi, akhir-akhir ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Seperti menyesali apa yang sudah aku lakukan.”
“Aku dapat kabar kemungkinan dia akan pindah ke tempat yang baru bersama anaknya,” kata Hoon seraya melirik penuh arti.
“Dia perlu kehidupan baru sepeninggal suaminya,” ucap Yeon Seok datar.
...◇◇◇...
“Hermione, kau yakin baik-baik saja?”
Seorang gadis manis bergigi kelinci dan dengan rambut keriting sepinggang itu sontak menghentikan kegiatannya menyusun buku di rak. Sorot bola mata cokelatnya yang begitu cantik menatap lekat wanita yang tersenyum lembut.
“Kata Paman Chang Hyuk, anak itu menghilangkan ingatan tentang orangtua yang telah meninggal walaupun terkadang ada rasa rindu. Namun, pasangan yang mereka tinggalkanlah yang lebih merasakan sakitnya,” jelas Hermione, “Ibu bagaimana? Apa di rumah baru ini akan baik-baik saja?”
Perlahan wanita yang ia panggil “Ibu” itu melangkah mendekatinya.
“Ibu akan baik selama kau baik,” ucapnya penuh kasih.
Benar, bukan tentang anakku yang telah kehilangan sosok Ayah. Namun tentangku, tentang seorang Cho Choon Hee yang tidak lagi memiliki tempat bersandar. Tempat untuk melampiaskan seluruh amarah dan sedih juga bahagianya. Tidak ada lagi tempat ia bermanja serta menyambutnya pulang dengan pelukan.
...◇◇◇...
“Jadi, Anda sudah memiliki anak dan kehilangan suami?”
“Iya,” sahut Choon Hee tegas.
“Alasan Anda ingin bekerja di perusahaan ini?”
“Karena saya sangat tertarik dengan desain ruangan.”
Sunyi kemudian, Choon Hee berusaha tenang memperhatikan pewawancara dari perusahaan tempat dia mengikuti tes hari itu.
“Di sini tertulis jika Anda pernah memiliki toko penyedia alat tulis kantor. Kalau kulihat nama toko ini cukup terkenal, kenapa tutup?”
“Sebenarnya tidak tutup permanen. Hanya sekitar satu tahun. Dari seminggu yang lalu sudah beroperasi lagi,” sahut Choon Hee.
“Ada alasan lain kenapa Anda membuka toko ini sementara, Anda juga telah bekerja di salah satu perusahaan desain terbesar di Busan?”
“Saya sangat suka menulis dan mendesain apapun. Entah hanya mencorat-coret warna, menulis hal-hal yang terjadi setiap harinya. Tidak tahu kenapa melihat peralatan tulis juga buku-buku agenda membuat saya begitu bahagia dan penuh semangat,” jelas Choon Hee riang.
Senyum tipis tampak terukir sekilas di wajah Sang Pewawancara usai mendapati reaksi Choon Hee.
“Mmm…kalau begitu tiga hari lagi akan kami kabari via telepon untuk hasilnya. Terima kasih telah meluangkan waktu dan semoga hari Anda menyenangkan,” ucap Sang Pewawancara dengan senyum ramah.
“Terima kasih banyak,” kata Choon Hee sembari membungkuk sesaat sebelum beranjak keluar ruangan.
Sementara, di saat yang sama Hermione tengah duduk di salah satu ayunan dalam taman komplek rumahnya. Sejenak dia menatap langit siang yang cukup cerah, sebelum akhirnya menghela napas pelan.
“Hari pertamamu di sekolah baru, kurang menyenangkan?”
Sosok Yeon Seok dengan setelan jas biru dongkernya menatap lekat Hermione.
“Sejak kapan kau datang?” tanya Hermione ketus.
“Sejak kau menatap langit dengan pandangan penuh harap. Kapan kau akan memanggilku Paman?” tanya Yeon Seok yang kemudian mengalihkan pandangan kearah kotak pasir di hadapan mereka.
“Untuk apa aku menghormati orang yang hanya aku temui di jalan dan suka berkeliaran dengan setelan jas kantor seolah dia pekerja kantoran,” omel Hermione yang kini memandangi hal yang sama.
“Sudah sebulan kita sering bertemu tapi, kau masih tidak hormat padaku.”
“Untuk apa aku hormat pada orang sepertimu.”
“Sudah kukatakan, aku ini pegawai kantoran di salah satu perusahaan besar. Walaupun jabatanku tidak tinggi, setidaknya aku menghasilkan uang dengan kinerja yang baik,” omel Yeon Seok.
“Haaa…terserah kau saja. Aku benar-benar tidak tertarik dengan hidupmu. Dan kalau Ibuku sampai tahu tentangmu yang selalu menguntitku, dia pasti akan menghajarmu. Bagaimana mungkin anak kelas satu SMP bisa berteman dengan om-om sepertimu,” sahut Hermione lebih ketus dari sebelumnya.
“Hei, aku tidak menguntitmu seperti seorang pedofil ataupun maniak. Aku memang sering kemari karena kebetulan tempat ini salah satu tempat ternyaman di komplek. Rumahku juga tak jauh dari sini. Kau benar-benar menyakiti hatiku. Dasar gadis nakal. Aku pergi,” jelas Yeon Seok seraya beranjak.
“Terserah,” ujar Hermione tak peduli.
Dan baru beberapa langkah, Yeon Seok tiba-tiba berbalik dan menatap kesal Hermione.
“Tidak ingin menahanku?” tanya Yeon Seok heran.
“Dasar gila,” umpat Hermione dengan kening berkerut, “untuk apa aku menahanmu.”
“Karena aku tampan. Hahaha…” sahut Yeon Seok seraya tertawa puas.
“Iish…” cibir Hermione, “kembali bekerja. Aku mau pulang,” perintahnya yang kemudian beranjak dan melangkah kearah berbeda.
Senyum geli terukir di wajah Yeon Seok selagi memperhatikan punggung Hermione yang perlahan menjauh.
“Hei, boleh kutahu namamu?!” seru Yeon Seok.
“Hermione!” teriak Hermione tanpa berbalik, “Hermione Lee Grint!”
“Apa?! Wuahahaha…”
Tawa Yeon Seok yang sontak memenuhi taman yang cukup sunyi membuat Hermione seketika menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap tajam Yeon Seok yang mentertawaknnya. Layaknya air yang mendidih, wajah Hermione tampak merah padam dan sesaat kemudian…
BRUK!
“Ugh!”
Seketika Yeon Seok terduduk sambil memegangi perutnya yang di tendang Hermione cukup kuat.
“Hei, bocah nakal!” umpat Yeon Seok dengan suara tertahan.
“Kau tertawakan namaku, dasar hidung belang,” ujar Hermione tak mau kalah, “aku pulang,” tambahnya yang lalu berlari meninggalkan Yeon Seok yang kesakitan.
...◇◇◇...
“Ibu, bagaimana hari pertama bekerja?” tanya Hermione.
Sejenak hening, sesaat Hermione memperhatikan Choon Hee yang masih fokus pada pekerjaannya, sebelum kemudian memandangi sekitar yang dikelilingi rak serta buku-buku yang mengisi ruangnya.
“Ibu sangat suka membaca? Apa itu menyenangkan?”
“Aaah…akhirnya selesai,” ujar Choon Hee yang lalu bersandar di kursinya.
Senyum terukir di wajah Choon Hee setelah ikut memperhatikan sekeliling. Hermione yang tahu jika Sang Ibu mendengar seluruh pertanyaannya pun tetap menunggu dengan sabar.
“Ibu sangat suka membaca. Apapun, bahkan tulisan di baju seseorang pun akan Ibu baca. Jika tidak sempat terbaca sampai selesai, Ibu akan mengejar orang itu. Hahaha…”
“Benarkah?” ucap Hermione setengah geli.
“Iya. Tapi, karena sedikit berbahaya, Ibu sedikit mengurangi kebiasaan itu,” jelas Choon Hee, “dan hari pertama bekerja, sangat menyenangkan melihat wajah-wajah baru. Tetapi, kau tahu Ibu, kan, cukup sulit berbaur dengan orang baru. Karena trauma masa lalu tentang terlalu percaya dengan orang baru, Ibu jadi sedikit menjaga jarak. Kau sendiri bagaimana?”
“Mmm…tidak buruk. Walaupun tidak memiliki trauma tapi, sekarang aku lebih memilih menjaga jarak. Sendiri ternyata tidak terlalu buruk. Hehehe…”
“Jangan paksakan dirimu untuk bertindak di luar kebiasaan,” kata Choon Hee lembut.
“Entahlah, Ibu. Tetapi, sementara ini aku hanya ingin sendiri.”
“Sejak kapan?”
“Mungkin ini akan menyakiti Ibu namun, sewaktu Ayah meninggal, tidak satu pun teman sekolahku yang datang kecuali, Ye Jun. Aku marah, benci dan sedih. Sejak itu aku tidak lagi percaya orang lain,” jelas Hermione lirih.
Mendengar setiap kata dari Sang Anak, Choon Hee pun beranjak dari duduknya dan berjongkok di hadapannya.
“Maafkan Ibu yang belum bisa membahagiakanmu,” ucap Choon Hee penuh sesal.
Segera Hermione turun dari kursinya dan memeluk erat Sang Ibu.
“Aku hanya sedikit merindukan Ayah. Maaf,” kata Hermione dengan suara serak.
“Jangan minta maaf. Tidak ada yang salah atas apapun yang terjadi pada Ayahmu.”
Perlahan Choon Hee melepas pelukannya dan menghapus air mata Hermione yang telah terisak.
“Jika rindu, berdoalah. Ayahmu akan lebih bahagia jika kau berdoa dan selalu berbuat baik. Tuhan pun akan sangat senang melihat makhluk-Nya suka mengadu hanya pada diri-Nya. Kau mengerti, kan?”
“Ng,” sahut Hermione sembari mengangguk.
Kembali Choon Hee memeluk buah hati semata wayangnya yang kini beranjak dewasa. Sembari mengusap lembut rambut Hermione, ia pun terisak dalam diam.
“Hermione? Hahaha…”
Gelak tawa Yeon Seok kembali memenuhi ruang apartemennya setelah hampir seminggu mengetahui nama dari anak perempuan yang sering dia temui dua bulan terakhir.
“Apa lagi yang kau tertawakan?” tanya Hoon sambil meletakkan secangkir teh hijau di meja kerja Yeon Seok.
“Kau tahu, gadis yang sering aku temui di jam makan siang?”
“Gadis berambut keriting seperti tokoh Hermione di film Harry Potter?”
“Iya, dan lebih mengejutkan ternyata namanya juga Hermione. Hermione Lee Grint. Menggelikan. Hahaha…”
“Hahaha…benarkah? Hahaha…”
Sesaat gelak tawa keduanya benar-benar memenuhi ruangan.
“Aduuh…hahaha…orangtuanya benar-benar penggemar Harry Potter,” ujar Hoon sembari menghapus air matanya yang sempat keluar.
“Entahlah. Hahaha…jika aku bertemu dengannya, mungkin aku akan tertawa lagi,” kata Yeon Seok yang masih setengah geli.
“Kau tidak bertemu dia lagi?”
“Seminggu ini kau bisa lihat kalau pekerjaanku banyak. Proyek kali ini agak sulit bagiku,” keluh Yeon Seok.
“Hmm,” sahut Hoon seraya mengangguk pelan, “bicara tentang proyek, kemarin aku mengantar berkas ke ruang desain dan sekilas seperti dia. Wanita dengan rambut hitam sebahu. Postur tubuhnya pun sangat mirip,” tambahnya yang kini tampak serius.
“Siapa?” tanya Yeon Seok dengan kening berkerut.
“Lupakan saja hal paling indah dalam hidupmu,” sindir Hoon ketus.
“Oh!”
Sontak kedua bola mata Yeon Seok membesar.
“Yang benar?”
“Aku belum bisa memastikan wanita itu dia atau bukan. Tapi, melihat postur tubuhnya sangat mirip,” jelas Hoon.
“Apa ada kabar tentang intern? Atau penerimaan pegawai baru? Aku memang ada menandatangani berkas dari bagian kepegawaian namun, tidak kubaca terlalu lama. Hanya intinya.”
“Bodoh. Kau bisa membahayakan perusahaan kalau seperti itu terus. Aku dengar ada berita tentang penerimaan pegawai baru. Tetapi, kapan pastinya mereka adakan, aku tidak tahu.”
“Besok coba kau tanyakan pada Eugene, mungkin dia tahu,” kata Yeon Seok meyakinkan.
“Nanti aku coba,” ujar Hoon sembari mengangguk setuju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments